#4

172 27 8
                                    

BRAKK!

Gaara hanya menggebrak daun pintu. Ia sudah berjanji tidak akan marah pada perempuan manapun. Hinata yang melihat itu malah semakin menampakkan wajah tangisnya.

"Kenapa tak kau katakan bahwa Sakura sakit saat itu?" Gaara bertanya dengan nada khas seseorang yang geram.

Benar dugaanku. Sakura masih sangat berharga untukmu. Hinata membatin. Hanya hening usai suara gebrakan itu. Hingga kemudian suara lembut Hinata mengisi kekosongan itu. Suara lembut namun tegas.

"Aku hanya tak ingin kau terlalu khawatir padanya. Dia terlalu manja," ujar Hinata menjawab. Gaara masih menempelkan genggamannya pada pintu. Matanya nyalang menatap Hinata yang tidak lagi terlihat cantik. Sadis. Itu kata yang ada di pikiran Gaara untuk menjuluki Hinata.

"Manja?"

"Ya. Dia terlalu mudah mengeluh. Dan Kak Gaara terlalu memanjakannya."

Gaara memundurkan kepalanya, mengisyaratkan keterkejutannya. Ucapan Hinata yang keras barusan seolah mengajaknya untuk ribut. Tapi Gaara semakin menyadari, ia harus lebih tenang menghadapi Hinata. Hinata yang pernah ia kagumi karena ramahnya pada semua orang.

"Jadi begitu menurutmu?" Suara Gaara melunak. Ia menatap monitor komputer organisasi yang masih menampilkan foto Sakura dengan senyum manisnya.

"Aku benci perempuan cengeng dan manja."

Demi mendengar suara itu, kalimat itu, Gaara menoleh. Ia tak menyangka Hinata yang ia kira sangat baik, jadi begitu ketus menanggapi pertanyaannya terkait Sakura.

"Kau yakin dia cengeng dan manja?" tanya Gaara. Nada permintaan keyakinan ada dalam pertanyaannya. Berkelebat dalam angannya kala Sakura masih menemaninya.

-------------------------------------------

Siang itu Sakura sedang tidak ada jadwal kuliah sehingga ia membaca buku di sekretariat. Adik-adik tingkatnya menghampiri ketika tahu Sakura sedang sendirian berjaga sambil membaca.

"Nee-chaaaaaaaan." Mereka berteriak. Ami, Hinata, dan dua lagi. Kelima mahasiswi itu saling berpelukan, bersalaman, dan menyentuhkan pipi masing-masing. Terlihat keceriaan di mata Gaara yang diam-diam melihat hal itu.

-------------------------------------------

"Kau mau ke mana?" tanya Hinata melihat Gaara berbalik. Menjauhinya, menuju pintu ruangan.

"Bukan urusanmu."

Gaara terus saja mengikuti langkah kakinya. Ia berbelok ketika sudah di depan tangga. Naik menuju atap gedung. Sebuah tempat yang disukainya sebelum ia mengenal Sakura--dan setelah Sakura pergi dari kehidupannya.

Sementara itu, Sakura dan Naruto sudah sampai di rumah.

"Sakura, aku…" ujar Ino terhenti karena dilihatnya Sakura seolah tak peduli dan terus saja melewatinya.

"Tadi ketemu Gaara," jawab Naruto. Dibiarkannya Sakura menuju kamar. Diamatinya sosok sepupunya itu.

Masihkah ia kesal? Ini sudah berlalu bertahun-tahun. Naruto membatin.

"Ino," panggil Naruto. Ino menoleh.

"Ya?"

"Apa kekesalan seorang perempuan terhadap temannya akan mebekas begitu lama?"

Ino tidak segera menjawab. Ia mengerti arah pembicaraan Naruto. Dulu juga ia sering dicurhati oleh Sakura terkait universitasnya.

"Bisa jadi, tapi kalau terlalu lama itu bukan kesal kurasa. Tapi trauma," jawab Ino akhirnya.

Manusia Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang