Gadis itu berlari sekuat tenaga di seluruh penjuru lorong dan tangisnya itu menyertainya, tak peduli beberapa prajurit yang menghalaunya, tak peduli gaunnya kusut bahkan robek saat lari dari cengkraman penjaga dan beberapa pelayan yang ikut menangis saat gadis itu berlari seolah ujung pintu istana menentukan nyawanya."Berhenti Elide!!" Seru seseorang sambil mencengkram lengan atasnya kuat-kuat, menahan gadis itu untuk tidak berlari kearah yang jelas akan membahayakan nyawanya. Pria itu bahkan sekuat tenaga menahan lengan gadis itu yang terus memberontak, hatinya hancur melihat bagaimana gadis itu menangis.
"Kumohon Elide, kau akan terbunuh jika kau kesana"
"Lalu aku harus membiarkan kakakku dipenggal oleh raja?! Lepas!!" Jerit gadis itu yang terdengar putus asa.
" Lepaskan aku Lorcan!" Jerit gadis itu untuk sekian kalinya dan entah bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sebesar itu hingga bisa terlepas dari tangan pria itu. Tak peduli dengan teriakan dibelakangnya, dia masih terus berlari hingga tanpa sadar kakinya tercekal gaunnya sendiri yang membuat gadis itu tersungkur dan terguling di tangga.
"ALEX!" Jerit gadis itu saat melihat sosok kakaknya yang berdiri di tengah aula dengan Raja yang memegang pedangnya. Pria itu terlihat lusuh dan kumal dengan baju zirah yang penuh darah yang sudah mengering, namun dia masih bisa mengulas senyum kearahnya, dia menggeleng putus asa, bukan itu yang dia mau. Nafasnya tercekat saat sang Raja berniat melempar pedangnya kearah sang kakak ketika tiba-tiba sekelebat bayangan muncul di hadapan sang jendral bersamaan dengan terbangnya pedang yang menusuk kedua orang itu hingga tergeletak tak berdaya.
"NO!!!" Jerit Elide gadis itu dengan putus asa berusaha berjalan namun tangan Lorcan mencegahnya, dia meringkuh tubuh gadis itu membuatkan gadis itu menangis sekeras mungkin sebelum gerombolan serigala yang tiba-tiba meringsek masuk kedalam aula kerajaan dan menarik lepas kepala sang raja dari tempatnya.
Namun mata Elide menangkap sosok lain yang terlihat begitu puas dengan tragedi ini, wanita itu berada di ujung jendela dengan rambut cokelat legam tergerai menutupi sebagian besar punggungnya.
Dengan langkah terseok-seok gadis itu berjalan memasuki aula, menatap sosok keluarga satu-satunya yang dia miliki meregang nyawa bersama ratunya, ratu yang dihormati, ratu Athanasia. Jasad mereka berdua tampak mengerikan dengan sebilah pedang yang menembus dada mereka berdua sedangkan disisinya terdapat dua ekor serigala yang terus meraung memperdengarkan betapa sedihnya mereka.
Dengan tangan gemetar, gadis itu menarik bilah pedang itu dengan tangis dan duka yang tidak lepas dari wajah polosnya dan membuang bilah pedang itu jauh-jauh. Tangannya masih gemetaran saat dia berhasil meraup tubuh kakaknya yang bersimbah darah, matanya yang tidak akan pernah terbuka lagi dan senyumnya yang juga tidak akan pernah dia lihat lagi.
"Ba.bangun. . . Hiks hiks kau tidak bisa melakukan hal ini padaku. Bangun Alex! BANGUN! Hiks Aaaarghhh!"
***
Lorcan berjalan masuk kedalam ruangan yang gelap dengan membawa jubah di lengannya, dia sedikit tergesa oleh itu hingga seseorang di ruangan itu tersentak kegat dan berlari menghampirinya.
"Lorcan apa yang. .." ucapan gadis itu tercekat saat pria itu memakaikan jubah mengakup kedua belah pipi gadis itu dan menciumnya, pria itu tampak putus asa dan ketakutan yang tentunya di sadari oleh Elide.
"Pergilah, Allerick dia menung. . ."
"Apa yang terjadi, katakan padaku" pinta gadis itu hampir memohon, matanya masih terlihat sembab, tangisnya berhenti saat dia jatuh tertidur. Dia tidak bisa menerima kenyataan lain sekarang, tidak secepat itu.Tidak hanya dia, pria itu juga terlihat tidak kalah buruknya, dia kacau, dia panik, matanya menunjukan semua itu.
"Codrus, dia menjadi raja berikutnya. Dia tidak akan membiarkanmu hidup, Eli. Kumohon pergilah bersama Allerick, waktu kita tidak banyak. . ." Gadis itu kembali menangis dia menggeleng kuat, mencengkram baju pria itu dia menangis tanpa isak, dia sudah cukup lelah untuk semuanya tapi seolah dewa tidak mendengarnya sama sekali. "Tidak jika kau tidak bersamaku. Aku tidak bisa. . ."