Christoffel

21 1 5
                                    

Tuts-tuts mesin tik kuno itu bergerak. Menimbulkan suara gaduh ditengah malam. Bunyi tik tik tik tik dengan ritme yang sangat cepat terdengar cukup berisik. Kertas berhamburan di udara. Seakan tak pernah ada habisnya. Cok Ngurah Ketut berdiri terpaku. Ia tidak ingin memercayai apa yang dilihatnya. Perlahan-lahan ia mendekati mesin tik kuno itu. Seketika itu juga mesin tik berhenti. Ditariknya selembar kertas dari mesin tik. Tertulis disana C H I S TO F F E L. Lalu Cok Ngurah jatuh pingsan.

***

Sebagai seorang pekerja kantoran, Cok Ngurah Ketut sangat menyukai hal-hal berbau seni. Terutama seni kerajinan tangan. Aneh memang. Di saat orang-orang sibuk bekerja di kantor dari pagi hingga malam, Cok Ngurah masih saja memiliki selera seni dalam darahnya. Sesekali ia dan keluarganya mengunjungi galeri-galeri seni yang ada di daerah Tabanan. Tempat ia tinggal saat ini. Rasa hausnya akan seni bisa dibilang cukup besar. Ketika ia mendapat tugas kantor untuk meliput berita kedatangan duta besar Arab ke Malaysia, ia masih saja menyempatkan diri untuk berburu barang-barang antik. Alhasil, kini dirumahnya penuh dengan barang antik bernilai tinggi. Pahatan patung Dayak, lukisan Basuki Abdullah, satu set perlengkapan musik gamelan berjejalan di ruang tamu. Tamu yang berkunjung ke rumahnya pasti akan mengira bahwa Cok Ngurah memiliki usaha jual beli barang antik.

"Oh tidak, saya tidak menjualnya. Ini semua adalah koleksi pribadi saya sejak saya masih kuliah dulu." begitu ucapnya ketika seorang kolega berkunjung ke rumahnya suatu hari.

Cok Ngurah dan keluarganya mengunjungi sebuah galeri seni yang baru dibuka di daerah Tabanan. Tak jauh dari tempat tinggalnya. Suasananya sangat ramai karena hari itu bertepatan dengan hari libur nasional. Alunan musik gamelan Jawa menyambut kedatangan mereka. Dua orang pelayan berdiri didepan pintu sambil tersenyum.

"Silakan masuk Tuan," sapa mereka.

Sementara ia melihat-lihat koleksi barang antik disana, Cok Ngurah menyuruh istrinya untuk mengajak anak-anaknya berkeliling. Agar ia bisa leluasa memilih barang antik yang disukainya. Ia berjalan menuju sebuah etalase besar berisi berbagai jenis patung kayu dan keris. Memang, galeri seni ini khusus menjual barang-barang antik khas Jawa. tak hanya itu, replika busana Raja-raja Jawa dan para permaisurinya pun ada di Galeri Keraton. Tempat Cok Ngurah berada saat ini.

Langkah Cok Ngurah terhenti. Pandangan matanya menuju pada sebuah benda berbentuk kotak diatas meja. Terlihat usang tapi masih bersih terawat. Benda itu bertuliskan CORONA 1926. Berwarna coklat mengkilap. Ia memandangi benda itu dengan teliti. Ada sesuatu yang membuatnya tertarik mendekat. Ia memandangi mesin tik itu sekali lagi. lalu menyentuhnya perlahan. Seketika aliran darahnya berdesir hebat. Jantungnya berdetak cepat. Ia seperti baru saja bangun dari pingsan.

"Selamat pagi Pak, ada yang bisa kami bantu," sebuah sapaan ramah mengejutkannya. Mengembalikan kesadarannya secara penuh."Oh maaf. Saya hanya ingin melihat-lihat barang ini saja. Tidak ada yang perlu dibantu."

Cok Ngurah lalu pergi meninggalkan pelayan itu. Ia bergabung bersama istrinya yang sedang asyik melihat-lihat koleksi replika busana Raja-raja Jawa. "Ayo bu, kita pulang." ucap Cok Ngurah.

Mereka berjalan meninggalkan Galeri Keraton yang mulai dipadati pengunjung. Ketika tiba di pintu utama galeri, seorang pelayan toko menyerahkan sebuah kartu nama kepada Cok Ngurah. "Terimakasih Tuan, silakan datang lagi." ucap mereka ramah.

***

Cok Ngurah menyerah juga, kartu kreditnya berpindah tangan ke seorang kasir cantik berbusana adat Jawa."Terimakasih atas kunjungannya. Ini kartu kredit Anda. Pelayan kami segera membungkus barang Anda. Barang bisa diambil disebelah sana. Terimakasih dan selamat datang kembali." ucap wanita itu ramah.

ChristoffelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang