Bukti

0 0 0
                                    

Matahari sudah memalingkan wajahnya ke sisi bumi yang lain beberapa jam yang lalu, menyisakan gelap disisi yang lain. Bulan malu-malu muncul diantara bintang-bintang, menghibur dinginnya bumi malam itu. Hujan sepanjang siang tadi menyisakan sejuk sampai ke tulang. Daun-daun basah membuat suasana terasa sendu.

Diantara dinginnya malam, diantara bintang dan bulan malu-malu malam itu, seorang wanita dengan hati gundah berdiri terpaku menghadap dinding kaca besar yang membuat pandangannya lurus ke keramaian di pusat kota. Lampu-lampu kota terlihat indah. Tapi matanya kosong saja. Tubuhnya letih, perasaannya terluka, logikanya memaksa menerima.

Kisah ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Alurnya kusut, ujungnya apalagi. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam kisah ini. Hingga siapapun tak berhak marah dan  tidak ada yang berhak menanggung kemarahan.

Malam semakin larut, kantor sudah sepi. Akhir-akhir ini, lembur menjadi menarik. Menghabiskan waktu, tenggelam dalam kesibukan. Malam ini, daun-daun basah membuatnya enggan melangkah pulang. Tubuhnya berdiri tegak, tangannya menggenggam tas yang tersampir dibahunya.

"Mbak Kiya belum pulang?" pak Joni, satpam kantor tempatnya bekerja menyapa.

"Iya ini mau pulang, pak" Kiya mengembangkan senyum sopan.
Kiya menghela nafas sebelum melangkah pulang, semoga lukanya segera sembuh.

Teleponnya berdering, nomor baru.

"Halo, Kiya ini ibuk" suara wanita paruh baya itu terdengar letih diujung sana.

"Iya, buk. Ada apa?"

"Kenapa tadi gak jadi datang? Reyna udah nungguin loh..." suaranya lembut, terdengar menyedihkan.

Kiya terdiam, tak punya jawaban.

"Kiya banyak kerjaan ya?"

"iya buk, besok Kiya sempatkan ya buk. InsyaaAllah, Kiya pasti datang"

"Iya, makasih ya nak"

"Sama-sama, buk"

Telepon terputus. Sepi. Hatinya kembali hancur lebur. Air matanya memenuhi rongga mata, sakit. Entah bagaimana kisah ini akan berakhir, entah siapa yang akhirnya terluka atau bahkan mati.
Kiya telah mengenal Reyna hampir setengah umurnya. Mereka bersahabat sejak SMA, kemudian kuliah di universitas yang sama, meski dijurusan berbeda tapi tinggal di kos yang sama. Persahabatan mereka membuat keluarga satu sama lain juga saling mengenal. Tadi, yang baru saja menelepon adalah ibunya Reyna, ibu Santi.

Sebenarnya persahabatan mereka sempat menghilang setelah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi. Reyna hilang tanpa kabar, sedangkan Kiya memilih bekerja di sebuah perusahaan swasta di ibu kota. Reyna menghilang, kisahnya juga hilang, hilang begitu saja.
Hingga akhirnya sekitar dua bulan yang lalu, Reyna beserta cerita hidupnya kembali singgah di kehidupan Kiya. Ibunya menelepon, memberi kabar tentang Reyna. "Kiya, Reyna kemarin di vonis kanker hati, nak..." Suara ibunya terputus berganti tangis sesunggukan diujung telepon. Kabar ini begitu melukai Kiya. Bukan hanya karena sahabatnya yang kini sakit keras, tetapi mungkin hatinya juga akan hancur tak berbentuk.
Sejak saat itu Kiya beberapa kali menjenguk sahabatnya itu di rumah sakit. Bertukar cerita, memberi semangat. Reyna semakin hari semakin kehilangan tenaga, bersamaan dengan semakin peliknya kisah mereka. Kiya, Reyna dan seorang lelaki jangkung yang telah membuat kisah ini semakin pelik.

Kiya menghela nafas kembali. Beban di hatinya tak berkurang barang setitik. Malah terasa semakin sesak di dada. Sudahlah. Kiya memilih melangkah pulang.

***

Pagi cepat sekali bertamu. Rasanya Kiya baru saja tertidur. Kantuknya masih tertinggal di kelopak mata, tapi semua harus segera dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Usaha Menjaga RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang