zwei

70 6 0
                                    

"Kau yakin tidak ingin membeli sesuatu?" Yuta melihat pria berbadan kecil di sampingnya. Dari samping, fitur wajahnya sangat tajam dan tegas, tapi siapa sangka pria tampan ini kini menjadi kekasih manisnya.

"Hmm.. aku yakin" ucap Taeyong, tersenyum manis pada Yuta setelahnya. Tapi pergerakan mata Taeyong yang melirik pada sebungkus permen yupi tak luput dari pandangannya.

Yuta tertawa pelan, mengacak rambut Taeyong gemas. "

"Baiklah, tapi aku ingin membelikanmu beberapa makanan ringan, karena di apartemenku tidak ada apa-apa" Yuta mengambil sebungkus permen yupi, mengambil beberapa makanan ringan lain, dan berjalan ke kasir.

"Apa aku merepotkan?" Taeyong tersenyum canggung. Ini kali pertama ia akan ke apartemen Yuta, tapi ia merasa sudah merepotkan terlalu banyak.

"Apa aku terlihat kesal?" tanyanya balik sebelum tertawa dan membayar belanjaannya. Taeyong hanya mencebikkan bibirnya. Sungguh, ia malu diperlakukan semanis ini.

.

"Selamat datang" sembari membuka pintu, Yuta membiarkan Taeyong masuk terlebih dahulu. Mengganti sandalnya menjadi sandal rumahan, Taeyong menganga. Benar-benar tidak ada apa-apa disini.

"Sudah kukatakan, aku baru pindah beberapa hari sayang, jadi apartemenku masih kosong. Barang-barangku banyak yang belum kukemas kemari" Yuta meletakkan barang belanjaannya ke meja ruang tamu.

Menghampiri Taeyong, ia berniat melepas mantel tebal kekasihnya.

"Di sini hangat" ucapnya sembari tersenyum karena Taeyong terlihat sedikit terhenyak.

"Jadi, apa ada beberapa barang yang belum selesai kau tata?. Mungkin aku bisa sedikit membantu" berjalan ke sekitar ruang tamu, dan membuka pintu kamar Yuta setelahnya.

"Tidak ada. Aku langsung membereskan semuanya tepat setelah aku tahu kau akan kemari" tertawa kecil, Yuta menarik tangan Taeyong pelan, mengajaknya masuk ke dalam kamarnya.

Taeyong terdiam, tangannya berkeringat dingin dan jantungnya bertalu keras. Ini pertama kalinya ia masuk ke kamar kekasihnya. Baiklah, dahulu ketika dengan Johnny, Johnny yang selalu mengunjungi apartemennya.

'Aku hanya tidak ingin kekasihku terlalu jauh mengunjungiku ke apartemen, jika aku saja mau dan masih bisa untuk ke apartemenmu' Taeyong masih mengingat persis seperti apa kalimat Johnny setiap saat ia meminta untuk diperbolehkan mampir ke apartemen mantan kekasihnya itu.

Entahlah, mungkin itu hanya alasan lain dari menyembunyikan seorang wanita di apartemennya. Apa kurangnya?. Ia tampan, dan ya cukup manis. Apa karena ia berdada rata?.

"Kau baik saja, sayang?" Yuta terlihat khawatir. Taeyong baru saja meringis dan menunduk melihat dadanya.

"Hah?. Ya, aku baik saja" Taeyong tersenyum canggung.

"Apa kau gugup?, Kenapa tanganmu dingin?" menggenggam tangan yang lebih putih darinya dengan lembut, lalu mengelusnya. Dapat ia rasakan tangan dalam genggamannya bergetar pelan.

Yuta tertawa, kekasihnya benar-benar manis.

"Apa kau takut padaku?" menatap tepat di mata, jarak antara wajahnya dengan Taeyong sangat tipis. Menahan geli, ia bisa melihat bagaimana muka kekasih kecilnya begitu kaku.

"Ti.. tida.. k" dengan tergagap, Taeyong mencoba menatap mata kekasihnya meski itu sangat sulit. Sungguh.

Yuta mendekat, mengelus pipinya pelan, sebelum mengecup bibirnya singkat.

"Kau percaya padaku?" Yuta berbisik pelan. Sebelah tangannya mengelus punggung Taeyong, memberi kenyamanan.

Mengangguk. Yuta tersenyum, mendekatkan wajahnya pada Taeyong sebelum disambut dengan lingkaran di lehernya.

.

Taeyong terbangun dengan pelan, tidak ingin membangunkan Yuta di sebelahnya. Menaikkan selimut sebatas dada, ia tersipu mengingat apa yang telah mereka lakukan baru saja.

Apa yang kalian pikirkan?. Sebuah percintaan?. Tentu tidak, Taeyong termasuk seorang yang strict tentang hal-hal seperti itu. Yah ia hanya, making out.

"Ough" Taeyong mengerang sebelum menenggelamkan wajahnya pada selimut. Ia malu, sungguh. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh lelaki lain.

Iya, pertama kalinya.

.

"KAU GILA?!" itu Doyoung, berteriak histeris. Kali ini tidak memperdulikan orang-orang disekitarnya.

Taeyong terkesiap, mencoba menutup mulut sahabatnya yang tidak bisa tertutup dengan mata melotot, sedang mulutnya sendiri sibuk mengucapkan maaf pada orang-orang di sekitarnya. Kepalanya mengangguk berulang kali setelah mengucapkan kata maaf.

Menghempaskan tangan sahabatnya kasar. Doyoung kembali duduk dengan normal, mukanya kentara sekali menahan kesal.

"Doyoung-ah" Taeyong merayu, panik juga ia melihat sahabatnya seperti ini.

Kenapa kau begitu marah?. Ia tidak melakukan apa-apa padaku Taeyong membuat muka memelas.

"Tidak melakukan apa-apa?!" kali ini ia lebih tenang, meski suaranya tetap saja tinggi.

"Kau bilang tidak melakukan apa-apa?. Apa yang kau pikirkan Taeyong?" Doyong menggertakkan giginya gemas.

"Huh?" Taeyong mengerjap tidak mengerti.

"Ini baru pertama kali kau main ke apartementnya, dan kau sudah melakukan sesuatu yang aku sendiri tahu, kau strict untuk hal itu Taeyong" Doyoung memicing.

"Tapi, kau tau.. Yuta tidak.. uh, kau tau" Taeyong terbata untuk menjelaskan, ia takut salah ucap.

"Iya, kalian tidak bercinta. Tapi apa kau tidak berpikir, untuk pertama kalinya ia membawamu ke apartement, ia sudah melakukan hal yang iya-iya padamu. Lalu bagaimana untuk pertemuan berikutnya Taeyong?. Apa lagi yang ia minta darimu?. Lalu setelah semua sudah ia minta dan kau tidak memiliki apa-apa lagi, kau pikir apa lagi yang akan ia minta darimu?" Doyoung berucap sinis.

"Kau tidak mengenalnya Doyoung" Taeyong terlihat marah, meskipun ia membenarkan apa yang temannya ini bilang, ia tidak ingin mendengarkan apa kata hatinya untuk saat ini.

"Kau pun tidak mengenal dirimu sendiri Taeyong. Kau hanya belum tahu, apa yang benar-benar kau butuhkan setelah perpisahanmu dengan Johnny" melunak, Doyoung mencoba menatap Taeyong lembut, memberi pengertian.

"Jika yang kau maksud aku memanfaatkan Yuta untuk itu, tentu tidak. Aku tidak segampangan itu Doyoung" lalu pergi meninggalkan Doyoung yang menghela nafas gusar.

Ia kesal, bagaimana bisa Doyoung mengatakan sesuatu seolah-olah ia mengerti apa yang benar-benar dirinya rasakan dan mengerti semuanya?.

Mungkin ini saatnya, dimana ia akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan kekasihnya dibanding sahabatnya. Mempercayai kekasihnya dibanding sahabatnya. Menggantungkan dirinya pada seseorang yang ia yakin akan menjadi bagian dari masa depannya.

Ia akan mulai mencoba untuk memasuki fase seperti yang orang-orang katakan. Fase dimana ia mulai merotasikan hidupnya di sekitar kekasihnya, karena semakin dewasa, yang benar-benar kau butuhkan bukan seorang teman yang bisa menjadi lawan, tapi pasangan yang selalu mendukung keputusanmu.

Atau, bisa disebut fase kedewasaan, menurut versinya.

.

.

.

with love, ur bestie, nightsky.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NewspaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang