Prolog

29 5 0
                                    

Aku tidak pernah memilihnya untuk menjadi satu-satunya orang yang akan aku minta pada Tuhan. Tak terfikir sekalipun untuk menjadikannya seseorang yang menetap di hati. Namun ternyata semesta telah menjatuhkanku hingga begitu dalam di dasar hatinya. Aku terperangkap sampai-sampai aku tidak bisa menemukan jalan keluar. Yudisthira Agung Himawan, aku nyaman. Aku memilih menetap meski aku tau ini salah. Bukankah cinta itu fitrah? Jadi tidak salah kan selama itu masih dalam batas wajar.

Sampai suatu hari aku merasa dia sudah menjadi milikku, tapi aku salah. Keadaan memaksa kita untuk tidak lagi berjalan bersama.

"Selamat! Semoga amanah. Aku tidak apa-apa. Jalanku masih panjang, masih banyak kesempatan untukku. Tetap semangat meski tidak dengan aku." Dengan senyum yang dipaksakan, aku tau dia sedang menahan air mata agar tidak terlihat lemah didepanku.

"Aku ngga bisa, kita udah janji untuk sama-sama. Bagaimana aku bisa berjalan tanpamu?" Dengan suara lemah dan mulai terisak aku bicara.

Semakin hari dia semakin menjauh. Aku tau dia sengaja menjauh dariku yang mungkin untuk mengobati kekecewaanya. Dan aku biarkan dia sampai kembali baik. Karena aku tau dia butuh waktu sendiri

Akan tetapi, Tuhanlah yang memegang kuasa atas segalanya. Termasuk hati dan perasaan manusia. Terkadang kita mencintai untuk tahu sakitnya pengharapan. Menjadi kuat saat tidak seorang pun tau rasanya kehilangan. Seringkali yang di terima tidak sesuai dengan apa yang diminta. Pun yang diberi tidak selamanya akan selalu diterima dengan baik.

"Terimakasih dis, jangan berubah." adalah kalimat yang tidak disangka akan menjadi kalimat perpisahan. Dia pergi, bahkan berusaha menghindar saat bertemu. Kita usai. Bahkan saat sebelum kita memulai.


AGUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang