"aku pergi, semoga kau nyaman dengannya."
"Aku pernah ditinggalkan tanpa ada perpisahan."
ini tentang ku, dimana aku selalu ditinggalkan, disalahkan dalam sebuah hubungan, dan tak pernah diberi kesempatan untuk membela.
Entah kenapa rasanya hari ini aku ingin berjalan-jalan menikmati sinar mentari pagi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat ini aku hanya ingin merasakan ketenangan setelah kejadian pertengkaran ayah dan ibuku tadi malam, mereka terus saja berdebat tak ada hentinya.
Saat aku berjalan ke arah kursi taman, aku melihat ada dua orang anak kecil yang sedang bermain-maya. Aku mendekat dan sedikit mendengar percakapan mereka. "Kak, adek laper" rengek sang adik. "Iya dek, kakak tau,tapi mau gimana lagi,kita kan ga punya uang,mama juga ga peduli lagi sama kita."jawab sang kakak. Aku yang mendengarnya pun merasa prihatin terhadap dua orang kakak beradik ini.
Tanpa aku sadari aku pun memberikan mereka satu lembar uang lima puluh ribu. "Apa ini kak?" tanya sang kakak adik itu. "Itu uang buat kalian makan ya, cepet sana beli makan, kasihan adek kamu kelaperan." "Beneran kak? Makasih banyak ya kak." ucap sang kakak dengan gembira. "Dek, akhirnya kita bisa makan." kata sang kakak kepada adiknya. "Iya kak, makasih banyak ya kak, udah ngasih kami uang, aku doain supaya kakak sehat terus dan disayang sama keluarga kakak,ga kayak kami." kata sang adik kepadaku.
Aku pun hanya tersenyum kepada kakak adik tersebut,senang rasanya bisa berbagi kebahagiaan dengan mereka. Aku pun segera pulang karena sadar bahwa jam terus berjalan. ***
Sesampainya dirumah, betapa terkejut nya aku saat membuka pintu, baskom besar datang ke arah ku dan mengenai wajahku. "Aww... Sakittt" kataku "Darimana saja kamu Yura? Pagi-pagi udah kelayapan ga jelas aja kamu! Bukannya beresin rumah malah main-main sama anak kecil." bentak ayahku. "Yura ga main-main kok yah, Yura cuma jalan-jalan sebentar aja." belaku. "Udah, ga usah banyak alesan kamu, sana kedapur, masak, abis itu kerjain semua kerjaan rumah!" kata ayahku dengan melempar sapu yang dipegangnya.
Aku pun cepat-cepat ke dapur, tanpa kusadari satu tetes air mata lolos dari mataku. "Tuhan, kenapa sesakit ini, kenapa harus dengan kekerasan? Bukankah aku ini anaknya tuhan? Aku lelah jika dipukuli terus seperti ini." batinku.