Hai, perkenalkan, aku seorang penulis yang hanya menulis di sebuah aplikasi dan berharap karyaku bisa disukai, ah lebih tepatnya dicintai banyak orang.
Aku tidak berharap banyak, hanya saja aku ingin mereka memberiku masukan, memberikanku komentar atas apa yang aku buat.
Ah ya, kalian belum mengetahui namaku, bukan?
Aku SparkleBubble, yah itu nama penaku, tapi apa kalian juga ingin tahu siapa namaku yang sesungguhnya?
"Hyung!" Aku berdecak kesal saat pikiranku yang fokus harus terbuyarkan oleh teriakan anak kurang ajar yang menumpang di rumahku.
Namun di sini aku tidak pernah peduli dengan teriakan kurang ajarnya, berteriak seolah dialah yang memiliki rumah ini, ya walau pada kenyataannya kami berdua yang membayar sewa serta listrik dan air dengan membagi dua semua sewa.
Aku melanjutkan tulisanku di ponsel pintarku, ya aku memang selalu menulis di ponsel pintarku alih-alih menggunakan perangkat komputer ataupun laptopku. Kalian pikir tanganku tidak lincah? Omong kosong, tanganku terlalu lincah untuk merusak keyboardku sendiri. Aku hanya tidak ingin kembali merusaknya dan biaya perbaikannya sangat mahal. Kau tahu, aku lebih baik menggunakannya sebagai biaya bertahan hidup.
Ah ya, maaf, aku melupakannya, aku Luhan dengan nama pena SparkleBubble.
"Hyung!" Kedua kalinya bocah itu memanggilku dan aku hanya membalas dengan deheman tak bertenaga, mungkin suaraku sudah terbawa angin dan tidak akan pernah sampai ke telinganya.
Di sini, aku tidaklah seperti penulis yang berkumis, rambut berantakan, pakaian tidak pernah diganti berminggu-minggu, aw, aku tidak seburuk itu. Untuk ukuran penulis, mungkin aku sangatlah bersih. Ya mungkin di luar sana juga banyak penulis yang rapi sepertiku dan mendapat penghasilan dari hasil menulisnya. Tapi itu berbeda denganku, aku tidak dibayar dengan uang, cukup dengan kebahagiaan pembacaku, rasa lelahku menulis sudah terbayarkan.
"Ck. Hyung, kau membuang waktu lagi dengan menulis hal seperti ini" dialah bocah tidak sopan itu. Sehun. Aku benar-benar tidak menyukai sikapnya. Terkadang sangat acuh, tapi terkadang sangatlah cerewet bahkan melebihi ibuku sendiri.
"Apa pedulimu, bocah" aku hanya kembali menggerakkan jemariku di layar ponselku. Ah karena aku sering menggunakan ponselku, ini sudah kali ke dua aku mengganti baterai ponselku, ya setidaknya lebih murah dari biaya memperbaiki keyboard yang rusak, karena aku selalu ingin pengganti yang orisinil.
"Ayolah, apa kau melihat tidak ada yang membacanya, hyung" aku menyimpan hasil tulisanku dan kemudian melihat akunku.
"Ada, kau lihat dengan mata sialanmu itu" aku menunjukkan seberapa banyak yang membaca dan memberikan dukungan pada ceritaku dan di sana Sehun hanya mengangguk dengan senyum mengejeknya, ugh aku semakin kesal sekarang.
"Cih, hanya 300, itu terlalu sedikit untuk jumlah chapter yang kau publikasikan" ya, dia memang datang untuk memberikan cibirannya, tapi tenang saja, aku masih kuat menghadapi cibiran tidak bermutunya itu.
Ya, setidaknya itu beberapa saat yang lalu hingga aku tersadar, cibiran Sehun benar adanya. Cibiran Sehun seolah membuatku sampai pada kenyataan bahwa harapanku tidak akan pernah terwujud. Bahkan seolah tidak ada yang peduli padaku. Hanya memberikan semangat di kolom komentar, menuliskan sebuah kata yang membuatku harus melanjutkannya dan aku masih tidak tahu apakah mereka menyukainya atau hanya sebatas membaca saja.
Mungkin jika aku hilang dan tidak pernah menulis lagi, tidak akan ada yang mencari keberadaanku. Ya begitulah.
"Hyung! Hyung sadarlah!" Ah itu suara Sehun. Aku tidak tahu jika Sehun bisa berbicara dengan nada yang begitu khawatir di sana. Aku ingin menjawab, namun suaraku tidak bisa terdengar oleh Sehun. Suaraku seakan begitu jauh. Ya, sama seperti dulu saat Sehun memanggilku, aku hanya membalas dengan deheman seadanya dan dihembuskan angin. Hal itu sama seperti sekarang. Di saat nyawaku sudah di ambang batas, aku masih tetap tidak memiliki kesempatan untuk menyahuti panggilannya dengan suara lantangku.