[2] Artha Levanadro

22 4 1
                                    

Artha Levanadro.

Siapa yang tidak mengenal siswa tampan yang selalu menjadi kebanggaan sekolah? Dia yang selalu mengikuti lomba di berbagai bidang pelajaran dan pasti akan membawa piala. Mendengarnya saja sudah membuatku malu.

Dulu, Artha memang tidak terkenal sama sekali. Tetapi, semenjak ia sering mengikuti lomba dan membawa piala lalu akan di umumkan ketika upacara, Artha menjadi most wanted baru di sekolah. Tidak sedikit juga yang menyukainya.

Menurutku, Artha itu sudah mendekati kata sempurna. Bagaimana tidak? Hidungnya yang mancung, bibir tipis berwarna pink, bola mata berwarna coklat, kulit yang putih, dan tinggi yang kira kira 178 cm. Sempurna bukan?

Aku selalu tersenyum ketika mengingat saat pertama kali aku bertemunya. Aku juga masih ingat senyuman malunya karena bertemu denganku.

Sore itu, seorang gadis yang memakai rok biru dengan seragam putih mendengus sebal di area taman. Ia akan bertemu teman lamanya, tetapi hampir 2 jam menunggu temannya itu tak kunjung datang juga. Terlebih lagi, sore ini taman begitu ramai dan ia tidak menyukai itu.

Gadis ini Amara.

Amara menendang kecil kerikil yang ada di depannya, lalu menghampiri kursi taman. Ketika ia akan duduk, tiba tiba saja ada seorang lelaki yang jatuh tersungkur didepannya. Amara terkejut dan berjongkok didepan lelaki yang jatuh tersungkur itu.

"Kamu nggak apa apa?"

Lelaki itu mendongakkan kepalanya. Amara yang melihat itu tertegun dan mengagumi dalam hati. Lelaki ini benar benar tampan!

"Enggak. Tapi, pantat gue sakit serius!"

Amara tertawa kecil lalu membantu lelaki itu berdiri dengan mengulurkan tangannya. Lelaki itu tersenyum dan menerima uluran tangan Amara.

"Makasih udah bantu." Ucap lelaki itu sembari menunjukkan senyumnya. Amara mengangguk dan membuang wajahnya ke arah lain.

"Nama lo siapa?"

Amara mendongakkan kepalanya. "Amara. Kamu siapa?"

"Artha Levanadro."

Aku kira, sejak saat itu aku akan bertemu dan berteman dengan Artha. Dan, impianku terwujud. Aku satu sekolah dengannya, tetapi ia sama sekali tidak mengenalku. Pernah satu hari aku bertemu dengannya, tetapi ia tidak menunjukkan senyuman hangatnya seperti pertama kali aku dan dia bertemu.

Awalnya aku biasa saja, tetapi lama kelamaan hatiku semakin tidak karuan ketika melihat dia sedang bermain basket. Dan ya, aku menyukainya. Bahkan mungkin, saat pertama kali bertemu aku memang suka menyuikainya. Namun sekarang, perasaan itu semakin membesar menjadi sayang.

Aku tidak bisa mengungkapkannya secara langsung. Aku terlalu takut ketika ia tau, ia akan membenciku. Alhasil, aku hanya bisa mengutarakan perasaanku lewat secarik kertas yang selalu ku tempel di mading sekolah.

Aku harap, dengan cara itu ia mengetahui ku. Walaupun, aku tau peluangnya akan sedikit. Terlebih lagi sekarang ia sudah menjadi most wanted dan berarti sainganku semakin banyak.

'Banyak sekali cara agar aku bisa mendapatkanmu. Tetapi, jika kamu terus menolak apa yang bisa aku harapkan? Selain hanya bisa terdiam dan terus memendam perasaan ini." —

Secarik kertas dengan kalimat yang aku tulis itu sudah terpasang rapi di mading sekolah. Aku tersenyum tipis dan segera berlari menjauhi mading itu, sebelum ada orang yang melihatku.

ArthamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang