Part 2

2.3K 118 7
                                    

Hari ini aku dan Asilah memasak bubur ayam, setelah semuanya beres aku menyajikannya di atas meja, anakku sangat antusias membantuku dengan bibir mungil yang tak ada hentinya untuk berceloteh dia benar-benar sangat cerewet dan selalu mengingatkanku akan mama jika sedang memarahiku dan Aland. Jika mama dan papa lihat cucu mereka pasti mereka akan sangat bahagia.

" Wah sarapannya udah siap". Aland datang menghampiriku yang sedang menuangkan kecap ke dalam wadah.

" Cuci tangan dulu, sekalian Asilahnya juga tangannya di cuci". Aland langsung menggendong Asilah menuju wastafel setelah mereka selesai kami pun memulai sarapan sederhana ini dengan makanan khas lidah orang Indonesia.

" Aland ada yang ingin kakak sampaikan". Aku sebenarnya ragu mengatakan ini, tapi mau bagaimana lagi aku harus tetap profesional dan pekerjaan kali ini benar-benar tidak bisa kualihkan ke yang lain. Aland hanya menatapku sambil menunggu apa yang akan kusampaikan.

" Sepertinya kakak harus meninggalkan kalian lagi, ada proyek di luar kota dan kakak harus pergi untuk menanganinya sendiri". Ucapku lirih melihat Asilah dan Aland yang sebentar lagi akan kutinggalkan walau hanya sebentar.

" Terus Asilah bagaimana?. Aland menatapku lalu beralih menatap Asilah.

" Sepertinya Asilah harus dititipkan lagi pada tetangga sebelah". Setiap aku keluar kota pasti Asilah akan dititipkan ke tetangga dan setiap hari Lili tetanggaku akan menjemput Asilah ke tempat penitipan anak jika dia pulang kantor bersamaan dengan menjemput putrinya, Karena mereka juga punya putri yang seumuran dengan anakku dan alhamdulillah mereka sama sekali tidak keberatan akan adanya Asilah malah mereka senang karena anaknya punya teman bermain. Jadi, jika Aland sudah pulang dari kantor dia akan langsung menjemput Asilah.

" Tapi, kak sepertinya Asilah tidak bisa dititipkan disana. Karena tadi ketika aku menjemput Asilah mereka berpamitan padaku bahwa akan pulang ke kampung untuk beberapa hari, maaf aku lupa memberitahu kakak". Aland menatapku dengan gusar, aku tau sekarang pikiran kami sama, kemana Asilah akan dititipkan setelah tempat penitipannya tutup. Setiap hari Asilah memang akan dititipkan disana tapi setelah jam 05:00 anak-anak sudah harus dijemput oleh orang tuanya sedangkan Aland terkadang harus lembur di kantor.

Aku menatap wajah polos anakku, dia hanya sibuk memakan buburnya tidak menghiraukanku dengan Aland.

" Kalau begitu kakak batalkan saja proyeknya". Demi anakku aku harus rela kehilangan proyek ini, memang aku harus mencari uang tapi buat apa itu semua jika harus mengorbankan putri kecilku.

" Asilah biar kubawa ke kantor saja kak jika aku lembur, aku tau proyek ini sangat penting untuk kakak". Bagaimana mungkin Asilah akan dibawa Aland ke kantor jam segitu, dan apa itu tidak menggangu pekerjaannya sedangkan Aland baru beberapa bulan bergabung dengan perusahaan itu.

" Tapi Aland bagaimana jika Asilah mengganggumu dan jika bos mu marah?. Aland tersenyum ke arahku, senyum yang menenangkanku.

" Kakak tenang saja, aku mengenal baik adik bos ku dia pasti mau membantuku". Aku tersenyum lega kepada Aland, entah kenapa aku melihat binar bahagia saat dia menyebutkan adik bosnya itu.

" Sepertinya kau sangat gembira saat menyebut adik bos mu itu?. Aku menaik turunkan alisku berusaha menggodanya dan hasilnya dia hanya bisa menunduk sambil tersipu, ahh lucu sekali adikku ini.

" Tapi Aland, sepertinya Asilah akan merusak hubungan yang bahkan belum kau mulai itu". Kataku dengan tidak bersemangat.

" Kakak tenang saja, aku tidak akan membiarkan putri kecilmu ini melakukannya lagi". Aland mengalihkan tatapannya ke Asilah dan sedetik kemudian dia langsung mencubit gemas keponakannya itu.

" Ayah jangan ganggu Asilah". Aku hanya tersenyum melihat Aland yang dimarahi oleh Asilah. Jauh dalam lubuk hatiku yang paling dalam terbesit harapan jika yang sedang bercanda gurau dengan Asilah sekarang adalah ayah kandungnya. Aku hanya menghela nafas kenapa juga aku bisa memikirkan lelaki itu setelah sekian lama, mungkin ini hanya pengaruh mimpi semalam.

" Ayah kan kangen dengan pipi gembil Asilah". Kulihat Asilah yang membuang muka tidak memperdulikan ucapan Aland, dan kembali lahap memakan buburnya.

" Kak sepertinya putri kecilmu ini sudah mulai belajar cuek". Aland hanya geleng-geleng menatap Asilah yang sama sekali tidak memperhatikan apa yang Aland ucapkan. Terkadang aku berpikir bahwa putriku ini lebih dewasa dari umurnya. Tapi inilah pemandangan yang paling indah menurutku, melihat dua orang yang sangat ku sayangi saling berbagi kasih, aku rela mengorbankan apapun demi mereka bahkan nyawaku sekalipun.

Setelah kami bertiga selesai sarapan, aku pun bersiap-siap untuk ke kantor. Aku adalah direktur di perusahaan tempatku bekerja tak hentinya aku mengucap syukur atas apa yang telah kucapai saat ini tentu saja itu tidaklah muda banyak waktu dan pengorbanan yang kulakukan untuk sampai ke jabatanku sekarang.

Setelah aku selesai aku membantu Asilah untuk berpakaian dan tak lupa juga menyiapkan keperluan Asilah untuk satu minggu ke depan, mulai dari pakaian sampai ke makanan dan minuman serta vitamin apa yang harus di konsumsi anakku selama kutinggalkan.

" Aland kau sudah siap?. Aku memanggil Aland dari luar kamarnya.

" Sudah kak, ayo berangkat". Aland mengambil Asilah dan langsung di gendongnya menuju mobil, tapi sebelum dia memasukkannya aku menghujani pipi dahi dan bibir anakku dengan ciuman, aku benar-benar sulit untuk meninggalkannya. Dan demi pekerjaan aku harus rela berjauhan dengannya, semoga suatu hari nanti Asilah akan mengerti bahwa aku melakukan semua ini hanya untuknya.

" Asilah jangan nakal yah nak, harus nurut sama Ayah". Aku yang memang dasarnya cengeng sudah berkaca-kaca, air mataku segera kuhapus sebelum jatuh ke pipi karena aku tak mau Asilah juga ikut menangis karena melihatku menangis.

" Kakak tenang saja, Asilah akan baik-baik saja. Jaga dirimu". Aland menepuk pundakku, dan kupeluk dia sebentar. Setelah itu kami memasuki mobil masing-masing dan berjalan beriringan lalu terpisah di depan gerbang kompleks perumahan tempat kami tinggal.

Kebahagiaan tidak hanya dilihat dari materi tapi juga kehangatan keluarga.

Luka Aina (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang