Chap 4

2.8K 260 8
                                    

Sorry for the typo 🙏🙏 enjoy the story and happy reading 🤗🤗.. jangan lupa klik ⭐ nya ya...

___________________________________________

GIBRAN meletakkan tas kerjanya di atas lemari kecil yang ada di samping rak sepatu. Mendudukkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di sana dan meletakkan ponsel yang sudah dia nyalakan ke mode speaker ke atas meja dimana ia meletakkan kunci mobilnya.

"Daddy sudah bilang sejak awal kalau daddy tidak setuju kamu bekerja sebagai dokter. Kenapa kamu masih saja kukuh, Gibran?"

"Daddy sudah berjanji kalau daddy tidak akan mempermasalahkan ini. Ini pilihan Gibran, jadi terima saja. Lagipula bukannya anak daddy yang lain sudah siap menggantikan daddy di perusahaan?" ucapnya datar seraya memasukkan sepatu ke dalam lemari dan melangkah semakin dalam ke apartemen.

"You know how your brother. Daddy tidak bisa percaya dia. Bukannya membuat perusahaan semakin berkembang, dia hanya akan membuat kekacauan." Ucap pria yang berada di belahan negara lain itu dengan nada lelah.

"Gibran gak peduli." Jawab Gibran masih dengan nada tak acuhnya. Ia berjalan menuju nakas, mencari kopi dan memasukannya ke dalam coffee maker sebelum masuk ke dalam kamar dan melepaskan pakaiannya. "Gibran gak mau lagi ikut drama keluarga daddy. Kalau daddy menghubungi Gibran hanya untuk curhat, cari waktu yang lain saja. Gibran baru pulang kerja dan Gibran capek."

"Gibran. Please help me." Mohon pria itu lagi dengan nada memelas.

"Big No Daddy. Gibran capek. Mau makan terus tidur. See you. Salam untuk si bungsu." Dan Gibran memutuskan untuk menutup telepon.

Gibran masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan dirinya dan berpakaian dengan nyaman. Setelah itu ia kembali ke dapur, mengambil kopinya yang masih mengepul hangat dan duduk di depan meja bar nya seraya membuka laptop dan memantau pekerjaan sampingannya yang sudah ia geluti selama lima tahun terakhir.

Ya. Semua orang di sekitarnya mengenal Gibran sebagai seorang dokter, tapi tidak banyak yang tahu bahwa selain mendedikasikan dirinya menjadi seorang dokter, Gibran juga memiliki beberapa usaha yang ia jalankan bersama teman-temannya.

Mampu? Tentu saja Gibran mampu. Jika dia tidak mampu, mana mungkin ayahnya terus memaksanya untuk meneruskan usaha keluarga.

Semampu dirinya dulu mendapatkan dua gelar sekaligus di bidang bisnis dan kedokteran.

Ya, tidak banyak juga yang tahu kalau Gibran memiliki dua gelar sarjana.

Setelah lulus sekolah menengah atas dulu, Gibran 'diminta' untuk melanjutkan kuliah ke jurusan bisnis. Namun bisnis sebenarnya bukan passion nya. Entah mungkin darah ibunya lebih kental daripada ayahnya, Gibran lebih memiliki minat di jurusan kedokteran. Dan dia mendaftar di dua fakultas di waktu yang bersamaan.

Sulit? Ya, cukup sulit memang. Yang membuat sulit adalah pengaturan waktunya karena dari segi otak, Gibran jelas lebih dari sekedar mampu untuk mengemban semua mata pelajaran di kepalanya. Meskipun pada akhirnya, menyelesaikan kuliah di jurusan bisnis memerlukan waktu yang lebih lama karena ia memilih lebih fokus di jurusan kedokteran.

Setelah lulus kuliah, Gibran sempat diminta untuk membantu ayahnya, namun kembali dia merasa tidak nyaman menjadi seorang pebisnis yang seharian duduk di balik meja untuk mengembangkan visi misi perusahaan dan mencari cara bagaimana mendapatkan keuntungan. Gibran butuh aksi, dia butuh lebih dari sekedar duduk manis. Itulah kenapa ia memilih untuk pergi meninggalkan ayahnya dan benar-benar memfokuskan diri bekerja sebagai dokter meskipun hal itu mendapatkan pertentangan besar dari sang ayah.

My Doctor, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang