Part 22. Make me feel your blood

346 39 11
                                    

Author point of view

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author point of view


Jalanan itu sudah basah kuyup bermandikan air hujan, aromanya menebar, menghantarkan kenyamanan bagi siapapun yang menghirupnya.

Tapi, benarkah? Mungkin pengecualian bagi gadis dengan mata sembab itu. Gerak-geriknya sama sekali tidak menunjukkan rasa nyaman. Matanya yang berkaca bak permata indah itu menatap lurus jalanan, sesekali menghapus air matanya sendiri.

Sudah 10 menit ia duduk di dalam mobil, tidak tahu kemana dirinya akan dibawa. Ia hanya meminta untuk kembali ke rumahnya sejak tadi, hanya saja laki-laki di sampingnya ini justru membentaknya. Sekuat-kuatnya wanita, tentu saja akan lemah dan berujung menangis saat seorang laki-laki menaikan nada bicara dengannya.

"Aku benar-benar lelah hari ini. Sialan”

Suara laki-laki itu terdengar tengah kesal, bahkan rahangnya sehari tadi mengeras bersamaan dengan kedua tangannya menggenggam erat setir mobil.

Justin, ia masih berusaha mengatur emosinya yang baru saja meledak. Ia hanya tidak mengerti mengapa semua ini terjadi, dan ia hanya penasaran pada awalnya, karena tanpa penjelasan apapun tiba-tiba gadis itu, El, mendadak tidak menerima seluruh pesan darinya, dan bahkan ia bersama dengan orang lain di hari ulang tahunnya.

Yang ia inginkan hanyalah penjelasan, namun gadis itu seolah bungkam dan justru marah padanya. Ingin rasanya ia mengikat gadis itu dengan todongan pistol agar mendapatkan jawaban saat ini juga. Begitulah pemikiran seorang yang sedang emosi,

“Kemana kau akan membawaku Justin?”
Tanya El dengan suara sumbangnya. Yang ia inginkan hanyalah kembali ke rumahnya, bertemu Kenny atau mungkin kembali lagi pada Hayden. Ia ingin menjauh dari Justin untuk beberapa hari sampai ia siap untuk mendengarkan penjelasan laki-laki itu. Atau mungkin ia akan menuruti egonya untuk tidak perlu penjelasan Justin dan mengakhiri hubungannya.

“Ssstt”
Balas laki-laki itu tanpa menatap El. Menginteruksi untuk tidak berisik mengingat betapa lelahnya ia saat ini.
Justin semakin mempercepat laju mobilnya , sengaja membuat gadis itu takut jika kemungkinan ingin melompat keluar mobil saat ini juga. Jika saja ia kecelakaan karena begitu licinnya jalanan ini, maka ia tidak perlu khawatir, setidaknya mereka berdua meninggal bersama.

El mengencangkan sabuk pengamannya, tangannya serasa sedikit sakit di bagian pergelangan tangan. Mungkin karena Justin menariknya terlalu keras.
Setelah sekitar 15 menit dari kedai itu, Justin menghentikan mobilnya dengan rem mendadak. Jantung El terasa mencuat keluar bersamaan dengan tangannya menahan dasboard mobil untuk menghindari kemungkinan benturan pada tubuhnya.

“Apa yang kau lakukan bersama laki-laki itu?”
Justin sedikit memutar tubuhnya ke arah El untuk memberi perhatian lebih pada gadis itu, merebut ponsel yang berada di saku jaket gadis itu lalu memeriksa apa saja aktivitasnya.

Ia melihat berpuluh-puluh panggilan tak terjawab tertulis jelas disana, tentu saja darinya. Begitu juga dengan pesannya yang bahkan tidak ada satupun yang dibuka.

[END] Behind The Camera [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang