01. Manja

105 5 0
                                    

Derap langkah terdengar dari sudut ruangan dimana Darrelia Agatha berada. Ia yang tengah fokus menikmati hidangan di hadapannya nampak melirik sekilas sosok yang saat ini telah berdiri di sampingnya sambil menyilangkan kedua lengan di depan dada dengan wajah tertekuk.

"Aku bilang kan tungguin, kenapa sih malah kamu duluan sarapan disini. Jahat ih..." rajuk gadis berambut blonde dengan warna kecoklatan itu dengan kesal. Bibirnya yang tipis nampak sedikit ia majukan seperti anak kecil.

Sedangkan Darrelia Agatha hanya menarik napasnya sejenak kemudian ia meletakkan roti yang tadinya hendak ia masukkan ke dalam mulut. Ia meraih tissue yang tergeletak di hadapannya lalu membersihkan telapak tangan dan mulutnya. Pandangannya kini beralih pada gadis di sampingnya yang masih setia merajuk.

Dengan perlahan ia menarik lengan kanan gadis itu dengan seutas senyum manis yang tercetak di bibirnya. "Ngapain sih ngambek? Orang tadi kan kamu ke toilet dulu, aku udah ngga tahan nahan laper jadi buru-buru deh aku lari kesini. Maafin aku yah, sini duduk deket aku." Ucap Darrelia lembut.

Gadis di hadapannya mengembuskan napas kesal dengan wajah yang masih ia tekuk seperti semula. Namun ia tak membantah ajakan Darrelia dengan kesal ia duduk di bangku kantin sebelah Darrelia.

"Ini kenapa mukanya masih ditekuk aja sih? Senyum dong Pi," bujuk Darrelia sembari mencubit kedua pipi chubby Pia.

"Ish... apa sih, sebel." Pia Aurelia, menepis dengan sedikit kasar sentuhan dari Darrelia dengan wajah memberengutnya.

Darrelia terkekeh melihat reaksi sahabat dari kecilnya itu. Bukannya berhenti menjahili Pia, tangan Darrelia kini justru kembali mendarat di kedua pipi Pia dan menoel-noelnya dengan gemas.

"Kenapa sih punya pipi gemesin gini? Jadi pengin cubit kan bawaannya," gemas Darrelia.

Lagi, Pia menepis tangan Darrelia di pipinya. "Awas ih... ngga tau apa kalo orang lagi sebel itu kek gimana rasanya," ketusnya yang mengundang tawa dari Darrelia.

"Minggir woy minggir..!" Suara itu menginterupsi Darrelia dan Pia yang masih mengobrol, pandangan mereka beralih pada ketiga sosok gadis yang sedang berdiri dengan angkuhnya.

Pakaian mereka yang terlihat sangat urakan ditambah lagi riasan wajah mereka yang sangat terlihat tidak pantas sebagai seorang pelajar membuat kedua gadis yang tengah duduk hanya menatapnya jengah. Salah satu dari ketiga gadis itu berjalan mendekat ke meja Pia sambil mengunyah permen karetnya, ia melangkah dengan santai dengan tatapan datar mengarah pada Pia.

"Bisa minggir?" Ia mengucapkan itu seraya mendorong sedikit keras bahu Pia membuat gadis yang memiliki warna kulit putih susu itu melebarkan bola matanya sebal.

"Tempat duduk masih banyak kali," sungut Pia yang tak digubris oleh gadis itu.

"Darrel udah makan?" Tanya gadis berpenampilan urakan itu sembari bergelayut manja di lengan Darrelia.

Darrelia tak menjawab, ia justru bangkit berdiri dan menarik tangan kanan Pia untuk pergi menjauh dari tempat mereka saat ini.

"Ngga usah ganggu gue." Sinis Darrelia saat tangannya ditahan oleh si gadis berandal.

"Bisa lepas?" Kali ini suara Darrelia terdengar sangat dingin kala cekalan sang gadis tadi tak kunjung terlepas dari lengannya.

"Lepas atau gue terpaksa kasar sama lo." Ancam Darrelia dengan tatapan membunuh ke arah si gadis urakan itu. Dengan terpaksa si gadis melepas cekalan nya seiring dengan itu Darrelia dan Pia pun berlalu dari kantin. Kedua teman gadis itu lalu berlari menghampiri sahabatnya yang tengah emosi.

"Sabar Len," ujar salah satu temannya yang berambut hitam legam sebahu. Ia mengusap lembut bahu Alen mencoba menenangkan gadis yang saat ini terlihat sangat kesal itu.

Alena Winata Si gadis urakan, anak dari pemilik sekolah tempat dimana Darrelia dan dirinya saat ini mengenyam pendidikan terlihat mengepalkan jemari tangannya kuat. Emosinya saat ini sudah mencapai ubun-ubun akibat penolakan yang dilakukan oleh Darrelia.

°
°
°

"Dia kenapa sih, Rel? Hobi banget gangguin kamu." Tanya Pia pada Darrelia saat mereka telah sampai di kelas.

Darrelia mengangkat bahunya acuh kemudian menjatuhkan tubuhnya ke kursi miliknya. Kedua tangannya ia taruh di atas meja untuk menopang dagunya sendiri. Ia nampak sedikit menautkan alisnya tanda berpikir.

"Mungkin dia suka kamu, Rel." Celetuk Pia asal.

"Eh... maksud kamu?" Darrelia nampak tersentak dengan ucapan Pia. Ia menoleh dan menatap sahabatnya yang saat ini juga tengah menatapnya.

"Mungkin dia suka sama kamu, Darrelia Agatha putri Bapak Julio Austin." Geram Pia.

Darrelia terkekeh melihat ekspresi Pia yang menurutnya sangat menggemaskan itu. Ditariknya kepala Pia menuju ke bahunya dengan lembut.

"Jangan ngaco," ujar Darrelia santai. Beruntung keadaan kelas saat ini sepi jadi tidak ada satu pun teman mereka yang menyaksikan adegan antara Pia dan Darrelia saat ini.

"Kamu tuh ya, dibilangin selalu ngga percaya. Liat aja ntar kalo ucapan aku jadi kenyataan kamu harus traktir aku makan ramen depan sekolahan sepuasnya, deal?" Tantang Pia seraya mengulurkan kelingking tangan kanannya.

"Deal..." Darrelia menyambut uluran Pia dengan mantap.

"Kalo aku menang, kamu mau kasih apa ke aku?" Tanya Darrelia, Pia sedikit menarik kepalanya untuk bisa menatap wajah Darrelia.

Gadis dihadapan Darrelia itu nampak mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk, mata cokelatnya nampak menerawang ke atas dengan ekspresi yang terlihat sangat lucu.

"Mmm... apa ya?" Pia nampak berpikir dengan serius hingga ia tak menyadari jika Darrelia saat ini tengah menahan tawa melihat ekspresi wajahnya.

"Eh..." Pia nampak menyadari bahwa sedari tadi ia tengah diperhatikan. Tatapannya kini beralih pada Darrelia yang masih menahan tawanya agar tak meledak.

"Apa-apaan ekspresi itu." Ujar Pia tak terima.

"Jadi...."

"Jadi apa?" Ucapan Pia langsung dipotong oleh Darrelia yang sudah tak sabar menunggu jawaban darinya.

"Kita pikirin aja nanti tentang hadiahnya, yang jelas kita harus buktiin dulu mana yang bener. Tebakan kamu atau aku." Sambung Pia menaik turunkan alisnya.

"Yah... penonton kecewa sudah," balas Darrelia lesu.

"Pulang nanti ikut aku ya," ajak Pia membuat Darrelia kembali menatapnya.

"Kemana?"

"Rahasia...." Jawab Pia dengan wajah jahilnya membuat Darrel ia memutar bola matanya malas.

Lima menit kemudian, bel tanda masuk pun berbunyi. Mereka akhirnya memperbaiki posisi duduk mereka di kursi masing-masing, hingga satu persatu teman satu kelas mereka masuk ke dalam kelas.

"Nih pegang," Darrelia melemparkan satu buah pena pada Pia yang sedari tadi nampak mengacak-acak tasnya sendiri.

Pia menoleh dan menatap Darrelia dengan mata berbinar.

"Thanks, kamu emang ngerti apa yang aku butuhin." Ujarnya tulus.

Darrelia mengangguk diiringi senyum simpulnya membuat Pia ikut tersenyum saat menatap wajah Darrelia yang nampak menyejukkan itu.

"Dah sana lanjut lagi," Darrelia mengibaskan tangannya di udara memberi isyarat pada Pia agar kembali fokus pada pelajaran yang akan segera dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If Our Love Is WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang