Rasanya seperti diterpa angin dari berbagai arah. Kepalaku pusing. Badanku gemetar. Mual. Ingin muntah. Lemas sekali.
Di depan ku sudah ada Roger dan Sarah yang berdiri tegap. Aku
keluar di suatu ruangan yang tidak terlalu luas. Dindingnya terbuat dari
logam. Entah besi atau apa. Ada satu lampu yang menggantung dilangit
langit. Sinarnya tidak menyakiti mata."Apa kabar nak?", kata Roger melihatku sambil tertawa.
"Baik. Hanya sedikit..."
"Dasar payah. Pasti kau ingin muntah", kata Sarah memotong kalimat ku.
Mereka berdua pun tertawa.
Eits, ternyata tidak hanya mereka berdua yang tertawa. Ada orang di
depan mereka yang ikut tertawa. Seorang pria yang tingginya sama
dengan Roger. Badannya juga bongsor. Rambutnya sudah mulai putih beruban. Mengenakan jas putih dengan kemeja hitam di dalamnya.Hei,siapa itu? Di sampingnya ada seorang gadis. Tingginya mungkin
sama dengan Sarah. Rambutnya hitam legam berkilau. Wajahnya lebih manis daripada Sarah. Kulitnya putih bersih. Senyum manis gigi kelinci. Tidak, ini bukan lirik dari sebuah lagu, tapi memang itu kenyataanya.Matanya..... Aku belum pernah melihat mata yang seperti itu. Hijau
berkilau. Mempesona. Seperti...."Pasti kau merasa aneh saat pertama kali menembus pintu itu.", kata laki-laki yang ada di depan Roger.
"Oh, iya, Ali, Sarah,perkenalkan, ini Adi, teman lama ku", kata Roger.
"Ali"
Aku langsung berdiri tegap dan menggapai tangannya untuk
bersalaman disusul dengan Sarah yang melakukan hal yang sama
denganku."Adi", jawab laki-laki itu.
"Dan ini anaknya, seusia kalian, namanya Aurora", lanjut Roger.
Benar dugaanku. Matanya yang hijau, bak Aurora. Ternyata itu adalah
namanya. Saat aku ingin bersalaman dengannya. Tangan ku didahului
Sarah."Sarah"
"Aurora"
Sarah mundur dan menatap ku. Wajahnya berubah tak seperti
biasanya. Aku paham betul perasaan Sarah padaku. Aku sudah
merasakannya sejak duduk dibangku SMP. Baiklah. Aku mengalah."Sepertinya tidak enak rasanya kalau kita mengobrol disini", Kata Adi.
Adi membalikkan badan dan membuka pintu yang ada di hadapannya. Sepertinya itu lift. Adi pun masuk. Disusul dengan Aurora lalu Roger.
"Hei, nak, apa kalian berdua ingin tinggal di ruangan ini saja?" kata Adi sambil sedikit senyum.
Bukan senyuman Adi yang ku perhatikan. Tidak, bukan senyuman Adi yang mempesona. Gadis itu juga tersenyum. Membuatku tidak fokus dan tidak sadar kalau Sarah sudah berjalan memasuki lift.
"Hei, Ali, cepat masuk!" kata Sarah.
Aku pun segera melangkah masuk sebelum pintunya tertutup. Adi menekan layar yang ada di samping itu. Itu seperti layar sentuh, tapi hologram. Di layar itu tertulis kata 'House'. Tidak lama setelah Adi menekan layar itu, pintu terbuka. Cepat sekali, rasanya seperti tidak naik lift.
"Baik lah,kita sudah sampai." kata Adi sambil melangkah keluar dari lift itu.
"Aurora, ambilkan minum untuk mereka." kata Adi kepada Aurora yang langsung pergi entah kemana.
Kali ini aku yang melangkah lebih dulu. Di depan ada sofa seperti di ruang tamu. Sebelah barat laut dari luar pintu lift. Tunggu. Lift itu terlihat aneh dari luar sini. Seperti bukan lift. Lebih seperti ruangan kecil yang di atasnya terpasang banyak kabel. Atau ini adalah alat teleportasi seperti di film film?
"Menakjubkan bukan? Ini adalah mesin yang bisa memindahkan orang yang ada di dalamnya ke tempat lain, ke mesin lain yang cara kerjanya serupa. Melalui kabel-kabel itu." Adi menjelaskan kepadaku yang takjub dengan benda itu.
"Bagaimana cara kerjanya?" tanya ku yang masih merasa heran.
"Sedikit rumit menjelaskannya, yang ada nanti kau malah mual lagi." jawab Adi.
Sarah menertawaiku. Menarik bibirnya dengan otot-otot wajah. Senyum yang lebar. Senyum yang manis.
"Baiklah, silahkan duduk." kata Adi mempersilahkan kami.
Kami pun duduk di sofa itu. Ada empat sofa berwarna putih. Dua sofa untuk satu orang dan dua sofa untuk dua orang. Membentuk persegi panjang. Ditengahnya terdapat meja yang terbuat dari logam ringan, mungkin. Di atasnya ada lima gelas kaca nan indah yang berisi minuman berwarna coklat, sepertinya itu teh. Adi duduk di sofa yang untuk satu orang. Aku dan Roger duduk di samping kiri Adi. Sarah dan Aurora duduk di samping kanan Adi. Girls always right, hahaha. Sementara sofa yang ada di depan Adi kosong. Ah, haus sekali.
"Silahkan di minum. Ini adalah Teh rosella hangat. Cocok untuk perut Ali yang sedang mual. Ya, kan, Ali?" kata Adi sambil mengambil salah satu gelas itu.
Aku pun langsung mengambil teh itu. Aromanya benar benar harum. Aku coba menyeruput teh itu. Tidak bisa, aku benar benar kehausan. Aku langsung menenggak habis satu gelas. Masih kurang. Tangan ku reflek mengambil satu gelas yang belum diambil. Entah punya siapa. Aku melihat Sarah dan Aurora yang juga sedang minum.
"Eh, hehe, maaf, Roger." kataku sambil menengok Roger yang ternyata belum minum.
"Tidak apa apa, Ali. Sepertinya kau dehidrasi parah, hahaha" kata Roger sambil tertawa. Yang lain ikut tertawa.
"Wah, enak sekali teh ini. Kau yang membuat sendiri Aurora?" ujar ku.
Aurora hanya tersenyum. Bahkan senyuman itu sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan ku tadi. Ah, gagal fokus."Iya, Aurora memang yang paling jago kalau masalah minuman." Adi yang menjawab.
Aurora masih tersenyum, tapi tidak dengan Sarah. Dia menatapku dengan judes.
"Apa kau pandai membuat minuman juga, Ali? Atau makanan?" lanjut Adi.
"Tidak, Paman. Kalau masalah makanan sih, Sarah yang paling jago, Paman." Aku menjawab sambil memuji Sarah.
Sarah tersenyum kepada Adi. Tidak kepada ku. Dia kembali menatap ku dengan tatapan yang tadi. Keadaan hening. Aku menatap langit-langit ruangan yang cukup tinggi.. Terdapat lampu gantung yang besar di atasnya, Chandelier yang bagus. Sepertinya ini ruang tamu rumah Adi. Dengan tembok putih bersih."Jadi, apa rencana mu, Roger?"
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINIX
ActionKami datang ke dunia yang dipenuhi oleh orang orang egois. Dunia tanpa batas yang harusnya membutuhkan satu pemimpin. Hanya satu. Selamat datang di Infinix.