eins

108 8 0
                                    

"Jadi dari penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Pph Pasal 21 dapat digunakan oleh Wajib Pajak Badan. Apakah ada pertanyaan?" kelas hening, berusaha menunduk untuk menghindari bertatap mata dengan dosen pajak di depan.

"Baik, yang memakai baju hitam!" serentak semua kepala menoleh kepada seseorang yang mengacungkan tangan.

"Izin ke kamar mandi pak!" lalu meringis setelah melihat teman-temannya memutar mata jengah.

.

"Hah?!" setengah berteriak setelah membola, lelaki berambut blonde itu mengerjap tidak percaya.

"Apa kau serius?" berbisik pelan setelah menyadari hampir semua mata disana melirik ke mejanya.

"Apa aku terlihat bercanda Young-ie?" tersenyum lembut sebelum melahap sandwichnya kembali.

"Kau terlihat biasa saja untuk seseorang yang sedang patah hati Yong-ie" Doyoung, lelaki berambut blonde, menatap datar lelaki berbaju hitam dan berambut merah di hadapannya.

"Ywah, wuntwuk apwa aku, uhukk uhukk!" terbatuk hingga menangis, Doyoung hanya menghela nafas lalu menyerahkan botol mineral untuk temannya minum dengan rakus.

"Sepertinya aku terkena karma karena membolos kelas pajak hanya untuk menemuimu" Taeyong mengelus dadanya setelah merasa hampir tercabut nyawanya karena tersedak.

"Tidak heran kau tetap saja dungu" sarkas Doyoung, menggeser nampan makanannya menjauh.

"Apa?" menaikkan satu alis heran. Doyoung hanya menatapnya tanpa berbicara, bahkan terlihat seperti tidak bernafas.

Menghela nafas, lagi.

"Johnny" tuntutnya.

Taeyong meletakkan sandwichnya pelan, nafsu makannya menghilang begitu saja. Mengikuti jejak Doyoung, ia menggeser nampannya ke samping. Meletakkan kedua tangannya di atas meja.

"Kau tidak salah dengar. Johnny memang tinggal berdua dengan seorang gadis di apartemennya. Dan, ya Doyoung, temanmu yang tampan ini sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan siapapun" Taeyong mengangguk mantap.

"Tapi kau bilang seseorang yang menginap di apartemen Johnny adalah seorang pria dan Taeyong, mereka hanya menginap!" melontarkan argumennya, Doyoung menatap tidak percaya.

"Karena begitulah Johnny memberitahuku, sampai tadi malam, ia kelepasan bicara dan, voila, dia seorang wanita Doyoung. Hampir seluruh teman SMA kita tahu bagaimana reputasi Johnny dengan wanita saat itu sebelum bertemu denganku. Ia gay karenaku Doyoung, kau mengetahuinya" Taeyong berucap pelan, lemas rasanya saat memori-memori itu terputar di kepalanya.

"Sudahlah Doyoung, mungkin memang begini nasib seorang pejuang jarak" Taeyong tersenyum tipis, menepuk lengan temannya yang terlihat bersimpati untuknya.

"Taeyong!" seseorang yang Taeyong yakini merupakan teman sekelasnya menghampirinya.

"Oh ya... hmm..." ia berusaha mengingat namanya.

"Kau dipanggil Dosen Pajak karena tidak kembali ke kelasnya, Taeyong" ia terlihat tidak ambil pusing dengan Taeyong yang tidak mengingat namanya.

"Oke terimakasih" Taeyong terlihat biasa saja.

"Kau baik?" Doyoung memastikan, takut-takut temannya ini mulai mati rasa.

"Inilah gunanya masa muda Doyoung" tertawa sebelum melambaikan tangannya untuk kembali ke kelas, mengambil tasnya yang ia tinggalkan dan menghadapi Dosen Pajak yang menyebalkan itu.

.

Taeyong tenggelam di kasur dan dunia maya dalam apartemen sedangnya. Matanya berkedip perih, tapi tangannya tidak bisa berhenti bergerak di atas layar handphone. Sesekali bibirnya bergerak ketika melihat sesuatu yang mengherankan. Menaikkan selimut sebatas dada, malam ini begitu dingin, tapi tak ada niat untuk sekedar mematikan pendingin ruangan. Prinsipnya adalah, lebih baik mati kedinginan daripada mati kepanasan.

Ia merenggangkan badan, meletakkan handphone, menggaruk kepalanya dan bersiap untuk terpejam ketika sebuah notif dari handphone nya terdengar nyaring.

'Mungkin Ibu' pikirnya. Ia abai. Hubungannya dengan Ibu tidak pernah baik sejak dulu. Terlalu sibuk mencari uang dengan dalih untuk menghidupinya, ia berakhir dititipkan pada paman dan bibinya yang tidak terlalu kurang namun juga tidak mampu untuk selalu mencukupi semua kebutuhannya. Terakhir yang ia tahu, Ibunya menikah dengan duda kaya namun tidak merubah keadaannya sama sekali.

Taeyong menutup mata dengan lengannya, mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran aneh yang mulai kemana-mana. Sebelum ia dapat menjemput mimpi, notif terdengar lagi. Ia menghela nafas, tangannya gatal ingin melihat siapa yang menghubunginya malam-malam begini.

Ia menyerah, mengambil handphone dan melihat siapa pelaku pengiriman pesan tersebut, dan bergumam pelan setelah melihat nama asing masuk pada notifikasi pesan salah satu aplikasinya. Membuka untuk mengetahui maksud dan tujuannya, lalu tertawa nyaring seperti orang gila saat tahu bahwa lelaki tampan yang mengiriminya pesan bermaksud untuk mengajaknya berkenalan.

"Aku tidak akan menyesal jika harus melewatkan kelas praktik pagi ini" Gumamnya dalam pekikan setelah melihat si pengirim pesan membalas pesannya dengan tak kalah cepatnya.

"Yuta, Yuta, Yuta, Yuta" begitulah bibirnya merapal sebuah nama bagai mantera.

Bukankah menanggapi orang baru setelah putus cinta yang singkat bukan hal yang salah?.

.

.

.

miss ya'll. mind to vomment?

NewspaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang