Tema : لا تحزن،ان الله معنا
Apakah kau tidak merasa bahwa Alif sengaja menjadikanmu sebagai pelengkap dari kelima santri, menggantikan perannya yang sudah menerbangkan keempat temannya ke empat benua? Alif memilihmu semenjak penyakit menggerogoti tubuhnya. Alif selalu menjagamu, takkan membiarkanmu terluka, bahkan Alif selalu menggantikan posisimu kala hukuman akan merajam tubuhmu. Kau yang datang ke pondok ditengah-tengah masalah yang menerjangnya. Kau datang tanpa alasan. Tak tau siapa yang membawamu kesini. Kala itu, angin berhembus kencang, air hujan turun dengan derasnya, kau datang dengan basah kuyup, kami bertanya 'kemana tujuanmu'. Bahkan, kau sendiri tak tau ingin melangkahkan kaki kemana. Lelaki tua itu 'Kyai Kamal' menyarankan agar kau tinggal dipondok sampai kau tau tujuan kepergianmu. Kedatanganmu merubah segalanya, yang mati kian hidup, yang gelap kian bersinar, yang takut kian berani. Tanpamu, doa dan usaha Alif akan sia-sia. Kau bagaikan Ridwan utusan Allah untuk menjaga surga dunia.
Pada hari kematiannya sekaligus pernikahannya yang abadi, barangkali kau tak menyadari bahwa Alif telah menjadikanmu sebagai Khalifah, menggantikan perannya untuk keempat sahabatnya.
"Siapa kamu? Kenapa tiba-tiba kau berkata seperti itu?".
Tak perlu tau siapa aku, aku hanyalah jawaban dari pertanyaan mu, Alwa! Ayo, peganglah tanganku! Aku akan membawamu menuju santri 5 benua yang sebenarnya
"Aku ikut!". Seketika suasana berganti.
"Sampai kapan kau akan melindungi ku? Apa gunanya kau melakukan itu padaku?". Suatu malam, kau sengaja menghampiri Alif yang baru saja menyelesaikan 100 cambukan yang didapatnya akibat perbuatanmu.
Ketika itu, matanya membeling, mengingat kematiannya yang semakin hari semakin mendekat. "Sampai Ridwan menghampiriku, menjaga surga duniaku. Hanya 'dia' yang dapat merasakan faedah dari tindakanku". Lirihnya.
"Siapa dia?". Kau mengais semua informasi sampai ke akarnya.
Alif hanya membalasmu dengan sebilah senyuman tajam bak pedang. Tak ada pembicaraan lagi antara kalian berdua. Dia tertidur lelap sembari meringis menahan sakit cambukan ditubuhnya. Kau hanya menatap tubuhnya yang lemah, penuh dengan cambukan yang membekas. Hatimu tergerak, ingin mengobati luka-luka ditubuhnya dengan olesan obat. Kau lakukan perlahan tak ingin mengganggu tidurnya yang lelap. Namun, tetap saja. Dia menahan tanganmu. Belum sempat kau oleskan.
"Biarkan luka ini membekas, ini satu-satunya yang ku punya. Luka kian menjadi saksi bahwa dia akan senantiasa bersama keempat sahabatku". Ringisnya.
Ketika itu, kau lupa bahwa jantungmu kian melemah, begitupun kanker semakin ganas menggerogoti tubuh Alif. Semakin besar pula perjuangan Alif untukmu.
Kala itu, Alif jatuh cinta. Wanita itu tak menyukainya, tapi dia mencintaimu. "Shaqeena? Apakah dia yang dicintai Alif ? Tapi aku tak mencintai Sahqeena!"
Setelah sadar dari tidur panjangmu, kau harus mencintai Shaqeena dengan tulus. Lakukanlah demi Allah yang telah menentukan takdir! Jantung Alif mencintai wanita itu. Dan setelah kau bangun, jantung itu menjadi milikmu. Biarlah dia merasakan cinta itu.
Sakit hati lebih menyiksanya daripada keganasan kanker ditubuhnya. Dia semakin yakin, kaulah santri kelima yang sebenarnya. Bukan dia.
"Mengapa Alif begitu yakin bahwa akulah santri kelima itu?"
Mari kita lihat, semua bukti sudah terpapar. Kita tinggal merisetnya.
Hari pertama kau datang ke pondok, kala itu angin bertiup sangat kencang, hujan mengguyur dengan begitu derasnya. Kau lupa semua kejadian sebelum kau sampai di pondok. Bahkan, kau tak tau kemana kau akan pergi. Sampai detik ini kau masih tak ingat secuil memori masa lalumu, bukan?
Di hari yang sama, Alif keluar pondok tanpa izin untuk yang kesekian kalinya. Hari itu, kau pergi untuk mencari kebenaran saudara kembarmu. Jika ia
"Saudara kembar?"
Iya, kau punya saudara kembar. Namun, semua tujuanmu berubah setelah kau menyelamatkan Alif dari kecelakaan. Benturan keras dikepalamu menyebabkan amnesia. Kau lupa segalanya. Tapi tidak untuk Alif. Justru, ini menjadi jawaban dari hidupnya. Alif menahan darah yang mengalir dari luka dikepalamu. Terlalu banyak darah yang mengalir. Dia terpaksa melakukan penyaluran darah dengan kecerdasannya sendiri tanpa bantuan dokter. Bahkan, kau tak ingat kejadian itu. Dia melukai tubuhnya sendiri, menampung darah miliknya dan menyalurkannya kepadamu. Dia meminumkannya padamu. Tak tau apakah darah kalian memiliki golongan yang sama. Dia hanya ingin memberi kehidupan padamu yang telah menyelamatkan nyawanya. Itulah alasan dari segalanya. Dia memang menerbangkan empat sahabatnya ke empat benua dengan usaha dan doanya. Namun, jikalau Alif yang mengalami kecelakaan itu, bagaimana dengan kelanjutan kisah lima santri lima benua itu? Mereka tak akan sampai ke tujuan. Malah jalan di tempat. Dari sini, Alif menyimpulkan. Bahwa kaulah santri kelima itu. Bukan dia. Kau lebih berhak hidup untuk melanjutkan perjalananmu.
"Bagaimana aku bisa hidup dengan penyaluran darah jika golongan kami berbeda?"
Pertanyaan yang kutunggu-tunggu.
Hari pertama kau menginjakkan kaki ke pondok, apakah kau ingat, dimana kau sadarkan diri?
"Aku ingat, di teras asrama. Tepatnya, didepan kamar Alif"
Apakah kau juga ingat, siapa saja yang ada disampingmu waktu itu?
"Aku ingat, ada Kyai Kamal, Kafta, Dammerung, Sunrise, dan Alan"
Dimana "Alif" kala itu? Dia tak ada di situ. Dia menahan rasa sakit akibat luka yang ia buat. Lukanya cukup dalam. Akulah yang mengobati lukanya. Luka yang membawaku untuk menemuimu yang terbaring lemah diatas ranjang ini. Kedatanganku bukan perintah dari Alif. Melainkan hubungan batin kita yang begitu kuat.
"Alwi?"
Akulah Alwi yang kau cari. Golongan darah mu dan Alif memanglah sama. Darah itu buka darahku. Tak ada masalah dalam hal itu. Aku telah menceritakan semuanya kepada Alif. Aku tak ikut hadir kala kehadiran mu waktu itu. Aku mengobati lukanya. Karena aku tau, luka itu juga untuk diriku. Jika dia tak menyalurkan darahnya dengan segera, maka kau akan lebih banyak kehilangan darah. Dan kita takkan pernah bertemu. Alif, dia hanya perantara atas pertemuan kita. Allahlah yang mempertemukan kita.
"Kenapa kau bisa ada dalam ilusi pikiranku?".
Aku tak datang sendiri. Aku sedang berjuang bersamamu. Melawan kematian. Berusaha untuk tetap hidup. Kau harus tetap melanjutkan santri 5 benua, memulai cinta dengan Shaqeena, aku harus menebus kerinduan terhadap ayah dan ibu. Kini, kita berjuang tanpa Alif. Genggam lah tanganku. Allah bersama kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANTRI 5 BENUA
Teen FictionBahagia itu tak harus memeluk dunia dan seisinya. Cukup dengan melihat senyum kesuksesan sahabat merupakan kebahagiaan