Prolog

32 4 0
                                    

   Hujan turun dengan derasnya. Aku melirik ke arah jam ku. Jam
menunjukkan pukul 9 malam. Ah, pasti dia telah menunggu lama. Aku melejitkan motorku dikecepatan 100km/h. Kebetulan jalanan sedang
kosong.

   Dari jauh sudah kelihatan bangunan yang aku tuju. Bangunan tua bermodel rumah ‘jadul’ dengan luas 40x50 meter. Bangunan ini memiliki 2 lantai di tambah satu lantai dasar. Tidak ada lampu di dalamnya, hanya diterangi oleh lampu jalanan yang ada di depan bangunan itu.

   Lampu motor ku menyinari bangunan tua itu. Aku langsung
memarkirkan motorku didalam rumah itu. Tiba-tiba terdengar suara
langkah kaki dari lantai 1. Suara itu semakin mendekatiku. Hingga muncul sesosok lelaki berbadan bongsor. Tidak terlalu jelas apa yang ia kenakan karena disini sangat gelap.

“Hei,Ali Darimana saja kau?!?”, kata lelaki itu.

“Eh, anu, tadi motorku mogok ditengah perjalanan, hehe. Maaf ya
telah membuatmu menunggu.”, Jawabku malu.

“Yasudah, cepat naik!”, sahutnya.

   Aku pun naik ke lantai 1 lewat tangga kayu yang sudah mulai rapuh,tapi masih kuat. Sepertinya tangga ini terbuat dari kayujati.

   Saat aku tiba diatas, tiba-tiba ada yang membisikkan ditelingaku.

“Kau tidak lupa membawanya, kan?”

“Whhuuaaaa! Siapa kau?!?”

“Hei! Ini aku, Sarah”

“Huuh, bikin kaget saja. Lupa bawa apa?”

“Yang benar saja!Itu satu-satunya kunci untuk membuka portal ini!”

“Oh, kunci itu. Mana mungkin aku melupakanya, hehe. ”

   Orang itu adalah Sarah. Gadis bertalenta yang pernah meraih medali emas dalam Olimpiade Taekwonodo Nasional. Dia satu sekolah denganku sejak SMP. Wajahnya manis dengan mata yang coklat. Hidungnya mancung. Rambutnya berwarna coklat terikat. Kalau diurai, rambutnya sepanjang bahu sedikit keriting. Dia tidak lebih tinggi dariku.

   Sementara itu, laki-laki yang tadi adalah Roger. Pria berusia 35 tahun
yang berbadan bongsor. Wajahnya sangar. Rambutnya cepak. Jelas lebih
tinggi dariku. Kalau berbicara singkat dan tegas, to the point. Saat ini dia
bekerja sebagai Intel negara.

“Ali, berikan kuncinya”, Roger  memerintahku.

“Ini kuncinya”, sambil mengeluarkan kunci itu dari tas selempang
yang aku bawa dan menyerahkannya kepada Roger.

   Kunci itu seperti kunci biasa. Hanya saja ukurannya lebih besar dari
kunci pada umumnya. Berwarna kuning kecoklatan.

   Roger pun membuka seuntai kain yang menutupi suatu benda. Benda
itu adalah pintu yang berbentuk seperti pintu yang ada di film Monster Inc, tapi ukurannya lebih besar. Warnanya putih. Terbuat dari kayu, namun kusennya terbuat dari besi.

   Roger pun menaikkan tuas yang ada disamping pintu itu. Lampu
yang menghiasi kusen pun menyala-nyala. Roger langsung memasukkan kunci tadi kelubang kunci.

“Kalian berdua sudah siap?”, tanya Roger.

“Tentu, kami sudah tak sabar. Iya gak, Ali?”, jawab Sarah.

“Iya. Ayo langsung buka pintunya”, ucapku.

“Baiklah, semoga kalian baik-baik saja ya”

Roger membuka pintunya dan secercah cahaya putih keluar dari
pintu itu. Ah, silau sekali. Roger pun masuk kedalam pintu itu. Hilang seakan-akan dilahap cahayanya.

“Hei, kau mau duluan?”, tanya Sarah kepadaku.

“Eh, hmm, Ladies  first.”, jawabku dengan tegas.

“Halah, bilang saja kau takut.”

“Ngga kok, hehe”

Sarah pun masuk ke pintu itu.

   Wait, apa kata Roger? “Semoga kalian baik baik saja ya”? Memangnya Kenapa?. Aduh aku jadi khawatir. Tapi aku tidak mau terlihat lemah di hadapan Sarah.

   Akhirnya, Aku melangkah dengan pelan tapi pasti. Memasuki dunia
tanpa batas. Infinix!

  

INFINIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang