A Defender

43 2 0
                                    


"Bangun! Bangun bodoh!"

Seseorang mengguncang tubuhku tanpa aba – aba. Perlahan, mataku menangkap sedikit sinar yang ntah berasal darimana. Mataku mencoba beradaptasi dari gelap dan berubah menjadi terang.

"Ayo cepat!"

Aku menangkap sosok lelaki yang menarik tanganku dengan paksa hingga sakit dibuatnya. Dia tinggi, berkulit putih dengan rambut cepak. Ah, akupun tidak yakin, aku benar.

"A..aku..dimana?" tanyaku yang masih kebingungan dan menahan rasa sakit yang luar biasa dari kepalaku.

"Ayo!"

Dia menarik tanganku dan mengajakku berlari. Nafasku memburu bahkan saat aku tidak yakin apa yang sedang terjadi. Aneh sekali! Sekelilingku hanya ditumbuhi pohon jati yang menjulang sampai ke langit dan hampir menutupi cahaya matahari. Sepersekian detik kemudian, aku menghentikan langkah ku karena kurasa jantungku tidak mampu memompa oksigen dan membantuku untuk tetap hidup. "Stop!" teriakku sangat kencang.

Secepat kilat, lelaki yang berlari mendahului ku itu menuju ke arahku. Dia membungkam mulutku dengan kencang dan menyeretku bersembunyi dibalik pohon jati.

"Slup!" Aku melihat anak panah melesat menembus pohon jati yang berada di depanku. Ngeri sekali, hampir saja kepalaku pecah kalau saja lelaki itu tidak menarikku bersembunyi dibalik pohon. Aku ketakutan setengah mati. Aku memukul tangan lelaki itu yang masih membungkamku. "Ada apa?" tanyaku yang sangat tidak paham apa yang terjadi.

"Arena pertarungan!"

"Apa? Aku tidak paham! Jelaskan padaku, pertarungan apa?"

"Hidup atau mati"

"Slup slup!" 2 anak panah menancap ke pohon yang lain. Lelaki itu kembali menarik tanganku. Berlari dan berlari diikuti oleh berondongan anak panah yang mengejar kami. Adrenalinku terpacu, aku hanya menahan air mataku agar tidak jatuh diwaktu yang tidak tepat ini.

"Slup!"

"Ah!" Teriakan itu menghentikan langkahku. Suara itu berasal dari 5 meter dibelakangku. Lelaki itu! Aku melihat panah tajam itu menusuk punggungnya diikuti oleh seorang lelaki lain yang berlari mengarahkan anak panahnya padaku. Aku tidak mengerti mengapa aku berada dalam arena pertarungan ini.

Aku menurunkan tempo lariku, karena aku tidak sanggup menahan dadaku yang semakin sesak.

"Slup!"

Aku menjerit dengan keras sesaat setelah suara anak panah itu terdengar. Darah mengucur deras dari arah pahaku. Pikiranku hanya, aku akan mati. Ini adalah rasa sakit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Apalagi setelah aku mencabut panah itu dari pahaku.

Lelaki pemburu itu sekarang berdiri diatasku sementara aku terlentang. Dia menginjak kakiku yang sedang sakit karena panah itu agar aku tidak kemana mana. Dia menguasaiku, dan aku tidak berdaya karena tubuhnya jauh lebih besar dariku anak gadis berumur 18 tahun.

"Apa mau mu!" teriak ku dengan suara gemetar.

Dia hanya tertawa dan mengambil pisau didalam tas nya. Pisau yang sebentar lagi sebagai perantara mencabut nyawaku. Baiklah jika aku mati hari ini, tapi kenapa harus ditempat yang aku tidak tahu dan cara yang aku tidak tahu pula.

Lelaki pemburu itu mengeluarkan pisau yang aku tahu itu cukup untuk menghantarkanku ke alam baka. Dia membidik jantungku dan aku hanya memohon untuk dilepaskan, apa lagi yang bisa ku perbuat? Aku rasa dia sudah gila, lebih gila lagi jika dia mengabulkan rengekanku.

"Tolong! Tolong Lepaskan aku! Aku tidak tahu apa – apa"

"Sayangnya aku ingin hidup dan menang, manis"

A DefenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang