“Mak! Emak kenapa?” Aku langsung kebingungan mendapati emak terduduk di ruang tengah memegang sebuah bingkai foto. Wajahnya tampak resah dan matanya memerah seperti habis menangis. Sesekali mak terisak-isak. Mulutnya berkomat-kamit pelan entah sedang mengucapkan apa. Dengan sengaja aku menjatuhkan ranselku ke lantai dan berlari menghampiri emak.
“Hari ini, tanggal 9 April 2016 terjadi sebuah ledakan bom di sekitar pusat Kota Teknajaya. Diduga ledakan bom tersebut berpusat di Kantor Kepolisian Daerah Teknajaya. Menurut para saksi, ledakan bom terjadi pada pukul 14.00 bertepatan dengan jam pulang anak-anak sekolah.”
Aku menyimak berita di TV yang ditonton emak. Aku benar-benar kaget dan panik. Pasalnya, saat pulang sekolah aku mendengar suara bom seperti yang diberitakan di TV. Meski jarak sekolahku cukup jauh dari lokasi ledakan, aku masih bisa mendengar suaranya cukup jelas. Orang-orang pada berlari ketakutan menghindari ledakan bom saat itu. Aku tidak menyangka bahwa pusat ledakan bom berada di kantor ayahku bekerja.
Layar TV menampilkan empat unit mobil pemadam kebakaran berhenti di sekitar wilayah dimana ledakan terjadi. Beberapa tim pemadam kebakaran sibuk memadamkan api yang menyebar luas di titik ledakan itu dan mengevakuasi para korban yang terjebak di dalam gedung.
“Emak, apakah Ayah akan baik-baik saja?” Aku memandang emak gelisah. Bola mataku hampir berkaca-kaca cepat-cepat kuusap dengan kerah seragam sekolah yang masih kukenakan.
"Emak berharap begitu, Nak," ucapnya lirih dengan tatapan masih terpaku pada bingkai foto.
Tiba-tiba ponsel emak di atas meja depan TV berdering. Emak dengan sigap mengangkat panggilan dari nomor entah dari siapa itu. Samar-samar aku mendengarkan pemilik suara yang menelpon emak. Suaranya kurang jelas, tapi aku masih bisa mengenali suara itu. Suara laki-laki dewasa, siapakah itu? Apakah ayah? Ayah masih bisa selamat kan? Entahlah, aku hanya bisa menunggu respon emak nanti.
Beberapa menit kemudian, emak meletakkan kembali ponselnya dengan lemau. Tak perubahan ke ekspresi senang di wajahnya. Mimiknya justru semakin menyedihkan, pertanda buruk sedang terjadi.
Tiba-tiba emak memelukku dan membuatku terkesiap. Isak tangisnya terdengar sangat jelas ditelingaku dan membuatku semakin bingung. Aku tidak tahu harus bereaksi apa sekarang jika emak belum memberitahu apa yang sedang terjadi di sana, siapa dan apa yang dikatakan entah orang itu. Aku hanya bisa mengusap-usap punggungnya kaku agar emak berhenti menangis lagi.
"Fai, berjanjilah untuk tetap kuat mendengar jawabannya." Akhirnya emak membuka mulut. Suaranya masih terdengar lirih dan hampir berbisik.
"Kenapa mak? Ayah selamat, kan?" tanyaku polos tidak mengerti.
"T-ti-dak, N-nak," jawabnya terputus-putus.
"Emak bohong," sangkalku tidak ingin percaya. Masih ingin yakin kalau ayah masih punya kesempatan hidup, meski kelopak mataku tidak mampu lagi menampung air mata.
"Apakah Mak terlihat berbohong menurutmu?"
Pertanyaan emak semakin menghancurkan ekspetasiku.
"Ayah menjadi salah satu korban ledakan bom itu. Dia ditemukan dengan ...," emak berenti tak kuasa melanjutkan kalimatnya, "intinya mengenaskan."
Akhirnya tangisanku meledak. Kalimat terakhir emak membuat ekspetasiku hancur lebur. Sepertinya emak sengaja tidak ingin menjelaskan secara spesifik tentang keadaan ayah agar tidak membuat ekspetasiku semakin hancur lagi bagaikan bubur. Cukup, segini saja sudah menyakitkan, lebih baik aku menahan diri bertanya lagi tentang ayah.
Aku tidak mengerti kenapa terror bom terjadi meledakkan kantor ayah. Kenapa mereka melakukan itu? Kenapa mereka membunuh para polisi dengan keji? Apa salah ayah dan polisi lainnya? Bukankah mereka bertugas untuk melindungi negara, tapi kenapa dibunuh dan diledakkan kantornya?

KAMU SEDANG MEMBACA
THE QUISLING HERO
Misterio / Suspenso[CW: Cringe, ini cerita fosil dibuat pas masih bocah awoakwowkawok] "Negara di ambang kehancuran, tak ada cara lain selain memberontak!" -??? *** Dia bimbang, tetapi dia tidak mau lari. Maka dia harus melawan rasa itu. Pada akhirnya dia mengambil ke...