1

40.9K 471 19
                                    

Aku menatap pantulan diri di cermin. Muka yang kusam, lingkaran mata yang hitam, dan beberapa noda hitam bekas jerawat semakin menambah lusuh bayangan wanita di hadapanku

Sungguh tidak menarik.

Aku memang selalu cuek dengan penampilan. Berangkat kantor pun paling hanya memakai lipglos untuk melembabkan bibir saja. Tak ada bedak atau polesan apapun. Kadang Shiva, teman sekantor suka protes dengan kecuekanku ini.

Awalnya aku memang tak peduli. Toh, aku sudah laku. Tapi saat melihat tatapan mencibir dari Mas Rama setiap aku memergokinya yang sedang menatapku, aku mulai menyadari sesuatu.

Mas Rama tak menyukai penampilanku. Padahal aku ingin berpenampilan apa adanya. Tapi sepertinya suamiku tidak sependapat dengan pemikiranku ini.

Baiklah. Sepertinya aku harus mulai merubah mindsetku.

Ketika ada pasangan yang berkata, "Aku mencintai kamu apa adanya."

Percayalah! Kalau kalimat itu semua adalah bulshit!

Buktinya aku berpenampilan apa adanya tapi selalu mendapat pandangan remeh dari suami. Apalagi saat tadi pagi dengan tanpa sengaja aku mengangkat VC dari seorang wanita seksi dengan wajah asing. Bukan seksi lagi, malah masih handukan. Sepertinya aku mencium aroma perselingkuhan.

"Baiklah. Kalau kamu mau mulai bermain api. Aku juga bisa Mas," monologku sembari menyeringai.

Selama ini uang gajiku selalu habis untuk keperluan putriku. Dari mulai popok, susu, dan keperluan lainnya. Bahkan bayar rumah dan kebutuhan sehari-hari pun aku semua yang handle.

Mas Rama malah tak pernah memberiku uang belanja. Entah gajinya untuk apa. Aku malas kalau harus minta-minta. Pernah sekali aku minta, bukannya dikasih malah dapat omelan.

"Makanya kamu kerja! Jangan cuma bisa minta aja. Nih! Dua puluh ribu harus cukup!"

Semenjak saat itu aku tak pernah meminta uang lagi. Aku usaha online apa saja yang bisa menghasilkan uang. Sebelum kemudian aku ditawari bekerja di perusahaan milik teman Mas Rama yang juga temanku.

Menyedihkan sekali hidupku.

Aku mulai membuka si logo biru. Menscrol beranda untuk melihat postingan teman. Kadang aku baca cerita di group menulis. Banyak kisah seru di sana. Kadang aku pun mengirimkan cerita ke sana. Lumayan untuk mengisi waktu luang dan menambah penghasilan bila sudah menjadi novel. Bisa buat tambahan beli popok untuk si kecil.

Tanganku terhenti saat ada iklan sebuah serum. Aku membaca testimoni dan kegunaan serum tersebut.

"Wuahh, sepertinya aku harus beli nih. Supaya kulitku nggak kusam."

Aku mulai klik pesan dan mengisi nama dan alamat plus nomor telepon. Setelah selesai aku pun tersenyum puas. Semoga saja ini menjadi awal yang bagus untukku. Mungkin mulai saat ini aku akan menyisihkan sebagian gaji untuk perawatan diri. Sudah saatnya aku memanjakan diri.

Ting!

Sebuah pesan dari balon mesenger masuk. Tanpa sengaja si balon tersebut tersentuh oleh jemariku.

[Hallo, Mbak. Saya mau pesan novelnya. Masih bisa?]

Alhamdulillah. Novel keduaku yang baru habis masa PO ternyata masih ada juga yang minat. Tapi yang beli kali ini adalah seorang lelaki. Tumben sekali. Biasanya readers aku kebanyakan wanita. Dengan segera aku mengetik balasan.

[Masih bisa, Mas. Minat?]

[Iya. Saya minat.]

[Kalau begitu isi formatnya ya. Biar saya cek ongkir.]

[Okay.]

Saat aku hendak menutup obrolan, sebuah chat masuk kembali.

[Mbak, sebenarnya Mbak itu wanita cantik loh. Kalau saja rasa rendah diri Mbak bisa hilang berganti dengan rasa percaya diri yang tinggi, auranya pasti akan berbeda. Yang Mbak perlukan hanya 'BAHAGIA'.]

Deg!

Siapa lelaki ini? Kenapa dia bisa berkata seperti itu? Apakah aku mengenalnya?

***

Ceritanya ada yang ngajak kolab.😅
POV versi suaminya nanti ditempat berbeda.

Aku (Berubah) Seksi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang