Kau tahu, dunia pelangi tidaklah seindah warnanya. Mereka mengatakan jika kami pencinta sesama ataupun bi benar-benar bebas, tapi tidak ada jaminan jika kaum kami benar-benar bebas dari segalanya.
Kalian bahkan tidak mengerti bagaimana mencintai seseorang yang telah dimiliki oleh orang lain. Mencintai seseorang yang masih berada di jalur yang lurus sangatlah melelahkan. Aku bahkan harus mati-matian menahan gejolak dalam diriku saat aku bertemu dengannya dan berakhir menjadi teman sekamar di universitas. Ya universitasku menyediakan asrama bagi mahasiswanya, tapi hanya mahasiswa laki-laki. Sangat aneh memang. Aku bahkan sempat berpikir jika pemilik kampus adalah seorang gay, ya begitulah otak pintarku bekerja.
Aku selalu menahan diriku di saat dia dengan ringannya membuka baju di depanku dan kadang melepas semua pakaiannya di depanku. Ah~ jika aku seorang bajingan, mungkin sudah aku hilangkan keperjakaannya saat itu juga. Tapi aku bersyukur karena aku bukan bajingan dan tidak bersyukur karena aku tidak bisa menyentuhnya.
Dia Luhan, sudah memiliki seorang kekasih yang seperti siluman menurutku. Ya seperti siluman yang selalu menempel pada inangnya. Ke manapun Luhan pergi, kekasihnya akan selalu mengikuti. Bahkan untuk ke toilet saja kekasihnya akan menunggu di depan toilet pria dan membuat semua yang ada di dalamnya ketakutan. Ya dia memang siluman.
Aku sangat ingat ketika kekasihnya itu datang ke kamar kami entah dengan tujuan apa, aku tidak peduli. Hanya saja, kekasihnya itu benar-benar berisik dan mengangguk waktu belajarku. Ya, aku memang mahasiswa pintar yang memiliki orientasi berbeda dengan teman sekamarku.
"Apa kau tidak lelah hanya belajar saja?" Ya dia mengatakan hal itu sewaktu itu. Sangat ingin aku jawab dengan nada sinisku, namun aku masih bisa sabar menghadapi siluman yang tengah duduk di ranjangku. Ugh, aku harus mencucinya.
Aku hanya berpikir saat itu, apa dia tidak malu masuk ke kamar laki-laki, asrama laki-laki, ah mungkin dia tidak memiliki rasa malu, jawabku sendiri.
"Oh, kak kau sudah selesai?" Ya, aku hanya mendengar ocehannya dan di sana Luhan hanya mengangguk saja dan menyebut namanya.
"Xi-tit tit tit- kita akan ke mana?" Ups, maafkan aku karena otakku seketika menyensor namanya. Namanya tidak dibutuhkan dalam otakku sehingga belum sempat masuk sudah dihapus oleh otakku. Ya seperti virus yang harus dilenyapkan sebelum mendekat.
"Sehun, aku mungkin akan datang larut. Kau bisa mengunci pintunya" ya aku Sehun, dan dia Luhan yang aku sukai. Aku hanya menatapnya dan kemudian kembali beralih pada buku-bukuku.
"Aku tidak bisa melindungimu lagi. Pulang tepat waktu dan berhenti bermesraan dengan kekasihmu. Aku bosan mendapat siraman rohani dari ketua asrama" Luhan hanya tertawa di sana. Aku heran mengenai apa saja yang ia lakukan sepanjang malam bersama siluman itu di luar sana. Apa mereka menghitung daun pohon mapel hingga pucuk terakhir?
"Baiklah..." hanya satu kata itu yang aku terima setelah aku mengeluarkan banyak kata untuknya. Terkadang aku begitu kesal dengan Luhan dan itu semua karena kekasih gilanya.
Saat itu malam menjelang dan jam malam tentu tinggal beberapa menit lagi, di sana aku melihat Luhan yang datang dengan wajah suramnya. Aku tahu apa yang terjadi selanjutnya.
"Sehun...hiks...apa yang harus aku lakukan hiks..." ya dia akan datang merengek padaku dan membantunya untuk berbaikan dengan kekasihnya. Ow, maaf saja, aku bukanlah pembuka jasa penyelesai masalah di sini.
"Dia marah padaku karena aku mendengarkan ucapanmu" heh, aku yang di salahkan di sini.
"Aku hanya ingin bersamanya dan kau melarangku untuk pulang malam" oke aku sudah mulai panas sekarang dan boom, aku meledak.