Chapter 10 • Sepatu Roda

285 58 33
                                    

"Mengapa orang dewasa senang sekali bermain rahasia?"

🍀Chapter 10🍀
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Wushh

"Yuhu, lihat aku bisa jaga keseimbangan!" pekik Azka girang.

Saat ini kami sedang bermain sepatu roda di jalanan komplek rumah kami, Ayah baru saja membelikan aku, Azka, dan Renata sepatu roda baru.

Padahal, aku sudah menolak. Namun, Ayah tetap memaksa ingin membelikannya. Ya sudah, aku dengan senang hati menerimanya.

Ayah dan Bunda menyuruh kami bermain di luar, meninggalkan mereka berdua di rumah. Entahlah, tidak biasanya mereka begini. Mungkin ada urusan dewasa yang mesti mereka urus, aku tak mau ambil pusing.

Gedebuk

"Hahaha," tawaku dan Renata pecah saat melihat Azka tersungkur di tanah.

"Makanya jangan banyak gaya," cibir Renata. Azka baru saja memamerkan gaya berseluncur baru dengan berjongkok, akhirnya ia jatuh.

"Biarin," sahut Azka manyun.

Jalanan komplek ini memang sedang sepi. Lagipula, siapa yang mau keluar rumah ditengah terik matahari begini? Pasti semua orang malas berpanas-panasan. Kecuali kami.

Jalanan ini lurus dan menurun, cocok sekali untuk ajang perlombaan seluncur atau sepeda.

"Kita balapan yuk? Yang paling cepat sampai rumah dia menang," ajakku pada Azka dan Renata yang masih sibuk bertengkar.

"Ayo! Aku pasti menang," sahut Azka percaya diri.

"Heleh, nanti juga jatuh lagi," cibir Renata.

"Ayo! Hitungan ketiga kita sama-sama meluncur yaa," ujarku.

"Satu!" hitungku dengan antusias.

"Dua!"

"Tiga!"

Wush!

Roda-roda dari sepatu kami menggilas aspal dengan beringas, bunyi gesekannya terdengar sangat jelas. Terimakasih sepatu karena sudah melindungi kaki kami dari panas.

"Wuhuuu, seru banget ya!" jerit Azka.

Kami hanya tertawa saja, memang seru ternyata. Adu cepat dalam berseluncur benar-benar menyenangkan.

Lihat! Rumah kami sudah terlihat, itu tandanya garis finish sudah dekat. Azka mempercepat laju sepatu rodanya, Renata masih bersantai di belakang kami. Huh, dasar perempuan.

"Aku menang!" pekik Azka saat kakinya berhenti tepat di depan rumah.

Aku segera berlari masuk. "Siapa bilang garis finish nya di depan? Kan aku bilang yang duluan sampai rumah," jeritku dari dalam.

"Curang!" sahut Azka tak terima. Ia mulai mengejarku dan kami saling berlarian.

Prangg

Eh? Suara apa itu? Kami bertiga menoleh pada sumber suara. Dapur.

"Ada apa?" tanyaku pada Renata. Mungkin saja ia tahu, ia kan sudah mendekati dewasa.

Yang ditanya hanya menaikkan bahunya.

"Coba aku lihat!" ujar Azka. Anak ini selalu saja pemberani. Ia beranjak menuju dapur.

"Bunda? Ayah? Ada apa?" tanya Azka. Terlihat jelas kecemasan dan keterkejutan dari raut wajahnya. Aku dan Renata segera menghampirinya.

2 A.M (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang