Tentang adik

36 4 1
                                    

Alendra memutuskan untuk pergi ke makam adik tercintanya, adik yang mengakhiri hidupnya sendiri.

Ia berdiri di depan pusara tempat adiknya, rasanya baru kemarin mereka bersama. Alendra turut ambil dalam kepergian adiknya ini dulu ia terlalu tidak mau tau akan kondisi adiknya. Ia tidak tahu jika setiap hari adiknya menerima bulian dari teman temannya, adiknya terlalu pandai menyembunyikan rasa sakitnya.

Setiap hari Alendra selalu bercerita dengan ibu dan adiknya itu tentang hari hari di perkuliahannya, tentang ia yang banyak di gemari cewek cewek, tentang dia yang jadi asisten dosen. Bercerita dengan bangga tanpa tahu jika itu menyakiti hati adik tersayangnya.

Flashback

"Mah liat deh kakak dapet surat cinta lagi nih." Alendra tersenyum melihatnya.

Mamah yang sedang menyiapkan makan malam langsung menghampiri Alendra "coba baca kak, mamah mu denger lagi tiap hari surat cintanya beda beda."

Waktu itu Alendra tidak tahu jika adiknya menahan sesak di dada karena teman temannya membuli ia di depan orang yang ia suka.

Adiknya duduk di samping Alendra, tatapannya murung.

"Kamu kenapa dek?" Alendra ingat waktu itu ia bertanya dengan adiknya.

"Baik hanya sedikit lelah saja." Alendra mengangguk.

"Baiklah kita makan dulu saja, nanti baru kau bacakan suratnya untuk penutup makan malam."

Hari itu menunya spaghetti kesukaan adik, tapi hari itu aneh adik tidak menghabiskan spaghettinya.

"Aku ke kamar duluan mah, kak, selamat malam."

"Kamu tidak mau mendengar surat cinta kakak?"

Adikku menggeleng dan segera menaiki tangga untuk ke kamarnya.

"Dia terlihat berbeda mah," Alendra berbicara dengan mamahnya.

Mamah menggeleng pelan "sepertinya sedang ada masalah di sekolahnya ia terlihat murung beberapa hari ini." Mama merapihkan piring "bantu mamah dulu setelah itu temui adikmu."

Alendra mengetuk pintu kamar adiknya tapi tak kunjung dibuka. Alendra tahu jika adiknya belum tidur karena lampu kamarnya belum mati.

"Dek bukain dek kakak mau masuk sebentar aja."

Tidak ada jawaban.

"Dek kalau ada masalah cerita sama kakak yuk."

Masih tidak ada jawaban.

"Dek bukain dek, sebentar aja "

Masih tidak ada jawaban juga. Alendra mengeluarkan handphonenya mencari nomer sang adik dan menelponnya.

Dering ponsel adiknya terdengar, namun tidak diangkat. Alendra mulai panik ia menemui ibunya yang sedang mencuci piring.

"Mah dedek nggak mau buka pintu dari tadi."

Mamah segera naik keatas.

"Alya buka pintunya nak, mamah mau masuk."

Tidak ada jawaban sama seperti tadi.

"Al bukain dong sebentar aja mamah mau masuk ya nak."

Nihil tidak ada jawaban.

"Misi mah kakak mau dobrak aja pintunya."

Mamah mundur kebelakang, mamah terlihat sangat khawatir.

Dalam tiga kali dobrakan akhirnya pintu terbuka.

Tubuh itu tergeletak di lantai dengan busa yang keluar dari mulut, di tangannya masih ada sisa obat yang ia gunakan untuk mengakhiri diri.

Andai saja Alendra lebih cepat menemui adiknya mungkin ini tidak akan terjadi. Tapi takdir berkata lain adik pergi menyusul papah.

Flashback off.

Tak terasa air matanya menetes, terlalu perih rasanya jika mengingat itu semua.

"Maafin kakak ya dek" Alendra meletakan sebuah bunga mawar putih diatas makam adiknya.

"Pak."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hampir saja Alendra terkejut karena melihat adiknya bangkit dari kubur. Tapi bukan, itu bukan adiknya itu siswinya mereka memang mirip ditambah lagi siswinya memakai dress putih selutut sama seperti dress yang sering digunakan adiknya.

Alendra buru buru menghapus air matanya.

"Kamu ngapain disini?"

"Habis dari makam ibu."

Entah mengapa Alendra merasa sangat senang bertemu siswinya ini. Siswinya juga terlihat lebih berseri.

"Kamu sama siapa kesini?"

"Sama ayah, tapi ayah udah ke mobil dari tadi."

Alendra mengangguk paham ia melihat kearah mobil yang terpakir di ujung sana.

"Saya duluan ya pak."

"Iya silahkan."

Alendra menatap punggung siswinya yang mulai menjauh.

"Gadis cantik." tanpa sadar Alendra mengucapkannya.

"Kakak." Panggi sebuah suara dari belakangnya.

Bulu kuduk Alendra rasanya meremang.
Tanpa menengok lagi Alendra langsung pergi dari makam adiknya. Ia tidak berani melihat ke belakang karena suara tadi mirip suara sang adik.

Amit amit dah kalau ngeliat setan pagi pagi. Lagian kalau emang itu setan rajin banget setan pagi pagi dah ganggu manusia.

Sunshine ( Re-publish )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang