26. Die For You

3.2K 389 106
                                    

"Chanyeol! Kau tetap tidak mau mengatakan apapun padaku?" Aku berteriak frustrasi pada lelaki yang tidak berniat menjelaskan apa pun padaku. Dia benar-benar tidak berbicara barang satu kata pun setelah aku gila-gilaan menyeret keluar wanita yang entah siapa itu.

Chanyeol berbalik. Pria itu mengangkat alisnya begitu menatapku.

"Aku istrimu, Kim Chanyeol! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku!" teriakku putus asa. Rasanya aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Dadaku kelewat sesak. Mendadak ruangan ini membuatku kesulitan bernapas.

"Hanya karena kita menikah atas permintaan orang tuamu, bukan berarti hatiku tidak bisa sakit! Kau berbuat sesukamu setelah sekian lama aku bersamamu di sini." Air mataku turun semakin deras. "Bagaimana bisa kau sejahat ini, hah?"

Chanyeol masih menatapku datar. Tidak ada ekspresi berarti yang pria itu tunjukkan. "What actually do you wanna say?" tanyanya terdengar dingin.

Aku sontak menaikkan pandanganku. Perlahan melangkah mendekat pada Chanyeol. Atensiku sama sekali tidak bisa lepas dari manik kecoklatan yang selalu aku suka. Pandanganku buram karena air mata yang menumpuk, namun aku tetap menatapnya.

"I love you," lirihku. Tanganku bergerak mengusap pipi pria itu. "Aku mencintaimu, Kim Chanyeol."

Chanyeol seperti sudah profesional sekali dalam mengatur ekspresi. Pria itu masih setia dengan raut datarnya. Tidak menunjukkan keterkejutan sedikitpun.

Dan jauh dari yang kuharapkan, ia malah tertawa hambar. "Kau kasihan atas apa yang terjadi padaku?" tanyanya yang membuatku menatapnya tidak mengerti. "Aku tidak selemah yang kau pikirkan. Aku sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu. Keluargaku tidak benar-benar berarti, jadi itu tidak menyakitiku separah yang kau pikir."

"Chan--"

"You don't know me, don't even know anything about me. That's why you can say "i love you" as easily as that."

"But Seungwan...," Chanyeol menjeda kalimatnya. "Saying that you love me won't change anything."

"Chanyeol...."

"You know very well that I will never trust you."

"Chanyeol!" Aku berteriak. Kehilangan kemampuan untuk mengontrol emosi.

"Aku selalu berusaha menurut dengan semua perkataanmu, keinginanmu, dan permintaan anehmu yang tidak beralasan. Aku bahkan tidak diberikan kesempatan untuk menolak bahkan jika aku ingin." Air mataku mulai turun lagi. Kurasa mulai deras karena terlalu sesak dalam dadaku. "Aku tidak pernah meminta apapun padamu! Tapi kau memperlakukanku seperti aku ini benar-benar tidak ada!"

"I hate you! I hate you so fucking much!" Aku semakin berteriak. "You fucked that bitch in my fucking home! Where is your fucking brain, huh!" Suaraku benar-benar serak, nyaris hilang.

"Kau mungkin melihatku sudah terbiasa dengan kelakuanmu dan kau pikir rasanya tidak sakit, begitu? Bahkan jika aku tidak memiliki perasaan apapun padamu rasanya akan tetap sakit, Chanyeol! Apalagi aku punya itu. Aku punya cinta untukmu. I'm truly madly deeply fall in love with you, if you don't know it, Kim Chanyeol. Your wife loves you that much!"

Aku melihat Chanyeol diam tidak berkutik. Pria itu masih sama. Rautnya tetap datar sementara aku sudah dibanjiri air mata hingga penglihatanku tidak lagi jelas.

"What the shit are you talking about?" tanyanya dingin.

Dan aku sontak mendongak hanya untuk melihat raut wajahnya. Pertanyaannya barusan bukan hanya menusuk pendengaranku. Aku merasakan sakitnya hingga jauh ke dalam hati kecilku dan tubuhku ikut hancur karenanya. Dari semua yang kukatakan padanya dengan penuh emosi, Chanyeol masih mengira bahwa diriku tengah mengatakan omong-kosong?

Chanyeol merendahkanku. Pria itu meremehkan semua kata-kataku.

Aku sudah kehilangan kekuatan saat pria itu masih berdiri memandangku. Kedua kakiku terasa lemas dan aku tidak kuat untuk berdiri. Tubuhku benar-benar kehilangan keseimbangan dan aku menjatuhkannya pada akhirnya.

Aku Im Seungwan. Tidak pernah membayangkan bahwa pria yang kunikahi bukan karena cinta ini benar-benar bisa menghancurkanku hingga sehancur ini. Chanyeol melakukannya dengan baik tanpa perlu bertindak terlalu banyak. Aku seperti melemparkan tubuhku sendiri agar dihancurkan olehnya karena hati dan otakku sama-sama menginginkannya.

Suara tangisku semakin menggila karena rasanya sesak sekali. Aku sudah berkali-kali mengatakan bahwa aku mencintai Chanyeol. Dan baru kali ini aku sungguh menyerah. Seperti ini akan menjadi terakhir kalinya karena rasanya aku sudah putus asa. Aku mengungkapkan semuanya dan Chanyeol tetap sama.

"You better stop crying," katanya dingin. Pria itu mendudukkan dirinya di sofa, menghisap rokoknya dalam-dalam sambil menatap berbagai arah. Tidak lama kemudian, tatapannya terarah padaku sebelum melangkah mendekat.

Tak sedikitpun aku mengalihkan perhatianku dari pria yang baru saja berlutut di hadapanku ini. Dadaku semakin sesak mana kala sepasang mataku mendapati beberapa tanda kemerahan di sekitar dada pria itu. Ia benar-benar tidak keberatan memperlihatkan sisa-sisa bercintanya dengan wanita lain.

Kim Chanyeol, apa artiku untukmu!

Ingin sekali rasanya meneriakinya begitu. Tapi kemampuanku untuk berbicara seketika hilang ketika tangannya yang dingin meraih daguku, menyatukan bibir kami.

Aku selalu membenci Chanyeol jika tidak menjelaskan apapun padaku. Aku membenci pria itu ketika yang pria itu lakukan hanya menciumku untuk memberi tahu apa yang tengah ia rasakan.

Tapi pada akhirnya, aku terus saja memakluminya.

"Aku mencintaimu," kataku saat ia melepaskan tautan bibir kami. Ia masih begitu dekat denganku. Kening kami masih menempel, pun deruh nafas Chanyeol begitu terasa.

"Say it as much as you want," balasnya. Tangannya masih menekan daguku. Bak tidak ingin aku menjauh barang satu inci pun. "Listen it, everyone has their limits. Dan kau akan mencapai batas lelah mengatakan itu jika kau tau satu hal." Chanyeol menggeram.

"I've done something wrong in the past. Something that you won't forgive. Something that will be your reason for stopping loving me."

Aku menggeleng. Aku tidak akan melakukan itu. Apa dia pikir berhenti mencintai seseorang semudah memberhentikan kendaraannya saat dia ingin?

"Aku mencintaimu," kataku putus asa.

Bibi Kim pernah mengatakan bahwa putranya ini mencintaiku, hanya saja ia tidak bisa mengatakannya. Chanyeol selalu kaku dalam berekspresi dan itu adalah alasannya mengapa ia tidak menyatakan perasaannya.

Tapi aku sudah hidup bersama dengannya. Aku mulai memahaminya. Dan aku menyimpulkan sendiri.

Chanyeol tidak mencintaiku.

Karena jika ia mencintaiku, mustahil pria itu menyakitiku. Bercinta dengan wanita lain saat aku tidak ada.

Dan untuk ke sekian kalinya, Chanyeol tidak membalas. Pria itu memilih bungkam.

Then he pulled me back, pressed his lips against mine, before crushing it like he was showing his despair.

Tangannya bergerak menyelipkan rambutku ke belakang, menarikku semakin dekat. "Luhan benar, aku yang menghancurkan Jeon Sena," bisiknya. "And she is ... your twin."

***

Huhu pendek bener ye kan. Aku cukup kesulitan cari mood & waktu buat nulis sampe mikir dah lah aku stop aja duluuuuu.

Aku lagi sibuk"nya merevisi naskah ini. Pokoknya perbedaan versi wp dan novel bakal aku jelasin nanti okay.

Selamat berpuasa utk yg menjalankan❤

Bite The Bullet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang