"Faried, ayo bangun, tahajud!"
"Hmm..? Iya kak." Aku memaksakan diri, sebenarnya masih berat, dinginnya malam menambah kemalasanku untuk bangkit. Brrr..
"Eeehh.. Tidur lagi, katanya minta dibangunin jam 3 buat shalat tahajud.."
Ya, sepeninggal ibuku, aku tinggal bersama kakak terbesarku, Kak Hisyam. Umurnya tidak berbeda jauh dariku, hanya berbeda 2 tahun. Oh, iya, aku belum menceritakan tentang ayahku.
Ayahku adalah seorang relawan kemanusiaan, tahun 2017, ia bertugas pergi meninggalkan keluarga untuk berkorban, membantu mereka yang membutuhkan, tapi sampai saat ini, tak pernah terdengar kabar tentangnya. Ya...mungkin Inilah kehidupan keluarga kami, mungkin hikmah dari ujian ini adalah untuk menambah kemandirian kami, dan tidak mudah bergantung pada orang lain.Seperti biasa, kami mengawali hari kami dengan shalat tahajud, seperti yang dibiasakan di pondok, tapi kali ini aku memang lelah sekali, baru kemarin pulang, ditambah menangis semalaman. Tapi coba kupaksakan.
Brrr... Dinginnya air keran serasa menusuk pori-poriku. Dingin memang rasanya, tapi lama kelamaan tampaknya dinginnya malam mulai bersahabat denganku.
Langsung saja ku gelar sajadah, dan kami melaksanakan shalat malam sendiri-sendiri. Kulantunkan ayat-ayatNya, ku berdo'a dalam setiap sujudku, kuadukan segala permasalahan kepadaNya, karena disaat-saat inilah, Allah akan mendengar permohonan hamba-hambanya yang memohon.Seusainya dari shalat, kubangunkan kedua adikku, Nisa yang masih sekolah di kelas 5 sd, dan Fathi yang masih duduk di kelas 3 sd. Memang agak susah membangunkan keduanya, tapi tak apalah,jujur, aku sendiri sampai saat ini masih agak susah dibangunkan.
°°°
Niatnya, pagi ini akan kuisi dengan berjalan-jalan mengelilingi kampung, untuk mengembalikan ingatanku tentang kampung ini.
Kuambil sepeda dari belakang, baru saja aku mengayuh beberapa meter, tiba-tiba ada yang menyeruku dari belakang.
"Mas, adek mau ikut."
Hmm, Fathi walaupun sudah kelas 3,sifat manjanya masih sedikit melekat, maklumlah dia anak terakhir, seperti kebanyakan anak.
"Iyalah... Ayo!" aku mengiyakan.
Memang aku masih bingung mau mengerjakan apa saat ini, inginnya sih kuliah, tapi aku tau, kedua adikku masih membutuhkan biaya untuk meneruskan sekolahnya.
Bekerja? Aku belum siap untuk itu, lagipula pekerjaan apa yang cocok untuk lelaki keluaran pesantren seperti aku ini. Melanjutkan jejak ibu? Boleh juga, sih... Tapi aku kurang menguasai kecakapan dalam berbicara, susah memang mencari pekerjaan.
"Mas! Mas...! Kok dipanggil dari tadi diam saja."
"hheh-eh, iya, kenapa?" aku tak menyadari adikku memanggil sedari tadi, mungkin karena terlalu asyik melamun.
" Nanti kita mampir ke warung pakde Supri, ya.."
Hhh.. Cuma untuk itu dia memanggilku berulang kali.
"Kita sarapan bubur di sana." rengek adikku.
"Hmm... Mau gak, ya? Kalau gak mau, kenapa?" aku mencandai adikku.
"Ya udah, adek turun disini, aja.." alisnya mengkerut, bibirnya manyun.
"Iihh.. Cuma gitu doang, biasa aja kali..." aku mengayuh sepedaku lebih cepat, memang sedari tadi, aku merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan Fathi, lapar!
Warung pakde Supri memang terkenal dengan bubur ayamnya yang menggoda selera, walau sudah tidak menikmatinya selama 7 tahun, tapi aku masih saja mengingat kelezatannya, mungkin karena kelezatannya melebihi rata-rata, hmm... Pokoknya mantap, deh.Tidak sabar lagi untuk menikmati kelezatan bubur ayam pakde Supri, aku mengayuh sepeda lebih kencang lagi, sehingga aku merasakan hal yang janggal dengan sepedaku.
Bersambung...
_______________________________________
Apa yang akan terjadi setelahnya? Gak usah banyak tanya, langsung aja baca edisi setelahnya... Yang belum nge vote, jangan lupa untuk nge vote, follow juga jangan lupa...
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Apa Aku Ada?
RandomUntuk apakah aku hidup? Jalan apa yang harus ku tapaki? Akankah kubiarkan diriku ini berada dalam kegelapan ini? Mencoba memaknai arti kehidupan sebenarnya bersama cahaya Ilahi. Menemukan keajaiban dalam ciptaan Nya. Mengais hikmah diantara b...