Renjun berlari kearah halte, hari ini dirinya lupa tidak membawa payung alhasil sebagian tubuhnya basah oleh air hujan, beruntung hujan turun saat dirinya sudah dekat dengan halte. Sebenarnya ini sudah lewat dari jam pulangnya, ditambah Ponselnya mati karna kehabisan daya, Eommanya pasti akan langsung membombardirnya saat sampai nanti, salahkan teman temannya yang menahannya pulang dan malah memaksanya untuk ikut menonton pertandingan basket.
Hari sudah semakin sore, suasana disekitar halte sangat hening tidak ada siapapun selain dirinya, tentu saja orang waras mana yang mau berada diluar saat hujan seperti ini?belum ada satu pun bus yang lewat biasanya masih ada satu bus yang beroprasi di jam 5 sore seperti ini, apa karna hujan sore ini yang cukup deras? Atau karna hal lain, ah molla. Hawa dingin semakin menusuk kulitnya ditambah bajunya yang sedikit basah.
"Tuhan aku harus bagaimana?"
.
.
"Le bagaimana? Apakah Injun sudah bisa dihubungi?" Chenlee menggelengkan kepalanya dengan rasa cemas yang sama.
"Ponselnya tidak aktif.."
"Ya Tuhan, bagaimana ini?"
"Ada apa ini? Kenapa kalian terlihat cemas?" Tanya Yunho tang baru saja pulang dari kantornya.
"Yun, apa saat dijalan tadi kau melihat Renjun?"
"Renjun? Memang ada apa?"Tanya Yunho dengan nada panik, sejenak melupakan seseorang yang tadi datang bersamanya, yang kini sedang menajamkan telinganya.
" Dia belum pulang dari sekolahnya." Jawab Jaejoong dengan seara lemas.
"Kenapa bisa? Bukankah biasanya Renjun pulang bersama kalian?" Tanya Yunho pada kedua putranya.
"Nona bilang dia akan menonton pertandingan basket dulu di sekolah bersama teman temannya, makannya kami pulang lebih dulu.." Jawab Jisung dengan kepala tertunduk. Yunho menurut pangkal hidungnya.
"Ehm.." Yunho, Jaejoong, Chenlee dan Jisung langsung menoleh kearah seseorang yang berdiri dibelakang Yunho.
"Jeno Hyung?" Ucapa Chenlee Jisung bersamaan, sementara Jaejoong malah diam.
"Hai apakabar Lele, Icung dan bibi Jaejoong."
"Jeno yaampun ini benar kau? Bibi hampir tidak mengenalimu tadi, kau tumbuh dengan baik disana, yaampun sekarang bayi bayi kecilku sudah tumbuh dewasa, Kau semakin tampan, Lele dan Icung juga" Jaejoong mengusak surai ketiga remaja didepannya, namun raut wajahnya langsung berubah saat mengingat satu bayinya lagi, yang saat ini belum pulang. Jeno yang menyadari itu langsung bertanya pada Chenlee dan Jisung dimana alamat sekolah mereka.
"Untuk apa hyung menanyakan alamat sekolah kami?"
"Tadi kalian bilang kalau Renjun menonton pertandingan basket disekolah kalian, aku yakin Renjun masih ada disekitar sana."
"Tidak usah biar kami saja yang mencarinya, lagipula ini salah kami." Jeno sadar sejak awal kedua teman masa kecilnya ini memberinya respon kurang menyenangkan, tidak ada lagi sapaan ramah seperti dulu, tapi apa salahnya?
"Baiklah kalau begitu, tapi tetap aku ikut kalian kesana."
"Baiklah terserah saja."
Jeno mengikuti mobil yang ditumpangi Chenle dan Jisung dengan mobilnya, dalam hati bertanya bagaimana dirinta harus bersikap saat bertemu dengan Renjun nanti, mengingat pertemuan terakhir mereka yang tudak busa dikatakan baik, dirinya masih mengingat dengan baik kejadian beberapa tahun yang lalu, saat itu usianya maaih 8 tahun sedangkan Renjun 6 tahun, seperti biasa mereka akan menghabiskan waktu libur sekolah dengan bermain bersama, dirinya membawa kucing peliharaannya untuk ikut, Renjun yang melihatnya langsung sumringah karna gadis itu sangat menyukai Kucing, namun entah kenapa tudak seperti biasanya Bongshik seperti menolak Renjun, Kucing itu menggeram saat Renjun mendekat, namun Renjun yang pada dasarnya masih polos tidak menghiraukan geraman kucing itu dan malah terus mendekat pada kucing digendongan Jeno.
"Injun, sepertinya Bongshik sedang tidak ingin bermain, kau main sama Heebum saja ne?"
"Tidak mau! Bongshik pasti mau bermain denganku seperti biasa." Dengan keras kepala Renjun tetap memaksakan kehendaknya untuk mengambil alig Bongshik dari Jeno mengabaikan rontaan serta gwtaman yang semakin nyaring sebelum akhirnya kucing itu mencakar lengan Renjun hingga berdarah dan langsung melompat lari kearah jalan raya.
Jeno menatap Renjun kesal kemudian labgaung pergi untuk menyusul kucing kesayangannya, mengabaikan Renjun yang lengan bagian atasnya mengeluarkan banyak darah, gadis itu Syok melihat lukanya sendiri hingga berakhir menangis dengan keras.
Jeno mengedarkan pandangannya, tidak ada Bongshik dimanapun, bagaimana jika Bongahik hilang? Apa yang harus dikatakannya pada Jaemin? Namun saat matanya melihat sekor kucing yang mirip dengan Bonshik tergeletak ditengah jalan dengan darah disekitarnya, perasaannya berubah menjadi tidak enak, maka dari itu Jeno langsung berlari ketengah jalan tanpa menghiraukan kendaraan yang berlalu lalang, dan ternyata benar itu adalah Bongshik, dengan lemas Jeno langaung membawa jasad Bongshik. Giginya bergemeletuk dengan tangan mengepal.
"Ini semua gara gara Renjun!! Dia membuat kucingku mati! Dia pembunuh! Renjun pembunuh!!" Dengan langkah lebar Jeno berjalan cepat menuju rumahnya. Jeno menatap benci pada pemandangan yang dilihatnya kini, dimana Mamanya sedang mengobati luka Renjun sambil memangkunya.
"Menjauh dari Eommaku!!" Bentaknya sambil menarik tangan Renjun kencang hingga membuatnya jatuh ketanah.
"Yaampun Jeno! Apa yang kau lakukan?! Tidak boleh seperti itu! Kau paham?" Leeteuk terkejut melihat kebrutalan Jeno.
"Eomma akan menyesal sudah membentakku karna membela bocah pembunuh ini!!"
"Yak! Kau ini kenapa? Tidak boleh bicara kasar, Eomma tidak pernah mengajarimu bicara seperti itu."
"Kenapa tidak? Aku bicara fakta Eomma anak ini sudah membunuh Bongshik!!!! Kucing ku mati karna dia!!" Jeno menunjuk Renjun tanpa mau menatapnya, muak rasanya melihat wajah Renjun saat ini.
"Tidak! Aku bukan pembunuh!! Aku tidak membunuh Bongshik!" Renjun menggelengkan kepalanya dengan air mata yang terus keluar tidak ada isakan seperti sebelumnya, hanya air mata. Leeteuk membawa Renjun untuk masuk kedalam rumah, luka baru tercipta di lututnya karna ulah Jeno, sekarang Leeteuk sudah tahu inti permasalahnya, namun perbuatan Renjun maupun Jeno tidak busa dibenarkan, apalagi saat mendengar perkataan tarakhir Putranya.
"Lalu ini apa? Kau lihat dia sudah mati tertabrak!! Dan itu gara gara kau Jung Renjun!! Kau harus membayarnya!!! Nyawa dengan nyawa!!" Leeteuk tidak habis pikir, dari mana Jeno belajar kata kara kasar seperti itu.
Tinnn~
Jeno tersadar dari lamunannya saat mendapat teguran berupa bunyi klakson tadi pengendara lain.
Mungkin kini mobilnya sudah tertinggal jauh dari mobil Jisung dan Chenle, namun Gps yang tersambung dengan ponsenya menunjukan bahwa posisi mereka tidak jauh dari sini, dan benar saja mereka berhenti didepan halte dekat dengan bangunan sekolah mereka itu berarti dugaannya benar. Jeno mempercepat laju mobilnya hingga kini sudah sampai di sana, matanya langsung membulat saat melihat Jisung yang menggendong seorang gadis dan Chenle yang sedang menbukakan pintu mobil, Karna penasaran akhirnya Jeno keluar dari mobilnya dan menghampiri mereka. Matanya lagi lagi membulat saat melihat siapa gadis yang ada dipangkuan Jisung saat ini.
"Itu Renjun, dia kenapa?"
"Apa kau tidak bisa melihat? Dia pingsan, sudahlah sekarang kita harus cepat sampai rumah." Jeno masih berdiri disana, bahkan setelah mobil yang membawa Renjun menghilang.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life
FanficMenikah dengan teman masa kecil adalah hal yang tak pernah terpikirkan Oleh Jeno maupun Renjun, terlebih setelah mereka terpisah oleh jarak dan waktu, namun takdir berkata lain, keduanya kembali dipertemukan dengan keadaan yang sudah berbeda.