Aku terbangun bersamaan dengan bunyi nyaring dari alaram yang berada di sebelah tempat tidurku. Tanganku menyusuri permukaan samping tempat tidurku dan berusaha mencari letak alaram itu, dan berhasil membuatnya diam. Sinar Mentari menyapa hangat wajahku dari balik kaca jendela. Waktu menunjukkan pukul 5 pagi saat aku melayangkan pandanganku pada jam dinding yang tergantung seorang diri di bilah dinding di seberang tempat tidurku. Agak terasa ganjil dimana pemandangan kamarku berbeda dari biasanya. Aku pun menyadari kalua kami baru saja pindah ke rumah baru kemarin. Menyadari kenyataan itu aku pun menghela napas panjang dalam satu helaan penuh dengan rasa depresi.
Aku tidak ingin berada disini, namun di satu sisi aku juga tidak mau mengecewakan ayah. Aku beranjak menuju dinding tempat remot kontrol pedingin ruangan berada. Ku tekan tombol merah itu agar mulut besar ternganga yang menyemburkan hawa dingin itu berhenti, tak lupa juga aku menyalakan lampu kamar. Aku keluar dari kamarku dan turun menyusuri anak tangga mendapati ibuku sudah Nampak cantik dengan rambutnya yang terikat dan menggunakan celemek merah muda dengan gambar kelinci berwarna putih.
Aroma masakan ibu juga sudah menyeruak mengudara di seluruh penjuru ruangan. Aku bisa mencium aroma roti panggang dan sup krim disana. Aroma yang membuat perutmu keroncongan. Aku harap kau bisa menciumnya juga, bau roti panggang mentega dan sup krim jagung. Jika kau melangkahkan sedikit saja kakimu ke dekat meja, aroma makanan lezat itu akan semakin menjadi harmonis karena aroma the merah yang ibu seduh di atas meja. Di sebelah wadah yang berisikan roti panggang bisa kau dapati sebuah gelas yang sudah berisi kopi hitam seperempat penuh. Nampaknya ayah sudah berangkat. Aku dapat berkata demikian karena gelas itu yang seakan berkata padauk dari volume kopi yang ada di dalamnya.
“Theo tidak makan?” Ibu menatap kearahku sambal tangannya mengelap piring bulat besar dengan sebuah kain lap kotak-kota merah yang tadi ia ambil dari tempat mencuci piring. Aroma makanan yang menggugah selera ini jujur memang membuatku lapar, namun kondisi rumah baru ini yang membuat nafsu makanku kalah dengan egoku.
Aku belum menjawab pertanyaan ibu. Aku merogoh saku celana pendekku dan mengambil ponsel pintarku. Aku mendapati sebuah pesan baru dari Reo. Aku belum sempat membalas pesan bodoh yang ia kirim semalam. Malam? Tidak. Tadi pagi. Aku baru tidur sekitar jam satu lewat sepuluh menit dini hari. Aku juga tidak tahu harus membalas apa. Aku bahkan tidak membacanya. Aku hanya membacanya sekilas dari notifikasi yang muncul di atas layar ponselku. Lagipula, menurutku pesan bodoh seperti itu tidak perlu dijawab.
“Theo?” Fokusku pada layar ponselku terpecah saat ibu memanggil namaku. Aku baru tersadar kalua tadi aku belum menjawab pertanyaan ibu. Aku menjelaskan padanya kalau aku belum ingin makan dan akan memakan sarapanku setelah mandi. Ibu bilang terserah padaku karena ia juga tidak memaksa. Tapi sup krim jagung buatan ibu menggugah padangan dan perutku. Aku mengambil mangkuk dan sebuah piring porselen pipih yang sudah ibu sediakan di atas meja. Aku menuangkan sup itu ke dalam mangkuk kira kira sebanyaj tiga sendok sayur banyaknya. Roti panggang yang sudah agak dingin itu kuhangatan sedikit dengan melumurinya dengan sup krim yang baru saja ibu panaskan tadi.
Aku menyendokkan suapan pertama sup krim itu alih melumuri jalur masuk makanan pada kerongkonganku. Terasa lembut dan nikmat. Aroma yang bersahabat menyapa lembut hidungku. Rasanya manis dan gurih. Saat ia masuk ke dalam mulutmu, kau bisa merasakan bulir jagung manis yang masih dapat kau kunyah dengan gigimu. Rasanya sangat berkomplemen dengan tekstur krim dari sup itu. Aku tak lupa mencoba bagian yang kulumuri pada roti dan rasanya juga sangat luar biasa. Tekstur roti panggang yang renyah pada bagian pinggir, namun saat kau sampai pada bagian yang terkena lumuran sup, bagian itu terasa sangat lembut dan menyenangkan dengan rasa mentega yang harmonis dengan sup yang melapisi permukaanya.
------
Setelah selesai dengan makananku, mataku tertuju pada gelas kaca berisi teh merah buatan ibu. Aku menyeruput teh itu sedikit. Ibu memasukkan lemon dan madu kedalamnya. Mataku serasa seperti disetrum saat mersakan sensasi yang dibuat oleh lemon pada tehku. Mungkin maksud ibu agar rasa kantukku hilang. Memang agak sedikit berfungsi sih. Benar-benar sarapan pagi yang menyenangkan. Tapi aku jadi agak sedikit merindukan Reo.
KAMU SEDANG MEMBACA
730 Days
RomanceAku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Mengapa dia masih terus menghampiriku? Mengapa dia berbeda? Bukannya, aku hanya seorang anak baru yang merepotkan? Tidak. Aku tidak mungkin jatuh cinta dengannya!