Di dalam ruangan yang bernuansa coklat itu, terdapat dua insan yang sedang memadu kasih. Yang di atas terus menyodok pria mungil yang ada di bawahnya. Sesekali pria di atas itu menampar bongkahan kenyal milik si imut.
Semakin dia mempercepat laju gerakannya membuatnya seakan gila. Ini sudah ronde kelima mereka tapi pria nan gagah itu terus saja menindihnya tanpa mau melepaskan si mungil yang terus mendesah di bawahnya. Ia begitu menikmati persetubuhan itu. Tapi tidak dengan orang yang ada di bawahnya itu. Itu seakan membunuhnya.
Bagi si tampan, pemandangan di bawahnya itu membuat kesan erotis di matanya. Bercak merah-merah yang memenuhi tubuh yang ada di bawahnya membuat libidonya semakin berpacu ria.
Karena saking kasarnya perlakuan si tampan, bibir si mungil sedikit mengeluarkan darah karena si tampan sempat menggigitnya beberapa kali tadi. Si tampan yang melihat itu langsung mencium bibir si mungil mengabaikan darah dan rasa sakit tersebut. Ia bahkan tidak memperdulikan bau amis dari bibir orang yang ada di bawahnya itu.
Ia bahkan menjilat air mata yang terus saja keluar dari mata si mungil. Ia bahkan tidak memperdulikan kalau si mungil itu kesakitan di bagian belakang, dan bibirnya. Belum lagi pipinya yang memerah akibat perlawanannya tadi. Pria tampan itu menamparnya beberapa kali karena si mungil terus saja menolaknya.
Bagaimana tidak, sore tadi mereka melakukannya beberapa kali dan malamnya lagi dia harus melayaninya lagi. Tubuhnya bahkan mau remuk karena tidak kuat menahan perlakuan si tampan yang terus mengajaknya melakukan sex untuk memuaskan si tampan.
Ini sudah jam 2 pagi dan ini sudah ronde kedelapan mereka. Si mungil bahkan sempat pingsan tapi bangun lagi akibat tamparan keras si pria yang ada di atasnya.
"Dad, aku tidak kuat lagi. Kumohon hentikan. Sakit!" ucap Plan dengan nada lemah. Ia kembali pingsan.
"Yak, Plan, bangun! Aku bahkan belum selesai. Dasar tidak becus. Aku membesarkanmu untuk melayaniku," pria yang ada di atasnya itu menggerutu karena pria bernama Plan itu kembali pingsan. Terpaksa ia harus menyelesaikannya sendiri. Setelah dirasa akan keluar, dia mengeluarkannya di atas tubuh pria mungil bernama Plan Rathavit itu.
"Ahhh, ahhh," suara nafasnya memburu. Tangannya masih aktif mengocok naganya untuk mengeluarkan cairan kentalnya.
Mean Phiravich, dialah pria tampan tersebut. Ia menatap tubuh telanjang Plan yang masih pingsan di tempat tidurnya itu. Sebenarnya dia masih ingin menggagahi pria mungil itu. Tapi melihatnya yang terkulai lemas seperti itu membuatnya mau tidak mau harus menghentikan aksinya. Kalau ia nekat, maka Plan pasti tidak akan bertahan sampai besok. Belum lagi Plan yang masih kecil. Umurnya baru 18 tahun sedangkan dia sudah 35 tahun.
Mean membuang nafasnya kasar. Kalau ia terus berada di sana, maka dia pasti tidak akan kuat menahan hasratnya yang ingin terus melakukan sex dengan Plan. Ia memilih menyelimuti Plan dan pergi meninggalkannya. Ia mencium kening Plan sebelum meninggalkan tempat itu.
Mean masuk ke dalam tempat kerjanya setelah selesai membersihkan dirinya. Ia menatap foto seorang perempuan yang sempat mengisi hatinya dulu.
"Nam, kau tidak marah 'kan dengan apa yang sudah kulakukan pada putramu? Aku tidak bisa membiarkannya menjadi milik orang lain. Dia milikku sejak pertama kali kau membawanya ke rumah ini. Aku lebih menyukainya daripada dirimu," kata Mean sambil menatap foto tersebut.
Namtran adalah ibu kandungnya Plan. Mean dan ibunya berpacaran dan kemudian menikah. Sebelum ibunya menikah dengan Mean, dia meminta izin pada putranya itu. Plan yang sayang pada ibunya tentu mengiyakan.
Plan ingin ibunya bahagia. Ia tahu kalau ibunya itu kesepian. Sudah sejak lama sejak ayahnya pergi dengan seorang wanita yang tidak mereka kenal. Sejak kepergian ayahnya, ibunya itu suka minum-minum. Ia selalu pulang malam dan bahkan sering dengan seorang laki-laki.
Plan sudah sering melihat ibunya itu pulang membawa laki-laki lain setiap malamnya. Ia tahu ibunya melakukan itu untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap hari. Tapi semenjak ibunya berpacaran dengan Mean, ibunya itu jarang pulang dengan laki-laki lagi. Dan satu bulan kemudian, ibunya itu mengatakan akan menikah.
Namtran tentu mengatakan hal bahagia itu kepada sang Putra. Plan ikut bahagia untuk ibunya. Mean yang mengetahui kalau Namtran mempunyai seorang anak, dia pun ingin bertemu dengannya.
Namtran pun membawa Plan ke rumah megahnya. Mereka dipertemukan dan sejak saat itu Mean lebih menyukai Plan ketimbang ibunya itu. Padahal saat itu Plan masih berumur sepuluh tahun.
Mean suka melihat Plan yang polos. Plan yang mempunyai pipi gempal dan bibir yang merah. Apalagi kulit Plan sangat putih dan halus. Mean menyukainya dan ingin memiliki mahluk menggemaskan itu. Sejak saat itu Mean sudah mengklaim kalau Plan itu adalah miliknya.
Pernikahan Mean dan Namtran pun berlangsung megah. Senyum terus terukir di bibir Namtran. Kini dia tidak perlu hidup susah lagi karena dia memiliki seorang suami yang kaya dan juga tampan. Putranya itu juga tidak harus dikucilkan lagi oleh orang-orang yang tadinya suka menyebutnya miskin. Kini mereka punya segalanya.
Plan tentu ikut bahagia melihat sang ibu bahagia. Ia juga tidak harus melihat ibunya terus bergonta-ganti pria lagi. Ia senang karena ibunya kini telah bahagia bersama pria pilihannya itu.
Hidup Mean, Namtran dan Plan selama beberapa tahun ini cukup baik. Plan tumbuh menjadi pria yang imut selama lima tahun bersama keluarga barunya. Dalam batin Mean, pertumbuhan Plan cukup baik dan dia tidak kuat lagi ingin menyentuh tubuh mulus dan bibir merah merekah itu. Ia bahkan sering bermain solo hanya dengan memikirkan wajah Plan.
Mean bahkan sering memikirkan Plan saat dia dan Namtran sedang bersetubuh. Baginya, Plan jauh lebih menarik dari ibunya itu. Mean bosan dengan Namtran yang hanya bisanya itu dan itu terus. Mean ingin dipuaskan. Makanya saat dia bersetubuh dengan Namtran, Mean membayangkan bersetubuh dengan Plan dan saat itulah libidonya semakin naik. Ia menumbuk lubang Namtran dengan sangat kasar. Namtran bahkan seringkali pingsan tidak berdaya dibuatnya.
Mean yang melihat pertumbuhan Plan yang semakin hari semakin menggoda, hatinya menjadi tidak tenang. Ia tidak ingin ada orang lain yang memiliki Plan. Ia tidak rela. Akhirnya, ia pun membuat Namtran pergi dari dunia dengan sebuah kecelakaan yang sudah di susunnya.
Namtran meninggal. Plan sangat berduka untuk ibunya. Mean selalu ada untuknya dan menenangkan Plan kalau dia tidak sendiri lagi. Masih ada dia yang selalu ada untuk Plan walaupun dia hanyalah ayah tirinya.
Plan senang karena Mean masih setia di sisinya. Walaupun dia hanyalah anak tirinya tapi Mean sangat baik padanya. Plan percaya Mean tulus menyayanginya karena dia putranya dari ibunya.
Plan yang tidak ingin terus membebani hidup Mean, ia berencana pergi dari rumah itu. Mean menentangnya. Mean marah besar. Ia mengatakan jadi apa arti dari semua yang sudah mereka lalui selama ini kalau Plan tidak menganggapnya sebagai keluarga. Plan merasa bersalah. Ia menyesal karena sempat berniat meninggalkan Mean dan rumah itu.
Akhirnya, Plan pun meminta maaf kepada Mean. Mean memeluk tubuh Plan. Plan membalasnya dan menangis dipelukan Mean. Mean juga berjanji akan membiayai hidup Plan dan menyuruh Plan untuk tinggal bersamanya. Plan mengangguk.
Mean menyayangi Plan. Sangat. Ia juga sudah berjanji pada mendiang ibunya untuk menjaga Plan, begitulah yang dikatakan oleh Mean.
Plan menangis. Ia tidak tahu harus dengan cara apa dia berterima kasih kepada ayah tirinya itu. Plan menurut dan ia pun tinggal bersama Mean mulai sejak hari itu. Plan tidak tahu saja kalau ibunya itu meninggal karena ulah pria tampan berhati dingin itu. Pria tampan yang terlalu terobsesi padanya. Dan dari sejak itulah penderitaan Plan dimulai. Tidak! Itu semua berawal dari ibunya yang memutuskan untuk menikah dengan Mean.
Tbc
Publish:22-04-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn! He Drives Me Crazy ✔ [Completed]
Lãng mạnSejak pertama kali melihatnya, aku tahu dia ditakdirkan untukku. Dia milikku. Bagaimanapun caranya, aku akan membuatnya hanya melihatku. Mean Phiravich Aku terjebak bersamanya. Aku tidak menginginkan ini. Aku ingin lari, tapi, aku tidak...