"Apakah kau tidak bisa menundanya untuk hari ini saja? Kau lupa ini hari jadi kita yang ke satu bulan, Harry." Aku mendesah kesal ketika melihat wajah acuh Harry, "alright. Kau lebih mementingkan tugas dari pada aku, iya 'kan?"
"Al stop." Aku membuang pandanganku ketika Harry mulai merapatkan jarak antara aku dengannya, "look aku minta maaf, aku tidak bermaksud. Tapi tugas ini sangat penting Al, aku bisa-bisa tidak lulus mata kuliah yang menyebalkan ini."
Aku mendorong tubuhnya yang tinggi menjulang dan menatap mata yang berwarna hijau itu dengan pandangan menantang. "On point Harry Styles, kau lebih mementingkan tugas dari pada aku. Better you leave me now."
Harry mengendikkan bahu dengan gaya cuek lalu berlari menjauh dariku. Gila, bisakah sedikit saja dia bersikap manis kepadaku? Tidakkah dia ingat dulu perjuangannya untuk mendapatakanku? Seharusnya aku dan dia memang tidak perlu terikat hubungan apapun. Apapun.
-
Harry Edward Styles, sahabatku semasa kecil. Kami berdua tumbuh bersama, menjalani masa kecil bersama, sampai pada saatnya aku dan Harry sadar bahwa aku dan Harry mempunyai perasaan yang lebih dari seorang sahabat.
Saat itu aku dan Harry berumur delapan belas tahun, sikapnya kepadaku tak sekasar ketika kami masih kecil, dia begitu lembut, penuh perhatian. Dan tatapannya kepadaku begitu berbeda.
Sama, hal itu juga yang ku berikan kepada Harry. Kami sering merasa canggung jika berdekatan, bahkan degup jantungku sama sekali tidak bisa berhenti untuk tidak berdetak dengan cepat. Tapi aku mengabaikkanya, aku kira semua itu akan hilang.
Menginjak usia dua puluh tahun, tepatnya sebulan yang lalu. Aku dan Harry masih terus bersama-sama, bahkan kami berdua sangat dekat. Tentu saja tanpa ada status apapun. Sampai pada akhirnya aku dan Harry terlibat perbincangan serius.
Dia memintaku untuk jujur tentang perasaanku kepadanya, aku tidak bisa berbohong. Sepasang mata berwarna hijau kristal itu terus menatapku dengan tajam. Dan pada akhirnya kami saling mengetahui kalau aku dan dia mempunyai perasaan yang sama.
Lovely, right?
Seminggu umur hubungan kami terasa begitu menyenangkan, dengan Harry yang begitu manis dan perhatian. Tapi, itu semua tidak berjalan lama, beberapa minggu kemudian dia menghilang, tanpa kabar. Alasannya sepele.
"I didn't charge my carrier."
Aku berusaha sabar. Mungkin Harry benar-benar sibuk pada saat itu. Puncaknya adalah hari ini, sebenarnya aku bukan tipe wanita yang ingin merayakan hari jadinya setiap bulan, aku hanya ingin untuk pertama kalinya aku dan Harry jalan berdua.
Kalian pasti tidak percaya, selama satu bulan aku dan Harry berpacaran tidak ada yang namanya kami jalan berdua, Harry lebih sibuk dengan tugasnya, sementara aku? Hanya menunggu sama lelaki keriting itu selesai mengerjakan tugasnya. Kadang aku bingung, kenapa dulu aku menerimanya?
"Alli! Ada Harry di bawah cepat turun."
Aku memutar kedua mataku, lalu menyingkap selimut yang membalut tubuhku. Di luar sudah mulai turun salju. Dingin? Sangat. Jika boleh jujur aku lebih memilih bergelung di balik selimut dari pada bertemu seorang Harry Styles.
"Ada apa?"
"Aku ingin minta maaf." Aku menghela nafasku dengan malas, lalu menjatuhkan badanku tepat di sampingnya, "c'mon Al, kau tahu 'kan? Aku butuh mengerjakan tugas itu. Masalah kita pergi bisa di tunda lain hari. Jangan bersikap seperti anak kecil."
"Anak kecil?" Aku tertawa sumbang, "Harry Styles, listen to me. Aku tidak pernah bertingkah seperti anak kecil. Aku hanya ingin di hari jadi kita yang pertama kau dan aku pergi berdua, sekedar untuk merayakan. Bahkan aku tidak pernah marah jika kau selalu menolak ajakanku, dan sekarang kau berkata sikapku seperti anak kecil? Oh my god."
"Jadi kau menyalahkanku?"
"Berfikirlah terus jika aku yang salah dan aku yang menyalahkanmu, Styles." Bisa ku lihat rahang Harry mulai mengeras, siapa perduli? Maksudku apa perduliku? He's not even my boyfriend, again, "lebih baik kau dan aku sudahi saja hubungan omong kosong ini. Kau dan aku, bukan pasangan lagi, kau dan aku hanya teman kampus yang kebetulan kenal, get it?"
"Tapi Al-"
"Time up," aku berdiri dan membuka pintu rumah, menyunggingkan senyum sinis yang biasa aku berikan, "aku mengantuk bisakah kau pulang? Tidak baik bertamu sampai larut di rumah seorang gadis. Please."
Dan dengan itu aku melihat punggung besar itu pergi menjauh dari rumahku. Aku tahu aku sangat kasar, aku sudah tidak tahan lagi. Kalian semua akan mengerti jika kalian semua berada di posisiku.
Menyesal?
Tidak akan pernah, mengerti?
Our relationship was bullshit.
-
Memang tidak ada yang lebih menjelkelkan selain tidak bertegur sapa dengan sahabat dekatmu sedari dulu, sungguh ini menyakitkan, melihat Harry mendaptkan teman baru dan tertawa bersama di sana, Ah! Ingin rasanya aku menjambak rambut keritingnya yang tidak jelas itu.
"All?" Aku menoleh dan mendapati Harry tengah berdiri di belakangku, sial! Sial! Kenapa tiba-tiba pipiku memerah, ini aneh, tidak jelas, hormonku sudah rusak, gah! "Hey! Look, kau blushing tanpa alasana yang jelas, apakah ini karena aku?"
Aku menatapnya malas, Harry menghela nafas.
"Aku minta maaf Al, sungguh," oh bisakah lelaki keriting ini tidak mengenggam tanganku? Sial. sial, aku ingin pingsan, "maaf aku sering menyalahkanmu, aku memang bodoh. Aku egois, Al. Bahkan kau dan aku belum pernah berciuman, benar 'kan?"
Holy shit, Harry. Untuk apa kau menanyakan itu?
"Nah, aku ingin memperbaiki semuanya dari awal, Allison." aku menegak ludahku dengan tercekat, tatapannya, hembusan nafasnya, suaranya yang berat. Satu yang ku tahu, dia bersungguh-sungguh dalam ucapannya, "aku tidak akan mengecewakanmu lagi. I swear on Styles's life."
Ingin rasanya aku menampar diriku sendiri untuk tidak mengiyakan kata Harry dan tersenyum. Tapi malah yang terjadi aku mengangguk dan tersenyum lebar. Oh, look Allison Hernandez gadis tomboy yang keren kalah dengan rayuan maut milik seorang Harry Styles, what a shame, Al.
"Okay. ." Harry mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku sebenarnya ingin menampar wajahnya dan berlari sejauh mungkin, tapi, seakan tubuh ini membeku, I can't control my self. Jadilah, aku memejamkan mataku, bersiap-siap ketika bibir merah mawar itu menghujam bibirku. Siap-siap Allison.
"Hey, moron. Kenapa kau melamun seperti itu?"
The heck? Sedari tadi aku melamun? Aku berkhayal? Aku berkhayal?!
Oh. Allison, kau gadis cupu, culun, anti-sosial yang menyukai Harry seorang anak populer, keren, tampan dan kaya sejak umur delapan belas tahun. Karena tidak kesampaian, kau sampai menghayal seperti ini.
Sungguh, memalukan.
"Aku tidak melamun, Ann. Kau bercanda."
Berbohonglah terus, Allison.
-
HI THERE!!!!
Maaf buat ngaretnya ya bener-bener aku blank, aku kena writer block :( duh, maaf ya? Maaf juga alurnya gak sesuai sama apa yang kamu harapin, but I don't want to take it so loooong, jadi beginilah.
Semoga kamu suka ya!
For payment, vote and comment my story called devil's face, makasih ya <3
Hug and kisses,
Z x
KAMU SEDANG MEMBACA
Stockholm Syndrome; one shots
RandomHi this is one shot update by request. If you want to request go to form one. Open [ ] Closed [❌] Copyright by -eaton