Bab 1

22 2 0
                                    

Menikmati keindahan pahatan Tuhan yang dituangkan langsung pada senja membuat Putri tak ada hentinya menganggumi keindahan semesta ini, duduk sendirian di bibir pantai bukanlah hal yang buruk tidak ada alasan yang pasti hanya saja Putri sering pergi ke pantai hanya untuk melihat senja. Senja terlalu indah dan sangat sayang sekali jika dilewatkan begitu saja, kira-kira begitu jawabannya jika ditanya kenapa suka melihat senja di pantai padahal dari rumah pun Putri bisa menikmatinya langsung.


Dengan sepoian angin yang langsung menampar wajahnya, menghirup lebih banyak udara yang sekiranya bisa membuat beban pikiran sedikit hilang. Akhir-akhir ini Putri sedang dihadapi dengan banyak kegiatan di kampus, bisa dibilang kalau Putri adalah salah satu anggota BEM di kampusnya. Jadi hal yang wajar bukan? Kalau Putri memang sangat sibuk dalam kegiatan-kegiatan kampus.


Terlalu asik menikmati senja dan bergelung dengan pikirannya entah apa yang sedang ia pikirkan hingga melamun terlalu lama tanpa sadar hari semakin malam, Putri beranjak dari tempat ia duduk sedikit menepuk kain celananya menghilangkan pasir-pasir yang menempel pada kain celannya, Putri kembali menoleh pada senja yang sebentar lagi total tenggelam di ujung sana. Lantas Putri bergegas meninggalkan pantai tersebut sebelum Ibunya menceramahinya karena pulang larut malam.


*****


Sampainya di rumah Putri menemukan sahabatnya sedang menunggunya di ruang keluarga rumahnya. Namanya Radit, Radit Atmaja. Sahabat Putri sejak ia duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama, dimana saat itu Putri adalah salah satu murid baru di sekolah tersebut. Radit adalah orang pertama yang berkenalan dengan Putri pada hari itu, padahal teman-temannya tau kalau Radit ini sedikit cuek dengan sekitar tapi saat bersama Putri, Radit benar-benar berubah menjadi sosok yang ramah dan hangat. Banyak isu tentang mereka, tapi mereka berdua tidak pernah menganggapi isu tersebut, tidak penting menanggapi hal yang seperti itu.


Radit terkenal dengan tingkat kecuekan dan juga sifat dinginnya, tapi Radit juga sangat tampan, tak ayal banyak kaum hawa yang mengejarnya bahkan secara terang-terangan mereka mengakui perasaannya kepada Radit. Hanya saja Radit tak pernah menggubris itu semua.

“Aku pulang”


Radit menoleh ke arahku “Kamu ini darimana sih, aku udah lama nunggu kamu tau” ucap Radit kesal


Aku berjalan mendekati Radit yang sedang asik dengan cemilannya, mendudukan diri disalah satu single sofa tepat disebrang tempat Radit duduk.


“Biasa, aku habis dari pantai. Ada apa? Tumben deh kamu ke sini, mana enggak ada ngabarin juga. Kalau kamu kabarin aku sebelumnya, aku bisa pulang lebih awal” ucapku sambil mengambil snack yang ada di atas meja.


“Ck, masak harus dikabari dulu sih. Lagian aku juga lagi gabut di rumah sendiri”


Radit memilih berbaring disofa dengan bibir yang tak ada hentinya memakan cemilan yang ada ditangnya.


“Om sama Tante ke mana?” tanyaku, sudah lama aku tidak bertemu dengan kedua orang tuanya. Biasanya jika aku main ke rumah Radit, Mama Radit sering membuatkanku kue atau cemilan yang sangat enak.


Radit mengendikan bahunya tanda tak terlalu peduli dengan urusan orang tuanya “Enggak tau, katanya kencan. Enggak peduli juga” ucap Radit


“Yaa yaa, terserah kamu. Aku mau bersih-bersih badan dulu. Kamu tunggu sini” ucapku sambil berlalu meninggalkan Radit di ruang tamu.


Setelah sekitar 45 menit aku membersihkan diri, aku turun ke bawah lagi untuk menemui Radit. Lagi-lagi aku menemukan Radit yang sedang asik memakan kue buatan Ibu, bedanya tadi Radit hanya sendiri di ruang keluarga, sekarang sedang ditemani oleh Ibu sambil menonton acara tv kesayangan Ibu. Sesekali terdengar suara tawa dari Ibu dan Radit


Aku menghampiri mereka berdua memilih untuk mendudukan dirinya disebelah Ibu.


“Nyemil terus, nanti kamu marah-marah ke aku kalau berat badanmu naik lagi” ucapku kepada Radit, aku ingat betul ia marah-marah padaku karena berat badannya naik 2kg, padahal itu tidak membuatnya gendut.


“Yaudah sih, kue buatan Ibumu enak. Jadi sayang kalau didiemin aja hehehe” jawab Radit sambil terkekeh pelan.


Aku memutar bola mataku dengan malas, memilih menikmati kue buatan Ibunya dengan ditemani secangkir teh hangat.

Luka (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang