• satu •

480 76 9
                                    

Hera sudah lama menyukai Gavin. Tepatnya sejak kelas X. Hingga dia menemukan sebuah fakta kalau Gavin mengenal Yera melalui Juna. Sebelum dia melakukan pendekatan dengan cowok itu, Hera sering melihat Gavin mengobrol dengan Yera di kantin. Bersama Wangi dan Juna juga tentunya. Mereka tak pernah mengobrol berdua di sekolah. Tapi Hera tidak tahu lagi bagaimana kedekatan mereka di luar sekolah.

Diam-diam Hera suka memperhatikan interaksi antara Yera dan Gavin. Hubungan mereka tak terlihat intens---mengobrol layaknya teman biasa. Hanya saja, Hera jarang melihat Yera tertawa lepas di depan orang, selain Juna dan Wangi. Lalu cara Gavin memandang Yera pun juga berbeda. Matanya seolah ikut tersenyum saat Yera berbicara.

Mewakili namanya, yaitu Yerani Candramawa. Candramawa memiliki arti hitam bercampur dengan putih. Mungkin seperti itu lah Yera. Gadis bermata sipit itu memiliki dua sisi dalam satu rupa. Terkadang Yera seperti orang yang judes, galak, dan susah didekati. Di sisi lain, gadis itu akan terlihat ceria dan penuh senyum saat bersama sahabatnya. Kecuali Gavin, dia adalah orang baru yang bisa membuka sisi lain dari Yera.

"Liatin apa?" tegur Naya, sahabat Hera.

"Nggak. Bukan apa-apa," kata Hera yang kembali mengalihkan perhatiannya ke piring.

Naya yang sedang mengunyah makanannya, lantas menoleh ke arah pandang Hera tadi. Kedua bola matanya sedikit melebar. Tak menyangka jika pacar baru Hera sedang makan bersama cewek lain. Ya, meskipun tidak berdua, tetap saja aneh melihat Gavin makan tanpa mengajak Hera.

"Lo nggak makan bareng Gavin?" tanya Naya iseng.

"Gavin ngajakin ketemu di jam istirahat kedua. Sekarang dia sama Juna dulu," jawab Hera, kemudian dia terkekeh pelan.

"Sama Yera dan Wangi juga?"

Hera berhenti mengunyah sejenak. Ia menoleh ke Naya, lalu tersenyum tipis. "Kan, mereka temenan," kata Hera memberi pengertian.

"Gue tahu kok mereka temenan. Tapi, masa iya Gavin nggak mau ngajak elo?" tukas Naya.

"Gue nggak mau jadi cewek posesif, Nay. Biarin aja Gavin sama temen-temennya dulu. Nanti kan juga ada waktunya sendiri sama gue," kata Hera yang kemudian memakan siomaynya.

"Kan, lo bisa temenan juga sama mereka? Lagian Yera dan Wangi teman sekelas kita. Emang apa salahnya kalo lo ikut gabung? Malah aneh tahu lo makan sendiri di sini sama gue, sedangkan cowok lo malah asik ketawa-ketiwi sama cewek lain," racau Naya.

"Perasaan tadi pagi lo cuma minum susu, deh. Kok, sekarang jadi cerewet, sih?" ujar Hera mengalihkan topik pembicaraan.

Naya mendengus kesal. Hera tertawa kecil melihat ekspresi kesal temannya itu. Kalau boleh jujur, Hera juga merasakan hal yang diucapkan oleh Naya tadi. Bisa saja detik ini juga Hera menghampiri meja Gavin dan bergabung bersama Juna, Yera dan Wangi. Namun, Hera tidak bisa memaksakan diri bila Gavin ingin bersama dengan teman-temannya. Karena dunia Gavin bukan hanya Hera saja.

•••

Yera sedang menunggu Juna mengambil motor di parkiran siswa. Wangi sudah pulang. Dia dijemput oleh ibunya. Sambil menunggu Juna, Yera memainkan ponselnya. Membuka aplikasi chat, lalu berganti ke aplikasi baca online. Merasa tak ada yang menarik, Yera lantas memasukkan kembali ponselnya ke saku jaket hitamnya. Lalu mendongakkan kepala dan tanpa sengaja gadis itu melihat Gavin berboncengan dengan Hera.

Beberapa detik Yera terpaku sampai Gavin membunyikan klakson motornya, yang dimaksudkan untuk menyapa Yera. Tak lupa Gavin menunjukkan senyumnya kepada Yera dan lewat begitu saja tanpa mengeluarkan suara. Ya, minimal memanggil nama Yera kek. Atau mengatakan "duluan". Nyatanya Gavin pergi begitu saja, seperti kelopak bunga yang mengikuti arah angin berhembus.

Di sisi lain, Hera yang duduk di jok belakang motor Gavin hanya melihat Yera tanpa ekspresi. Yera hanya merasa aneh saat manik hitam milik Hera menatap ke arahnya. Seolah-olah mengatakan kalau Gavin adalah milik Hera dan tak seorangpun yang bisa mengambilnya.

"Biasa aja kali," gumam Yera setelah Gavin dan Hera tak terlihat lagi.

.
.
.

Flashback on...

Juna berlari kecil melewati koridor kelas IPS. Di depan kelas XI IPS 2, Yera sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Bibirnya sedikit mengerucut karena sang sahabat tak kunjung datang. Dia sendirian di depan kelas. Wangi sudah pulang bersama Abi, gebetannya. Sebenarnya masih ada teman sekelasnya yang lain, tapi mereka berada di dalam kelas. Sedang bermain game online menggunakan Wi-Fi gratis sekolah.

"Lama banget, sih!" protes Yera.

"Sorry, gue ditahan sama Kak Bastian. Mau ngabarin, HP gue lowbat. Abis ini gue juga ada rapat. Sekali lagi sorry, ya," jelas Juna dengan wajah bersalah.

"Huft... Ya udah deh, gue naik ojol aja," kata Yera yang masih bete.

"Anu, gini, Yer... Lo nebeng sama Gavin aja, ya. Gue udah minta tolong ke dia buat nganterin lo pulang, hehehe," kata Juna.

Seketika kedua bola mata Yera melebar. "Nggak! Nggak! Gue naik ojol aja," tolak Yera.

Sebenarnya bisa saja Yera menerima ide tersebut. Namun, gadis itu sungkan diantar pulang oleh Gavin. Yera hanya beberapa kali bertemu dengan cowok itu. Saat Gavin pergi ke kantin bersama Juna tentunya. Dan diantara pertemuan-pertemuan itu Yera tak pernah sekalipun berbicara banyak dan duduk semeja dengannya. Hanya sekedar menyapa dan berakhir Yera yang mengajak Wangi untuk makan di meja lain.

"Lah, ngapain naik ojol kalo temen gue bisa ngasih gratisan? Bukannya lo demen sama gratisan ya, Yer?" goda Juna.

Yera melayangkan tatapan protesnya. Ia pun segera membuka aplikasi ojek online sebelum Gavin datang. Jadi, Yera punya alasan untuk menolak secara halus. Namun, saat gadis itu hendak memesan ojek online, dengan lantang Gavin memanggil nama Juna. Juna pun dengan cepat mengambil ponsel Yera, saat fokus gadis itu sedikit teralihkan oleh teriakan Gavin.

"Yak! Jun---"

"Hai, Yera!" sapa Gavin setelah ia berdiri di depan Yera dan Juna.

"Hai, Gav," balas Yera sekenanya.

"Gimana? Jadi nebeng sama gue?" tanya Gavin.

"Jadi. Gue titip Yera ya, Gav," kata Juna sambil memasukkan ponsel Yera ke dalam tas gadis itu.

Yera hanya diam dan menuruti alur yang sudah dirancang oleh Juna. Ya udahlah, lumayan juga nggak keluar ongkos, batin Yera.

"Tenang aja. Gue bakal langsung bawa Yera ke rumah. Nggak bakal gue ajak mampir ke mal dulu. Janji!" ujar Gavin layaknya anak kecil.

Flashback off...

Setelah berganti baju, Yera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Sekilas kenangan tentang Gavin melintas begitu saja di kepalanya. Momen pertama mereka memang sedikit kaku. Yera ingat bagaimana Gavin terus mengajaknya berbicara di sepanjang jalan, dan Yera hanya menjawab seadanya. Sampai akhirnya Gavin mengeluarkan sebuah lelucon yang membuat Yera tertawa terbahak-bahak, gadis itu pun mulai merasa nyaman mengobrol dengan Gavin.

"Mungkin lebih baik kayak gini. Gue ikut seneng kalo lo bahagia, Gav," gumam Yera.

Ting!

Suara pemberitahuan chat masuk membuat Yera tersadar. Ia pun mengambil ponselnya yang tergeletak di samping kanannya itu. Kedua sudut bibirnya lantas menurun saat membaca nama si pengirim pesan.

Gavin: udah sampai rumah?

Yera menatap layar ponselnya dengan eskpresi datar. "Apa peduli lo mau gue udah sampai atau belum," gumamnya lagi.

Sialnya, dua ibu jari gadis itu malah bergerak dengan lincah di atas layar ponselnya. Mengalahkan segala logika yang dia bangun demi keinginan hatinya yang tidak jelas. Yups! Yera tak bisa mengabaikan pesan Gavin begitu saja. Seberapa keras Yera memberikan jarak, sebagian hati kecilnya mengatakan ingin dekat dengan Gavin lagi. Seperti sebelum Yera tahu saat Gavin menyukainya.

[]

19 April 2020

Komennya dong. Hehehe...

Rasa Ini Masih Sama • Hwang Yeji feat. Jaemin & Heejin [ ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang