Pt. VII

45 4 0
                                    

Setelah melepas kepergian Mas Danish di bandara, aku memutar balik stir mobil menembus jalanan yang terbilang masih lengang. Aku menyusuri jalanan yang diapit dengan pohon-pohon besar yang rindang, membuat udara terasa sangat sejuk. Aku mengenakan midi dress yang kubalut dengan sweater model turtleneck berwarna putih yang cukup tebal. 

Pakaian kerjaku sudah kugantung di dalam mobil beserta peralatan make-up. Kuhela napas kasar saat kudapati sosoknya berjalan mendekati arah mobilku. Ya, siapa lagi kalau bukan Harshad. Gila nih, orang! batinku.

"Rhe, gue minta waktu lo sebentar." masih mengikutiku hingga masuk ke dalam lobi.

"Lo nggak liat ini jam berapa? Waktunya gue kerja. Jangan ganggu gue, Shad! Minggir lo! Gue bakal panggil keamanan kalo lo masih ganggu gue!" ancamku. 

"Gue bakal tunggu sampai lo pulang, Rhe!" Harshad pun tak lagi mengikutiku. 

Kututup pintu ruanganku, dengan segera mengganti pakaian dan memoles wajahku. Setelah selesai, kubuka pintu lalu sekretarisku langsung memberikan map berisikan jadwal klien yang akan datang hari ini. Benar-benar padat, hingga aku lupa untuk sarapan. 

Setengah hari berlalu, kulihat jam tanganku, waktunya makan siang. Aku turun menuju kantin, kupesan mie ayam bakso yang selalu menjadi pilihan terakhir ketika aku sibuk. Baru tiga suapan, nafsu makanku hilang  saat kulihat sosok Harshad sedang memperhatikanku dari kejauhan. Aku beranjak pergi, kembali ke ruanganku. 

***

Rhea masih bersikap dingin dan mengancam akan memanggil petugas keamanan untuk mengusirnya. Harshad pun memilih nurut dan menunggu Rhea pulang kerja. 

Jam sudah menujuk pukul 8 malam, Rhea masih belum beranjak dari ruangannya. Lampunya masih terang benderang, ntah apa yang sedang dia selesaikan. 

Beberapa menit kemudian, Rhea sudah mengunci pintu ruangannya dan pasti dia akan pulang. Suaminya, tidak menjemputnya, karena sedari tadi sosoknya tidak terlihat hadir.

Sekarang saatnya, batinnya berbisik. Dia berjalan mengikuti Rhea dari belakang menuju parkiran mobil. Rhea nampak jalan terhuyung saat akan membuka pintu mobilnya. 

"Rhe, lo kenapa?" Rhea jatuh pingsan dan tanpa pikir panjang Harshad langsung membawa Rhea masuk ke dalam mobil menembus jalanan malam menuju ke apartemen yang ditempatinya.

Harshad sangat sadar, setelah Rhea bangun, dia pasti akan semakin benci dan akan menganggap dirinya sudah mati. Harshad merasa ini adalah kesempatan langka, kapan lagi bisa sedekat ini dengannya. Melihat wajahnya yang memang cantik tanpa adanya polesan make-up sekalipun.

Ini gila!  pikirannya buntu. Sudah seharusnya dia sadar kalau Rhea hilang dari hidupnya, dia bukanlah apa-apa. "Untuk apa gue hidup? Kelana? Gue cinta sama dia, nyatanya kehilangan Rhea mampu menyisakan ruang kosong dan dingin di sana. Rasanya nyata dan berlubang." katanya.

Oh, Rhea! Kenapa kita harus bertemu ketika lo sudah menikah?  sambil menggaruk bagian kepala yang tidak terasa gatal. Tubuh Rhea panas dingin, keringatnya sudah mengalir ke sekujur tubuhnya. Mau tidak mau, Harshad memaksakan diri untuk mengganti kemejanya dengan kaos yang kepunyaannya. 

"Sorry, Rhe!" bisiknya.

AUREA : Two Old Souls [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang