2

37 1 0
                                    

"Pohon lemah! Dahan bagai sereal!"

Ia masih terus mengoceh ke pohon itu. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena bayangan hutan.

Kusorot obor mendekat ke arahnya. Ia menjerit.

"UWAAAA!"

Makhluk berwarna kuning dengan dua tanduk di kepalanya. Ia tampak panik.

"Manusia! Manusia! Tapi kecil.... hmm.... UWAAA MANUSIA!"

Ia bahkan tidak terdengar sedang menjerit, lebih seperti mengoceh.

"Tolong! Jangan bunuh aku! Aku hanya seorang monster kecil! Aku tahu aku kecil! Tapi aku akan tumbuh besar!"

Aku diam, dan ia terus mengoceh.

"Tapi kau kecil juga untuk seukuran manusia. Aku rasa kau bukan 'manusia'. Apa kau Monster?"

Ia mulai tampak menyebalkan untuk sebuah Monster berukuran mini.

"Ohh kau sama sepertiku. Kau seorang bocah! Aku juga seorang bocah! Tapi aku akan dewasa, tidak sekarang, nanti!"

Aku mulai berpikir ia tidak berbahaya sama sekali. Aku dan makhluk ini berbicara cukup lama di tengah hutan.

"Namamu Fis? Hmm.. Apakah orangtuamu malas memberimu nama? Orangtuaku cukup rajin memberiku nama Ellow."

Ellow bercerita bahwa ia adalah seorang monster. Ia sama sepertiku, pergi menyelinap dari rumah karena ayahnya ditangkap di penjara Istana.

"Ayahku ditangkap oleh kaum-mu setelah berusaha melindungi Ibu dan Nenek. Aku tidak bisa berhenti mondar-mandir di rumah memikirkan Ayah."

Aku menceritakan kondisiku yang juga tidak bisa diam karena kaumnya membunuh Ayahku.

"Benarkah?! Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa seorang Monster tega membunuh nyawa?! Siapa yang berani membunuh ayahmu?!"

Aku tidak bisa menjawab detil karena tak berada di lokasi. Ellow masih terus mengoceh mengutuk orang yang membunuh ayahku.

"Tenang! Aku akan membantumu mencari pembunuh ayahmu! Sementara kau membantuku menyelamatkan ayahku!"

Monster ini gila! Ia tidak tahu bahwa Istana Kerajaan dijaga ketat. Terlebih ia adalah Monster! Panah akan menancap di kepalanya begitu ia menyusup melewati gerbang Istana.

"Tapi kan kau manusia! Mereka tak akan tega membunuh kaum mereka sendiri. Ayolah! Lagipula kau takkan mendapatkan apa-apa jika sendirian pergi ke tambang."

Tak ada pilihan, aku juga takkan bisa melakukan apa-apa jika pergi sendirian ke tambang. Lagipula Ellow sudah berjanji akan membantuku mencari siapa pembunuh ayahku.

Tapi tetap saja pergi menerobos ke penjara Istana bukanlah sesuatu yang mudah! Duh!

....

Atau sebenarnya mudah untuk membawa dia ke penjara. Bawa saja ia ke gerbang istana, agar ditangkap oleh penjaga.

"KAU MENJEBAKKU, FIS!!! KAU PENGKHIANAT!!! KAU PENGKHIANATT!!"

Aku memohon-mohon pada pasukan penjaga agar jangan membunuh dirinya. Kujelaskan kepada mereka bahwa Monster ini masih bocah, dan mereka akan sangat berdosa jika membunuh seorang bocah, apapun makhluknya.

"Ya, kurasa dari fisiknya Monster ini adalah seorang bocah. Kita takkan mendapat penghargaan apa-apa jika membunuhnya."

Aku juga memohon untuk pergi ke dalam penjara bersama penjaga yang menangkapnya. Aku ingin puas menertawai dan menghina dirinya, dalihku.

"Kau cukup jahat untuk seorang anak kecil. Hei, temani bocah ini. Sudah larut malam, ia tak bisa pulang di malam selarut ini."

Ellow masih terus mencaciku pengkhianat pengkhianat pengkhianat. Aku berpura-pura menertawai dan mengolok-oloknya.

Sel-sel penjara mulai terlihat di lantai bawah tanah. Disitulah aku melihatnya, sesosok monster bertubuh besar dan berwajah ganas tampak lelah dan kesakitan.

"Ayah! Ayah!!!"

"HEI! DIAM!" Teriak penjaga yang membawa Ellow. Ia mengeluarkan tongkat pukul, hendak menyerang Ellow.

"TOLONG JANGAN SAKITI DIA!" Teriak monster besar itu.

Ellow dipukuli. Aku yang tadinya tertawa dan mengolok jadi terdiam karenanya. Penjaga itu tak berhenti. Ia seperti sedang berpuas ria.

Gagang sapu terlihat cukup keras jika kupukul kencang ke kepalanya. Benar saja, penjaga tersebut pingsan tak karuan dipukul bocah berumur 10 tahun.

"Ayah! Ayah tidak apa?!"

"Ellow! Kau terluka! Dasar bodoh! Buat apa kau kemari hanya untuk terluka seperti itu?!"

Ayahnya pun sama seperti anaknya, kerjanya mengoceh tak berhenti.

"Ayo Ayah! Kita pergi dari sini!"

"Tunggu! Apakah manusia ini temanmu?"

"Ya, ayah! Namanya Fis! Dia bocah, sama sepertiku!"

Ayahnya tampak heran melihatku. Ia seperti melihat hantu.

"Kau anaknya, kan? Anak dari pria itu?"

Ayahku! Dia tahu ayahku! Jelas! Dialah pembunuh ayahku! Sontak ku ambil gagang sapu tadi dan langsung kuayun ke arah Monster itu!

"Tenang! Bukan aku yang membunuhnya! Ayahmu tewas karena ia dibunuh oleh manusia!"

Manusia dan MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang