Lalu Hari Pun Berlalu
Disclaimer: Asagiri Kafka & Harukawa Sango.
Warning: OOC, typo, dll.
Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini. Semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi, dan untuk ulang tahun Nakahara Chuuya (29/04/2020) serta diikutsertakan pada event BSR
Neto: 895 words without A/N, disclaimer, etc.
Pada hari ulang tahunmu, 29 April 2020, di mana sakura merekah sementara musim meresah, kau kembali mengunjungi makamnya dengan membawa sebuket lily putih–membawa serta perasaanmu yang sudah monoton tanpa pernah bercampur baur lagi, semenjak kau menyaksikan rumput dan bunga bersemi dalam warna yang sama.
Orang yang kau benci ini–Dazai Osamu namanya–sudah meninggal sejak tahun lalu. Pada akhir hayatnya ia tidak lagi sekadar maniak bunuh diri, melainkan betulan bunuh diri di depan makam Oda Sakunosuke–menyusul sahabat terbaiknya, sedangkan dirimu yang datang berkali-kali, tetapi tidak pernah pergi itu hanyalah sebuah sudut di hatinya–sudut yang terlalu pojok, gelap, dan tak pernah Dazai lihat, yang meski kau tahu kesia-siaan ini tetap menjadi agenda rutinmu.
Biru matamu memandangi nama yang terukir pada nisan ini lamat-lamat, barulah bergulir ke bawah. Buket lily tak kunjung kau letakkan di atas tanah merahnya–antara ingin menemukan Dazai, dan dirimu sendiri lebih lama, atau sejak awal kau memang tahu; menaruh bunga ini pun kau tidak pernah benar-benar mengucapkan selamat tinggal.
Di bawah namanya kau menemukan tanggal kematian Dazai, yakni 29 April 2019.
Kematiannya adalah hari lahirmu. Ketika kau hadir Dazai pamit. Saat kau menandai kehadiranmu, Dazai melambai pada kehidupannya yang sudah membesarkannya–membuatmu seperti ditinggalkan dua kali, yaitu sewaktu Dazai bunuh diri, dan sewaktu kau menjadi ada–di hari ulang tahunmu ini– tetapi ia justru menjelma ketiadaan.
Kalian selalu berbeda sejak dulu, dan kau memahaminya dengan jelas. Dazai ingin mati, sedangkan kau mengepalkan tinjumu untuk hidup. Dazai iri padamu yang merupakan "monster", tetapi justru menyerupai manusia, sementara kau iri dengannya yang manusia sungguhan–dilahirkan oleh seorang ibu yang hangat, dan bukan berasal dari tabung kaca yang dingin sekaligus gelap.
Beberapa perbedaan itu adalah apa yang membuatmu benci kepadanya, dan tidak pernah hanya sampai di sana. Mendadak ingatanmu mengajakmu menjelma kenangan setahun lalu–sehari sebelum kau berulang tahun, di sebuah bar yang lampu gantungnya memancarkan kehidupan yang remang.
"Kematianku adalah kehidupanku,"
katanya yang paling kau ingat, dari seluruh percakapan kalian.
Sementara ucapmu yang paling kau ukir dengan jelas adalah;
"Kematianmu adalah kematianku."
Yang kau katakan dalam pengaruh alkohol, sebelum kepalamu ambruk di atas meja bar. Dirimu tahu-tahu terbaring di sofa apartemenmu, lalu dengan kepala pening berlari menembus keramaian–berlari, seolah-olah kau tahu di mana Dazai berada.
Berlari, seakan-akan setelah ini kau akan menemuinya di suatu tempat di mana dirimu samar, sedangkan Dazai begitu jelas
"Kemarin Chuuya berkata jika aku mati, maka kau juga mati. Sekarang ini hari lahirmu, bukan? Suatu hari nanti katakanlah padaku, bagaimana rasanya lahir dan mati di waktu yang sama."
Kemudian peluru dengan kecepatan sepersekian detik menembus kepalanya, dan kau semakin membenci Dazai yang sampai akhir pun dapat membuatmu terlihat bodoh–hanya mengatakan tentangnya, namun kau tidak bisa berbicara untuk dirimu sendiri–betapa gagal serta frustrasinya kau dalam memahami hubungan kalian yang sangat membingungkan ini.
Dazai adalah seseorang yang membuatmu berpikir kau harus melindunginya, tetapi di sisi lain membiarkanmu tahu bahwa kau mustahil melakukannya.
Dazai adalah sosok yang membuatmu melihat apa yang dimilikinya, padahal ia tak pernah mempunyai yang ia tunjukkan kepadamu.
Dazai juga yang membuatmu membencinya, karena kau terlalu menyayangi dia, sampai-sampai kau tidak mampu berbuat apa pun di hadapannya.
Juga kau membencinya, karena kau tak ingin mencintai Dazai terlebih dahulu baru membenci, ditambah lagi kau sangat tahu bencimu tidak dapat menjadi cinta.
[Pepatah lama mengatakan, "dari mata turun ke hati" yang berarti awal dari cinta adalah melihat. Namun, kau berbeda karena kau tidak pernah benar-benar melihat Dazai–ia memiliki sesuatu yang mendalam, lebih rumit dari keinginanmu untuk menjadi manusia seutuhnya (padahal kau lebih dianggap sebagai manusia), dan kau hanya bisa kehilangannya sebelum mendapatkan Dazai.]
Dia jelas-jelas bukan kekasihmu, dan kau pun tidak merasai Dazai sebagai sesuatu yang romantis, meskipun yang Dazai perbuat kepadamu seperti mengajakmu bunuh diri ganda–akhirnya ia mati dengan lubang di kepala, sementara kau, duniamu, juga mati semenjak Dazai tiada. Itu konyol. Sangat lucu hingga sekujur tubuhmu bergetar–buket lily di genggamanmu pun meluruh mencium tanah.
"Hari ini pun aku datang tanpa mengetahui siapa diriku, meski aku masih melihat diriku yang membencimu setiap memandang nisanmu."
Jika kalian sahabat maka persahabatan dapat diputus, sama halnya dengan kekasih. Apabila kalian musuh bisa menjadi teman, tetapi kau sudah terlalu sadar kau tak sekali pun menganggapnya musuh, semenjak salah satu alasanmu membenci Dazai adalah sebab kau terlalu menyayanginya–sesuatu yang berlebihan memang buruk, bukan? Sehingga hal sekontras itu terlahir.
[Terlalu menyayangi malah berakhir membenci. Kau memang ada hanya seakan-akan untuk menghibur Dazai dengan segenap kebodohanmu, yang obatnya tidak ada selain terus memburuk.]
Musuh, sahabat, atau kekasih bisa diputus atau diubah. Tetapi kau dan Dazai tak pernah mengakui diri kalian sebagai salah satu dari ketiga hal tersebut. Karenanya-lah rindu, resah, sesal, kesal, dan bencimu semakin gencar mencari–sebab kau tidak bisa menemukan Dazai sebagai siapa pun (meletihkan sekali ketika kau memiliki banyak perasaan terhadapnya, hanya saja kau tidak tahu siapa dia, maupun sebaliknya).
Lalu hari berlalu, tetapi bagimu yang terpaku di sini–di tempat kau kehilangan Dazai, di tempat ini di mana kau juga melihat kenangan kalian pertama kali tumbuh–masih jelas bentuknya, yakni sepasang teman–tidak pernah berakhir.
Selamanya hari-harimu adalah 29 April, dan selama-lamanya pula kau tinggal di sana–mengulang memberi lily putih yang entah berarti apa, melihat dirimu sendiri yang membencinya, mendapatkan dirimu sendiri yang berputar dalam perasaanmu yang tak tahu; Dazai ini sebenarnya siapa.
Kau lelah, tetapi kau sekadar menghela napas, dan membiarkan sesak akibat ketidakpahamanmu melahapmu–menjadi tanggal 29 April itu sendiri.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lalu Hari Pun Berlalu
Historia CortaLalu hari pun berlalu, tetapi baginya yang terpaku di sini tidak pernah berakhir. #BSRChuuBDay