1. [NH] Jangan Biarkan Mama Pergi!

701 144 10
                                    

Family & Drama
INSPIRATION; Someone Out There

Sebenarnya, narator di sini adalah Boruto, tapi aku tetap harus menulisnya NH

□■□■□■□■□

Pagi ini, saat aku terbangun, Mama sudah tidak ada di rumah. Seperti yang aku dengar beberapa hari yang lalu. Kalau Mama akan pergi ke suatu tempat jauh, dan aku harus bertanggung jawab untuk menjaga Himawari, karena Mama tidak ada di sini.

Himawari menangis di gendongan Papa yang bermuka lemah. Pasti Papa belum tidur. Sepanjang waktu terjaga hanya untuk bekerja. Papa bilang, pekerjaan sangat penting dan harus cepat diselesaikan agar Papa bisa bermain bersamaku dan Himawari.

Namun yang aku ingat, Papa tidak pernah ada waktu. Mungkin itu yang menjadikan Mama pergi dari rumah karena tidak tahan bersama Papa. Aku pun sebenarnya tidak bertahan, serta tidak mau terusan-terusan ada di sini bersama Papa. Tapi Mama bilang aku tidak boleh seperti itu. Aku adalah seorang kakak. Aku harus jadi anak yang baik dan kakak yang baik.

"Bolt, cepat ke kamar mandi untuk cuci muka, lalu minum susu."

Sudah aku duga, kalau Papa berbeda dari Mama. "Papa suruh Mama pergi, tapi apa sekarang?" Papa langsung terdiam. Kelopak matanya bergerak-gerak. "Papa tidak tahu kebiasaan Mama."

"Eh, kebiasaan Mama apa, ya?" Papa malah balik tanya. "Oh, sikat gigimu. Lalu kita pergi ke ruang makan untuk sarapan."

"Sarapan?" tanya Himawari. "Aku mau sarapan sereal dan susu cokelat."

Papa tersenyum, menyanggupi. "Oke, kita sarapan sereal saja."

Mama bahkan selama ini melarang kami untuk menikmati sereal di pagi hari. Mama lebih senang kalau kami menikmati nasi dan makanan penuh protein lainnya. Telur rebus misalnya. Kami selalu menikmatinya pagi hari. Tapi kalau Papa aku tidak yakin dia bisa melakukan urusan dapur, Papa bahkan pernah hampir membakar rumah hanya karena dia tidak mematikan rokok dengan benar. Mama marah sampai mengatakan lebih baik Papa tidur di luar saja. Sejak saat itu Papa berhenti merokok.

Usai sikat gigi, aku menuju ruang makan. Di sana Himawari lahap makan sereal bersama Papa. Granola, Papa kemudian menawarkannya padaku. "Mama membuatkannya untukmu." Dengan pikiran yang bertanya-tanya aku menatap granola.

"Mama tidak pernah menyuruh kita menikmati oat saat pagi hari. Kita harusnya membuatnya jadi camilan saat siang hari."

Papa terdiam sambil melihat putrinya, Hinawari yang sudah habis menikmati granola, bekas-bekas susu menempel hampir di pinggiran bibirnya. "Himawari suka!" Adikku malah nyengir kuda. "Mau lagi."

"Tidak boleh!" Suaraku meninggi, berharap Himawari memahaminya. Kalau Mama tahu, tidak hanya Papa, aku juga bakal kena marah Mama. "Kita sarapan nasi dengan telur, juga acar."

Papa gelisah di tempatnya. Wajahnya makin kebingungan. "Sekali-sekali tidak apa-apa, 'kan? Mumpung tidak ada Mama."

"Mama pergi juga gara-gara Papa."

"Eh, kok bisa?" Papa terkejut. Pasti. Sekarang dia tahu, aku mendengar pertengkaran mereka beberapa hari lalu. Papa menyuruh Mama pergi. Papa mengusir Mama. Padahal Mama tidak mau keluar dari rumah, tetapi Papa terus memaksa. Sekarang pasti Mama pulang ke rumah Kakek sambil menangis.

Aku menarik napas. "Papa kira aku anak kecil? Aku sudah besar! Usiaku sekarang 10 tahun. Tidak usah ditutup-tutupi dariku."

"Papa tidak sedang menutupi apa pun."

Lebih baik, aku menghindar sampai Papa jujur kepadaku apa yang dia perbuat pada Mama.

Selebihnya seharian aku menghabiskan waktuku untuk bermain gim di kamar. Walaupun Papa menyuruh untuk makan siang dan malam. Aku tetap bermain gim. Sampai akhirnya, Himawari masuk ke kamar. Adikku yang berusia 4 tahun itu, duduk di sampingku.

Twist and TurnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang