Arisa Claudia Putri, adalah seorang gadis berusia 20th. Dia memang tampak seperti gadis normal kebanyakannya, namun tidak ada yang menyadari bahwa gadis cantik yang banyak di gilai kaum laki-laki itu adalah seorang psycho.
Gadis itu membunuh korban...
Arisa Claudia Putri , kini gadis itu telah menginjak usia 17th. Usia dimana seseorang sedang mencari jati dirinya , mencari apa cita-citanya kelak. Dan mungkin memulai cerita cinta mereka.
Namun entah apa yang di cari gadis itu entah jati dirinya dahulu, atau cita-citanya dahulu.
Arisa berjalan di koridor sekolah , dengan penampilan nya dan wajahnya yang memang cantik dan menawan. Tak heran bila gadis itu memikat banyak perhatian termasuk kaum laki-laki yang memandang nya kagum.
Tanpa perduli pandanngan orang Arisa terus saja berjalan menuju kelasnya .
Sesampainya di kelas Arisa duduk di bangku paling belakang, gadis itu memang suka duduk di belakang. Hari ini, hari pertamanya memasuki SMA.
"Hai Aku Lisa . nama kamu siapa?" ucap seorang gadis berambut hitam panjangnya.
Arisa gadis itu tak merespon sama sekali matanya hanya memandang jendela. Memperhatikan anak-anak yang sedang lalu lalang, dan gadis yang mengajaknya berkenalan itu hanya tersenyum kecut lalu pergi.
"Ah aku suka bentuk telinga nya. Apa aku harus mencurinya?"
Matanya memperhatikan seorang laki-laki berambut hitam dengan kulit putihnya. Bukan wajah laki-laki itu yang terus menjadi perhatian Arisa . tapi telinga kemerahan laki-laki itu yang menjadi pusat nya.
Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, Arisa memandang dengan tatapan mata yang menelisik dan tajam.
Bel pulang sudah berbunyi, hari pertama sekolah memang hanya perkenalan dan basa basi bodoh dari para guru, membuat gadis berambut hitam gelombang itu malas mendengar kan.
Arisa berjalan keluar gerbang, tapi saat di koridor dia bertemu laki-laki yang menjadi pusat perhatian nya sejak tadi. Bagai bertemu harta berharganya gadis itu tidak meninggalkan kesempatan, berpura-pura terjatuh di depannya adalah cara jitu menarik perhatian laki-laki itu.
"Eh kamu gak apa apa?" laki-laki itu memegang tangan Arisa yang hampir terjatuh.
"Eumm tidak hanya sedikit terkilir" sungguh akting yang bagus , usaha yang tidak sia-sia. Laki-laki itu membawa Arisa ke sebuah bangku dengan gerbang.
"Kaki kamu kayanya terkilir" ucap nya memegang pergelangan kaki Arisa
"Iya nih, sakit banget. Aku kayanya gak bisa jalan kerumah" Arisa memandang dengan tatapan yang dapat membuat orang iba.
"Rumah kamu dimana biar aku antar"
Gadis itu memutar nya sedang berpikir .
"Eum, aku takut ngerepotin"
"Gak , gak ngerepotin kok. Kebetulan aku bawa mobil. Biar aku antar ya. " entah apa yang di pikirkan gadis itu lama setelah ia menganggukan kepalanya.
"Ini rumah kamu?" tanya laki-laki yang di duga bernama Hendra itu setelah sampai di sebuah rumah megah .
"Iya. Ayok masuk dulu." tanpa pikir panjang Hendra ikut masuk ke rumah Arisa, sambil membantu gadis itu berjalan.
"Duduk situ aja. Rafael ambilkan minum" ucap Arisa sedikit berteriak memanggil pelayannya mungkin.
"Kamu memiliki pelayanan seorang laki-laki?"
"Memangnya kenapa? . laki-laki atau wanita sama saja, asal bisa bekerja " ucap gadis itu dengan angkuhnya.
Hendra hanya mengangguk, dia tidak ingin banyak bertanya karena baru saja kenal masa mau bertanya macam-macam. Hendra meminum teh yang di sediakan saja daripada berfikir jauh pikirnya.
Beberapa menit kemudian Hendra merasakan kepalanya pusing , dan tidak tau kapan dia pingsan . pria itu tersadar sudah berada di sebuah ruangan kecil, dan kumuh. Dengan kondisi tangan dan kaki terikat di bangku.
Matanya memandang Arisa yang berada di pojok sana .
"Sudah bangun?" ucap gadis itu berjalan menghampiri Hendra.
"Ini dimana?" tanya Hendra melihat sekeliling
"Eum bisa di bilang ruang operasi ku?, bagaimana bagus bukan?" ucap gadis itu memperlihatkan berbagai macam alat entah alat apa yang pasti itu semua adalah benda tajam.
"Kenapa aku di bawa kesini?"
"Karena aku ingin sesuatu darimu"
Hendra dengan berusaha tenang berkata "kau mau apa? , uang akan aku kasi"
Arisa mengeleng kepalanya. Uang? Pria itu tidak tau siapa gadis itu sebenarnya . uang bukanlah sesuatu yang dia inginkan . gadis itu mendekat mengelus pipi Hendra dengan lembut
"Bukan, aku tidak ingin uang. Uang ku sudah sangat banyak. Aku ingin yang lain , sesuatu dari dirimu. " Arisa mengarahkan tangan ya ke telinga Hendra seraya tersenyum "aku mau ini, telinga mu tampak indah. Sejak tadi aku terus memperhatikan nya"
Jantung pria itu semakin tegang apa yang di katakan gadis itu seperti seorang psikopat yang ingin memangsa korbannya.
"Kau gila lepaskan aku" pri itu memberontak namun yah sia-sia . karena Arisa mengikat nya dengan kencang.
"Tidak apa-apa jika kau berikan dengan suka rela aku tidak akan membunuhmu ." ucap gadis itu mengeluarkan sebuah sisir yang membuat Hendra tertawa
"Kau tertawa?. Kau pikir ini sisir biasa?" Arisa menarik tungkai sisir merah jambu itu dan ternyata itu adalah pisau bersampul sisir .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak usah di tanya wajah Hendra kini memucat ketika ujung pisau itu sudah mengenai pipinya.
"Bagaimana mau menyerahkan suka rela atau tidak?"
"Kau pikir aku mau memberikan telinga ini padamu?" Arisa tersenyum dengan
"Seperti nya kau lebih suka mati, baiklah itu akan mempermudah pekerjaan ku" dan berikutnya hanya ada teriakan Hendra ketika Arisa mengiris telinga kanan laki-laki itu dengan perlahan menghasilkan sensai perih tidak terkira bagaimana tidak telinga mu di iris pisau dalam keadaan sadar.
Belum selesai dengan rasa sakit di sebelah kanan, kini Arisa kembali mengiris telinga Bagian kiri. Rasanya sungguh sakit sampe pria itu ingin pingsan saja.
Puas mendapatkan 2 telinga itu, Arisa memasukannya di sebuah kotak berpita biru. Di lebeli nama laki-laki itu. Dan detik berikutnya hanya ada suara tembakan. Hendra di tembak mati tepat pada bola matanya hingga hampir keluar dari tempatnya.
"Rafael, bersihkan sisanya" ucap gadis itu mengelap pisaunya dengan sapu tangan serta wajahnya yang bersumpah darah.
Rafael hanya mengangguk dan membawa Hendra entah kemana . yang pasti keesokan paginya Hendra di temukan tewas di tengah salju yang menumpuk .