𝟏

215 27 29
                                    

"Ayolah Marie, aku harus melunasi biaya rumah sakit adikku paling lambat besok." Bianca memohon dengan raut wajah paling menyedihkan di depan bosnya.

"Aku tak bisa Bianca. Pendapatan kafe selalu menurun, akhir-akhir ini jarang sekali pengunjung datang." sejak siang tadi, Marie sudah berkali-kali menolak permohonan Bianca. Tapi gadis yang menurutnya keras kepala itu bersikeras memintanya untuk meminjamkan uang yang jumlahnya lebih dari sepeser.

Bianca membuang nafasnya kasar dan kembali ke pantry. Sudah beberapa hari kafe milik Marie sepi pengunjung. Ya ada, namun hanya tiga sampai empat orang saja yang datang.

"Kau masih memikirkannya?" Ashley merangkul sahabatnya dengan raut wajah cemas.

Sudah lebih dari dua tahun mereka bersahabat. Tempat tinggal Bianca dan Ashley bersebelahan, bahkan mereka kuliah di tempat dan jurusan yang sama.

"Dimana aku bisa menemukan uang sebanyak itu, Ash?" Bianca memukul meja pantry dengan emosi, untung saja Marie tidak mendengarnya.

"Ugh, Biancaku sayang. Kalau saja aku seorang miliarder, pasti aku akan berbaik hati melunasi semua biaya perawatan Daniel." namun itu hanya segenggam angan-angan, pikir Ashley. Ia mengusap bahu Bianca pelan.

Lonceng yang terpasang di pintu kafe berbunyi. Membuat Ashley menatap gadis di hadapannya dan sekelompok pria yang berjalan menuju sudut kafe bergantian.

Klik.

Ashley menjentikan jarinya tepat di depan wajah Bianca. Segelincir ide mendarat mulus di otaknya.

"Ini kesempatanmu Bee!" cetusnya lantang, wajah Ashley terlihat berbunga seperti gadis yang baru saja melihat adegan romance di Drama Korea.

Ashley tampak bersemangat, berbeda dengan Bianca yang kebingungan dengan tingkah sahabatnya yang sama sekali tidak ia pahami.

"Cmon Ashley, aku sedang malas mencari makna tersembunyimu. Aku hanya butuh uang untuk perawatan adikku."

Bianca memutar matanya malas, ia lebih memilih mengabaikan Ashley dan melanjutkan pekerjaannya mengelap gelas yang sebenarnya tidak kotor karena belum ada satupun pesanan yang ia buat.

"Baiklah kalau kau tidak mau, biar aku saja."

Ashley memasang tatapan kesal dan berlalu menuju meja di sudut kafe untuk melayani pelanggan pertama malam ini.

"2 Caramel Macchiato dan 1 Asian Dolce Late, please."

Ashley menyebutkan beberapa menu dan memberi sebuah catatan kecil untuk mempermudah Bianca mengingatnya. Tak lama, hanya lima belas menit Bianca sang barista meracik pesanan dengan sentuhan magicnya yang kemudian ia serahkan pada Ashley.

Setelah Ashley menyajikannya kepada beberapa pelanggan di sudut sana, ia membawa sebuah dompet berkulit dengan merek Louis Vuitton lalu diserahkannya lah kepada Bianca tanpa rasa bersalah. Harga dompetnya saja sangat mahal apalagi isinya, batin Ashley.

"What?! Kau gila!!" dompet itu cukup membuat mulut Bianca membulat seperti o besar.

"Maaf Bee, aku hanya berusaha membantumu."

"Tapi bukan ini caranya, Ash!"

"Ini ambilah!" Ashley memaksa Bianca untuk menerima dompet hasil curiannya.

"Aku tak bisa Ashley."

"Kau bisa mengancamnya dengan dompet itu, ayolah Bee waktumu tak banyak bukan?"

Mereka seperti dua manusia super yang sedang berkelahi saling melempar api.

"Aku tak bis—" dan akhirnya api itu jatuh ke tangan Bianca. Ralat, dompet.

Escape [Reece Bibby]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang