Sudah nyaris seminggu aku menjadi volunter di peternakan milik John dan Majda. Peternakan kecil di ujung bukit berlereng di Podlehnik, Ptuj, Slovenia. Aku datang mencari tenang, sambil bantu-bantu mereka mengurus hewan dan tanaman organik. Setelah bertahun-tahun memulai hari dengan membaca naskah dan mengatur rencana penerbitan, akhirnya aku memulai hari dengan hal yang lebih normal: menyiangi rumput liar dan memetik anggur matang. Sesekali mengikat kayu bakar. Pagiku dibuka bukan dengan menatap wajah editor-editor di depanku, atau sibuk membalas pesan dari penulis dan agensi naskah, melainkan dengan menatap tampang lucu para kelinci gembul atau wajah sengit Dora si kambing betina licik. Sungguh normal.
Kau akan heran betapa efek jadi warga metropolis adalah rasa canggung ketika hari-hari ternyata bisa kaulalui tanpa macet, tanpa sedikit-sedikit order pesan ojek online, tanpa terpaksa ikut ngopi-ngopi cantik di kafe hanya karena semua temanmu memutuskan untuk pergi ke sana. Padahal kau sama sekali tak gandrung kopi.
John dan Majda adalah pasangan paruh baya yang punya antusiasme dengan dunianya masing-masing. Bagi John, buku; musik; dan film adalah tiga cinta teratasnya, di luar cintanya untuk Majda tentu. Bagi Majda, radio; tari; dan alam adalah dunia tercintanya. Pada akhirnya Majda memang yang berperan dominan di peternakan mereka ini. El Capitan. John selalu terlihat kikuk dengan segala hewan dan pekerjaan kasar yang ada di peternakan. Tugas utamanya hanyalah memberi makan ternak pada pagi hari dan memastikan mereka semua ada di dalam kandang sebelum matahari terbenam. Di tengah-tengah hari ia akan duduk di kursi malasnya, membaca buku di depan televisi, ditemani musik rock and roll lawas. Impian masa pensiun setiap pecinta buku kurasa.
Siang itu aku duduk di atas sebilah papan di lereng peternakan, memangku piring kaleng yang penuh oleh salad yang baru dipetik dengan dressing minyak labu buatan sendiri, sepotong roti berlapis madudari lebah di belakang rumah, dan beberapa lembar salami ayam produksi peternakan di kaki gunung; makan siang dingin dalam cuaca yang selalu dingin. . Hutan rapat terbentang jauh di bawahku, menjadi ruang pemisah dengan bukit-bukit peternakan lain di seberang tempatku duduk.
Kalau aku memicingkan mata dengan baik, pasti tertangkap sosok sapi-sapi perah hitam totol-totol putih yang berkeliaran makan rumput. Kata John, salah satu sapi di peternakan itu pernah tergelincir jatuh ke jurang ketika makan rumput di area dengan tingkat kemiringan paling parah. Kakinya tak cukup tajam mencengkeram tanah, maka menggelindinglah ia nyangsang ke hutan di bawah. Sapi malang. Butuh setengah lusin orang untuk membawanya naik lagi ke atas.
Makan siangku hari itu mungkin momen makan siang terbaik yang pernah kurasakan. Aku nyaris cengeng karena semua terasa begitu sempurna. Padahal kelihatannya biasa saja. Pada akhirnya aku belajar, bahwa kesempurnaan tidak pernah tentang sesuatu yang ditata sedemikian rupa atau diciptakan secara terencana. Sempurna adalah ketika hati dan pikiranmu tidak menemukan secuil pun alasan untuk mencela. Kau hanya merasakan satu sensasi dalam dirimu: bahagia.
Aku pertama tahu tentang program volunter volunter di situs Workaway dari Miriam, traveler dari Paris yang sempat menginap di rumahku bersama Lena, teman satu kampusnya. Mereka akan menghabiskan waktu satu bulan di sebuah pertanian organik di Toraja, Sulawesi Selatan, sambil mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak setempat. Ketika kutanya dari mana mereka mendapatkan informasi tentang program itu, mereka menjelaskan tentang website situs yang satu ini. Lewat Workaway kaubisa menemukan tempat-tempat di sepenjuru dunia yang mau menampungmu selama beberapa waktu untuk merasakan kehidupan lokal di sana.
Miriam memintaku untuk juga mencobanya. Ia bahkan rela membiarkanku memakai akunnya (meski ia akhirnya mendapat sedikit masalah karena hal ini dan sempat kena tegur admin Workaway). Kupikir, mengapa tidak? Aku mau mencari tempat yang aku sama sekali tak punya bayangan tentang tempat itu. Yang aku butuh waktu lama untuk berpikir dan mengingat-ingat ketika ada orang yang bertanya tentang tempat itu. Tempat aku memulai kenangan dengan kepala kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARI TOKO BUKU KE TOKO BUKU
AdventureBeberapa orang menemukan harta karun di dasar lautan, beberapa menemukannya di etalase toko-toko mewah, beberapa yang lain menemukannya di kedalaman mata seorang kekasih. Aku menemukannya di toko-toko buku yang kutemui di berbagai periode perjalanan...