Berkas-berkas sinar mentari pagi yang menembus helaian tipis yang menutupi benda berbingkai dan berkaca itu berhasil mengganggu acara tidur-nyenyak-hingga-siang-ku. Beruntung malam sebelumnya aku sempat menonaktifkan jam weker yang biasanya bertengger di meja sebelah.
Awalnya setelah menutup rapat-rapat tirai gorden itu—memastikan kali ini sinar-sinar itu takkan mengganggu kegiatanku, aku memutuskan kembali meringkuk nyaman dalam balutan selimut hangat dan menunggu hingga petang. Namun, kedip benda elektronik berbentuk kotak yang terletak tepat di samping jam weker kini mengambil alih perhatianku. Oh, syukurlah aku tak perlu bangun tersentak karena bunyi nyaring yang biasa dikeluarkan benda itu. Aku sempat mengaktifkan mode silent tadi malam karena menduga akan ada orang tak tahu diri yang berniat sekali merusak pagiku; salah satu dosen yang mempraktekan Hitler jaman modern, mungkin? Tapi, malah mentari yang tak mengizinkanku tidur lama—sedikit tamparan karma karena seenak jidat menyumpahi dosen-dosen itu? Bisa jadi.
—wow, karma still exist guys!
Alih-alih melompat kembali ke benda empuk bernamakan ranjang lalu bergelung nyaman, akhirnya aku menyerah dengan mencoba duduk di tepiannya sembari menguap sesekali kemudian menyambar ponsel tadi.
Aku mengarahkan jemariku dengan malas untuk menyentuh tombol pembuka layar. Dan tampaklah notif mengenai pesan masuk yang jumlahnya melebihi angka sepuluh. Oh, ada juga beberapa panggilan yang terabaikan. Lalu dengan sabar, aku mengecek satu persatu isi pesan tersebut.
Dan detik selanjutnya, sudut bibirku terangkat sedikit ke atas. Rasa kantukku kini mendadak menguap bagaikan eksitensi salju jikalau ada di musim panas. Pesan-pesan itu berintikan satu hal dengan berbagai macam variasi untaian kata. Ada yang manis dan lembut—seperti cotton candy?—ada juga yang cukup mengundang tawa tertahan serta lainnya hanya untuk formalitas—meski begitu aku tetap tersenyum membacanya. Yah, ucapan selamat padaku yang berulang tahun hari ini.
Wow, aku bahkan nyaris lupa kalau hari ini peringatan lahirnya eksitensiku di muka bumi.
Setelah puas membaca dan turut membalasnya satu persatu, keningku sedikit menampilkan guratan samar. Pesan-pesan tadi mayoritas berasal dari teman-teman sekampusku. Teman yang dikategorikan cukup dekat ataupun sangat dekat mengingat sikapku yang kadang kelewat supel—mungkin? Tentunya ada beberapa dari keluarga; terutama Papa dan Mama. Dan alasan kenapa aku mengernyit tidak suka adalah fakta bahwa tak ada satupun pesan yang terbaca dan berasal dari salah satu sahabatku sejak SMP—sekumpulan orang yang menamai diri mereka Kiseki no Sedai; orang-orang berbakat dalam basket namun kadang kewarasannya perlu dipertanyakan.
Oh, jadi begitu, kah? Apa aku sudah dilupakan? Bagus—sekali. Memang, belakangan ini kami semua jarang bertemu. Jadi ada kemungkinan kalau aku memang sudah dilupakan. Miris.
Terlebih lagi, orang itu turut mengisi daftar orang-orang yang melupakanku. Bagus—ditambah kuadrat, dikalikan tiga lagi kalau boleh.
Kini aku hanya mendengus sebal lalu bersiap melempar benda berglitter perak itu sembarang arah—kebiasaan ketika sedang kesal; melempar benda tak berdosa apa saja yang ada dalam radius dua meter di sekelilingku. Tak peduli kalau nantinya benda malang itu malah berakhir mencium tembok dengan mesra lalu berubah jadi kepingan. Hanya untuk pelampiasan saja. Lebih baik daripada melempari orang-orang itu secara langsung, bukan?
Well, bayangkan saja orang-orang yang paling kau harapkan mengisi hari spesialmu kini hilang raib entah minggat ke alam mana.
Terutama dia. Kalau dalam penulisan, italic saja takkan cukup. Harus diberi bold, tanda kutip, dan underline serta kurung awal dan akhir supaya terkesan penulisnya siap menghujamkan ribuan panah bagi yang tertuju—err, maksudnya supaya menekankan betapa pentingnya kata itu.
YOU ARE READING
DONUM [Gift!]
RomanceHari ulang tahun? Hanya hari biasa dengan sedikit pengecualian ketika orang-orang mengucapkan selamat padamu. Tapi, tidak. Kali ini berbeda. Karena tepat di 'hari ulang tahun' ini, aku mendapatkan hadiah paling spesial yang takkan pernah terlupakan...