Shyam menarik sangat dalam, seakan-akan ia menyuruh untuk lebih dekat dengannya. Kala itu, aku sedang terlelap di tengah keheningan yang menenangkan, setelah bergelut dengan sebuah kesedihan.
Mata terpejam. Atma melayang. Aku merasa sedang terbang, dibawa oleh sarayu malam, seperti sehelai daun. Menuju suatu tempat. Namun, tak tahu letaknya di mana. Daksaku dibawa secara paksa.
Tiba-tiba perjalanan terhenti pada tempat yang tak terduga. Tempat di mana menjadi salah satu ketakutan terbesarku. Rasanya, napas mulai senak. Jantung berdebar begitu cepat. Peluh membanjiri tubuh.
Dalam hitungan detik yang tak disadari, aku sudah terjatuh bebas. Apakah ini adalah akhir dari kehidupan? Haruskah berakhir tragis dan begitu menakutkan?
Setiap manusia mempunyai ketakutan masing-masing dalam hidup. Dari hal-hal kecil, hingga besar sekalipun. Ada yang mencoba untuk melawannya, ada juga yang tak berani mendekati hal tersebut seberapa pun langkahnya.
Salah satunya adalah diriku. Lautan menjadi salah satu tempat paling menakutkan. Menyeramkan. Ia bisa saja menenggelamkan siapa pun yang berani melawan arusnya.
Kembali lagi. Aku mencoba memejamkan mata, saat diri ini sudah benar-benar ditelan begitu saja oleh dalamnya lautan. Aku hampir sampai ke dasar.
Gelap, bahkan cahaya bulan tak sampai untuk menerangi tempat paling dasar ini. Aku benar-benar ketakutan. Mencoba menggerakkan seluruh tubuh, tetapi pada akhirnya tak mampu.
Membayangkan monster-monster di sini, menelan bahkan mencabikku dengan ganas. Lagi, lagi, aku ... ketakutan.
Dalam hati, aku menangis begitu keras. Hampir kehabisan napas. Kepalaku terasa berat.
Jika benar sekarang adalah intiha dalam hidup, kuterima dengan lapang dada. Lagi pula selama ini, aku hanya sedikit merasa bahagia.
Seberkas cahaya dengan tiba-tiba menghampiriku yang sudah tak kuat lagi menahan sakit dirasa. Apakah dia akan menjemput kematianku?
Semakin dekat ....
Lebih dekat lagi ....
Hingga merasa diri ini tertarik ke dalam cahaya dan berakhir pada tempat semula aku berada.
Ya, kamarku.
Dengan napas yang tersengal-sengal, aku mengelap seluruh peluh dengan punggung tangan. Memegang dada untuk memastikan bahwa jantung ini masih berdetak.
Kukira, hari ini akan ada pesta kematianku. Namun, ternyata tidak. Itu hanya sebuah mimpi buruk yang sangat menakutkan.