[-2-]

475 66 19
                                    

Rembug tua tiga entitas di dalam sebuah ruangan luas mengundang suram bak mendung di sore hari. Salah satu sosok yang duduk dengan penuh wibawa di atas singgasana kebesarannya menampilkan raut tegas dan tenang kendati sesuatu di dalam hatinya seakan hendak mencuat keluar dari dalam tubuh.

"Ayah, bisakah—"

"Keputusan ini sudah bulat, tidak bisa dibantah. Kau adalah keturunan ketigabelas dan satu-satunya harapan untuk meneruskan tradisi. Kalian masih bisa bertemu, dan kau," tangan yang diagungkan dan dielu-elukan, yang selalu dikatakan mampu menumbuhkan bunga di atas batu dari usapannya itu menunjuk ke arah lain.

Ke arah sosok yang berdiri di sebelah kiri belakang tokoh utama dari pembicaraan mereka.

"Kau bisa mengunjungi putraku sesuka hatimu. Tapi jangan sampai manusia melihat wujud asli kalian."

Nada tegas yang terlontar itu mampu membuat siapapun yang mendengarkannya menunduk tanpa mau menatap langsung mata si raja.

"Tapi—"

"Tidak ada tapi. Ini sudah tradisi, lagi pula kalian masih diizinkan bertemu setiap saat. Jadi ku pikir ini sudah adil."

"Baiklah Ayah, aku mengerti." jawab si 'putra' dengan lantang.

Hening sesaat, si raja dengan jubah kebanggaan serta rupawannya pahatan wajah yang tengah duduk itu berdiri. Semakin menghadirkan rasa takut dan gugup menyelimuti dua sosok lain yang lebih muda. Tepat di depan sang anak, raja itu mengucapkan sesuatu.

"Maafkan Ayah, Nak. Tidak ada yang bisa Ayah lakukan untuk menghapus tradisi ini. Maafkan Ayah."

Air mata serta dengan nada penuh sesal yang baru saja terdengar, mampu membawa layu pada sulur dan bunga yang menghiasi lembayung istana. Bahkan seperti turut bersedih, perapian dari api abadi pun hangatnya menjadi tak seberapa.

Sang anak berdiri. Ia berjalan perlahan untuk mendekat ke arah Ayahnya. Tangannya terangkat mengusap air mata yang masih mengalir. Dengan senyum dan nada penuh kelembutan dirinya berucap.

"Maaf aku telah lancang melakukan ini di depan Taehyung, Ayah. Tapi aku tidak ingin melihat Ayahku menangis karena diriku. Bukahkah seorang raja tidak seharusnya menangis? Ayah, tradisi ini akan tetap aku jalani, Ayah tidak perlu khawatir. Aku bisa menjaga diriku, dan Taehyung tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padaku."

Tangan yang lebih tua terangkat untuk mengusap tangan lain yang bertengger di pipi. Si raja tersenyum disela tangisnya.

"Maafkan Ayah nak, Ayah berjanji akan tetap menjagamu dari jauh. Ayah menyayangimu." Ucapnya bersamaan dengan tubuh mendekap sang anak.

Melihat pemandangan yang sebenarnya hanya keluarga yang boleh menyaksikan, sosok lain yang tidak lain dan tidak bukan adalah Taehyung hanya menundukkan kepala. Sangat tidak ingin mengganggu waktu dua entitas yang sebentar lagi akan terpisah jarak.

"Taehyung." panggil sang raja beberapa saat kemudian.

"Ada apa raja agung?"

"Bisakah kau berikrar atas kesanggupanmu mengawasi putraku?" tanyanya.

Dengan pasti Taehyung berucap.

"Setelah Jimin menyelesaikan tradisi ini, aku berjanji akan menjadikan semua ini yang terakhir."

"Apa kau yakin dengan ucapanmu?"

"Aku Taehyung, angel bersayap hitam sebagai sahabat Jimin akan selalu mengawasinya, dan sekarang Jimin tidak akan menjalani tradisi yang berjalan seribu tahun sekali ini sendirian. Meskipun tidak setiap tahun, namun tradisi ini masih bisa dipatahkan. Untuk itu, izinkan aku menemani Jimin berjuang walaupun dari jauh, yang mulia raja."

The Angel [Ditulis Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang