3

624 86 9
                                    


"Demi keparat. Aku tidak percaya ini."

"Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan. Tidak mungkin."

"Aku tidak mau mendengar itu dari mulutmu."

"Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu."

"Tidak, ini bukan salahku."

"Oh. Ya, bukan salahmu. Tetapi salah keluarga Oikawa."

Tooru menggertakkan giginya hingga bergemelatuk, sebagian bertanya-tanya apakah Hajime mendengar itu atau tidak. Dia menatap tajam mata Hajime yang menampakkan kekesalan dengan acungan jari. "Sudah kubilang jangan menyalahkan keluargaku."

"Yah, lalu aku harus menyalahkan siapa?" jawab Hajime. Dia berjalan dan bersandar di meja yang penuh dengan beberapa jenis dokumen. "Jika kita sama-sama tidak menginginkannya, kita tinggal menolak saja, bukan?"

"Ini bukan kesalahan Oikawa," kata Tooru. "Hanya saja ... kami pun tidak mau perusahan kami bangkrut dan hancur, dan satu-satunya cara agar kami tidak mengeluarkan dana untuk mengembalikan keadaan perusahaan kami seperti semula; hanya ini saja. Kami telah meletakkan sejumlah hutang di mana-mana. Jika kami berhenti menjalankan perusahaan, kami tidak menjamin bisa melunasi hutang tersebut dan semua yang kami miliki akan berperan sebagai penggantinya."

Hajime diam, dia menatap Tooru dengan pandangan menilai. Tooru tidak tahu apa yang dia katakan. Dia memang berkata yang sebenarnya, dari apa yang dikatakan ayahnya saat perjalanan ke sana. Tetapi bukan berarti Tooru menyetujui keputusan itu.

"Aku sudah tahu."

Alis Tooru berkedut. Bisa-bisanya.

"Apakah ada yang menyebutkan bahwa kau brengsek?" Tooru hampir berteriak, suaranya sedikit melengking.

Hajime menggosok telinganya. "Astaga, suaramu menjengkelkan. Apa pun darimu sangat menjengkelkan."

Tooru mengerutkan dahi, sedikit merendahkan suaranya. Sebagian agar tidak dihina lagi. "Permisi, maksudmu?"

"Persis seperti kata-kataku."

Tooru memutar mata. Dia tidak tahan berdua dengan orang sombong ini, dia hanya ingin keluar dan menemui kekasihnya, berbicara dengan kekasihnya, menghibur diri dengan kekasihnya, atau jika mungkin lari dengan kekasihnya.

Oikawa Haru dan Tuan Iwaizumi menyuruh Tooru dan Hajime untuk meluangkan waktu mereka bersama, dengan tujuan agar mereka semakin akrab dan mengenal satu sama lain. Sementara Tuan Iwaizumi dan Oikawa Haru membicarakan tentang tanggal pernikahan serta kelangsungannya.

Jadi Hajime membawa Tooru pergi ke ruangannya di tiga lantai di bawah ruangan Tuan Iwaizumi.

"Seperti yang kubilang," Hajime menghilangkan lengannya. "Jika aku dan kau tidak setuju dengan ini, kita bisa menentangnya."

"Seperti apa?" Tooru melotot. "Kau bahkan seperti tidak berani membantah apa yang dikatakan kakekmu tadi. Meskipun begitu, aku tidak bisa menentangnya."

"Benar," Hajime mengonfirmasi. "Aku tahu kau tidak bisa menentangnya."

Tooru tidak tahu mengapa orang ini sangat santai, dia tidak terlihat seperti dipaksa atau dijadikan boneka seperti dirinya. Tetapi hal yang Tooru mengerti adalah ketika Hajime melanjutkan, "Ngomong-ngomong, kakek dan ayahku adalah hal yang berbeda."

Tooru tetap diam, sebagai tanda agar Hajime melanjutkan.

"Kakek dan ayahku berbeda, kakek hanya ingin cucunya bahagia dan ayah hanya ingin memiliki cucu untuk dijadikan penerus mereka."

Triangulum (IwaOi & KuroOi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang