The bitter smile

1.5K 111 6
                                    

"Lets break up"

Tiga kata itu cukup untuk mencuri perhatian shani sepenuhnya dari daftar menu yang ia pegang.

Shani memalingkan wajahnya ke arah Gracia, pacarnya selama 4 tahun, dengan raut tak percaya.

"Hah? P-putus? Tapi kenapa Gre? Gracia, baby, salah aku apa?" Suara Shani terdengar bergetar. Bagi shani, Gracia adalah orang yang ia cari selama ini.

Belahan hatinya. Separuh jiwanya.

Katakanlah Shani cliche, tp itulah yang benar-benar ia rasakan. Gracia adalah orang yang memegang separuh diri Shani, dan kini ia mengatakan ingin putus? Kenyataan lucu apa ini?

"Maaf ci, aku udah ga bisa sama cici lagi"

"Kenapa Gracia? Kalau kamu mau kita udahan, aku hargain keputusanmu. Tapi kasih aku alasan. Kurang apa aku? Apa salahku?" Tanya Shani, merasa tidak berdaya.

Gracia hanya diam tanpa kata.

"Gre. Talk to me. I just need one reason to let you go. To let us go"

Gracia mengangkat kepalanya, kini menatap langsung kearah Shani dengan senyum sedih.

Senyum itu bukan senyum yang biasanya Gracia tunjukan. Senyum itu mirip senyum yang dia perlihatkan di pemakaman kakeknya tahun lalu.
Senyum yang sama juga yang terlihat di last stage mereka 7 bulan lalu.

Senyum pertanda perpisahan. Begitulah shani menyebutnya.

Shani menghela nafasnya dengan tidak sabar.

"Gre..." Panggil Shani memelas.

"Maaf ci, aku kira selama ini yang aku rasain ke cici itu cinta. Tapi ternyata bukan. Jadi aku rasa lebih baik kita udahan disini" kata Gracia setelah terdiam cukup lama.

Shani tertegun. Lalu dianggapnya apa dirinya selama 4 tahun ini?

"Kamu inget valentine pertama kita? Natal pertama kita? Liburan ke bali? Dan semua waktu yang kita habisin bareng? Jadi itu bukan cinta? Jadi selama ini aku bertepuk sebelah tangan?" Tanya Shani penuh air mata.

"Aku minta maaf ci. Tolong ngertiin aku" Dengan itu, Gracia berdiri dari duduknya dan meninggalkan Shani sendirian di restoran itu.

"Brengsek..." Gumam Shani sambil menutup wajahnya yang merah akibat menangis.

Ia merogoh tasnya, mengambil kotak merah kecil yang kemudian ia buka.

Dengan senyum sedih, ia menatap ke arah cincin cantik di dalam kotak itu.

Bukan begini skenario yang ia pikirkan ketika mengajak Gracia makan malam berdua.

Harusnya mereka akan mengobrol santai, lalu ketika waktunya tiba Shani akan bertumpu di satu lututnya dan menanyakan pertanyaan sakral itu, setelahnya gracia akan berkata "yes, i do" dengan berlinang air mata bahagia.

Harusnya cincin itu kini ada di jari manis Gracia.

Harusnya mereka sedang tertawa bahagia bersama.

Disitulah Shani sadar, bahwa ia telah jatuh namun Gracia tak ada disana untuk menangkap dan memeluknya.

Shani jatuh sendirian.

Ia hanya jatuh, tanpa cinta.

"Sial..." Umpat Shani terakhir kali sebelum meninggalkan restoran terkutuk itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TerbaiQWhere stories live. Discover now