Untold Story 2

1.1K 118 32
                                    

"Monster are real, ghost are too. They live inside us. And sometimes, they win."

|| Damaged ||

Salah satu penulis novel horor legendari dunia, Stephen King pernah berkata, 'Monster maupun hantu itu sebuah hal nyata yang ada di dalam diri setiap manusia, mereka terpendam di bagian paling dalam diri kita, dan terkadang jika kita tidak bisa mengendalikannya, mereka yang akan menang'. Hal ini yang terjadi pada diriku, aku telah terkalahkan oleh sosok monster yang ada di dalam diriku. Aku melupakan segala hal 'baik' yang dulu ada dalam diriku. Ini bukan salahku untuk menjadi monster, ini semua salah lelaki yang sudah aku nikahi kurang lebih dua tahun.

Selama kehidupan pernikahan kami, aku menyiksanya baik secara fisik maupun batin. Ketika dia melakukan hal yang membuatku marah, aku tak segan-segan menamparnya, mencekiknya, menendangnya atau memukulnya dengan tongkat golf. Aku juga menyiksa batinnya dengan terus membawa wanita ke dalam rumah dan sering bermesraan dengan wanita-wanita di hadapannya. Semua yang kulakukan agar dia merasa menyesal atas segala perbuatannya dan membuat dia berpikir mati lebih baik daripada hidup. Sayangnya itu tidak pernah terjadi, dia tidak pernah mengeluh atas perbuatanku padanya, dia selalu menerima tanpa pernah membalas setiap tindakkanku. Aku melakukan segala hal untuk menyakitinya, berharap dia akan memohon kepadaku untuk membunuhnya. Namun rasanya itu sia-sia karena sekeras apapun aku melukainya, maka dengan lembut dia akan membalasku dengan segala perhatiannya padaku.

Aku tak tahu hatinya terbuat dari apa karena dia selalu merawatku dengan baik, menyiapkan segala keperluan kerjaku, menyiapkan makanan walau aku sering membuangnya, berusaha merawatku jika aku sakit walau aku sering mengusirnya dan hal lain yang harusnya tak pantas aku terima. Bahkan dia tidak pernah mengadu kepada orang tuanya atas perbuatanku dan selalu menutupi perlakuan kasarku padanya.

Aku membencinya. Sangat membecinya. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tidak lagi merasa puas saat menyakitinya. Aku justru merasa terluka. Melihat tatapan sendunya saat aku menyakitinya, atau setiap hembusan nafas yang berat yang sering kudengar membuat aku merasa sesak di dalam hati entah kenapa.

Itu pertama terjadi saat aku pulang dengan membawa seorang perawat cantik ke rumah. Saat aku memasuki rumah, aku melihat punggung Gun sedang menapaki anak tangga.

"Kau mau kemana?" tanyaku berhasil menghentikan langkahnya namun dia masih memunggungiku. "Jawab jika aku bertanya, bodoh!" bentakku.

Bisa kulihat sorot kesedihan di matanya saat melihatku yang merangkul Mild.

"A-aku ingin mandi." balasnya terbata-bata.

Aku tertawa sinis mendengarnya, begitupun dengan wanita di sebelahku. Hal itu malah membuat Gun semakin menundukan wajahnya, bisa kulihat dia memilin-milin ujung kaos putihnya yang kebesaran.

"Sajikan makanan untukku dan Mild." ucapku sinis. Lalu aku melihat dia yang menatap sendu ke arah wanita di sebelahku, sampai dia tidak memperhatika langkahnya dan membuat dia terjatuh.

Aku terkejut melihat keningnya terluka akibat terbentur pinggiran meja. Ada perasaan kasihan di dalam hatiku, pertama kalinya dalam dua tahun aku ingin menolongnya tapi, "Kau pria, bodoh. Jangan lemah!" Sialnya aku malah berkata seperti itu. Egoku terlalu tinggi ternyata.

Aku diam-diam memperhatikannya di meja makan, dia lagi-lagi tidak memperdulikan rasa sakitnya padahal dapat kulihat keningnya sudah berdarah. Dia hanya fokus menyiapkan makanan untukku dan Mild. Lalu setelah selesai, dia melangkahkan kakinya pergi, tanpa mengatakan satu katapun.

"KUCING SAJA TIDAK MAU MEMAKAN MAKANAN SAMPAHMU INI!"

Aku marah bukan karena makanan yang dia masak. Itu hanya alasan semata. Aku marah karena melihat Gun selalu diam saat aku melukainya.

DamagedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang