I. A Girl Named Tan Eunbyul.

280 11 6
                                    

Entah apa yang terjadi semalam membuat Hyukjae harus mendekam di ruangan berbau coklat ini, perpustakaan. Mungkin hujan badai, angin beliung, atau gempa bumi? Sungguh, tidak bisa dipercaya. Hyukjae si pemalas kini duduk di salah satu bangku perpustakaan. Kepalanya menunduk, menatap buku sejarah dengan jengah. Jangankan membacanya, menatap cover buku sejarah korea saja, mata Hyukjae menggantung malas, mengantuk.

Perpustakaan kampusnya kini dipenuhi mahasiswa mahasiswi yang berpakaian tebal, dan kacamata bulat. Sebenarnya, ini bukan type Hyukjae sama sekali. Mendekam di perpustakaan itu sama sekali bukan tempatnya, melainkan ruangan luas difasilitasi kaca besar di setiap sisi dinding dan speaker. Apalagi jika bukan tempat menari? Ugh, bukan di tempat pengap berbau coklat ini. Deretan buku di rak buku bahkan membuat Hyukjae menguap berkali-kali.

Hanya satu alasan yang membuat Hyukjae bertahan hidup di perpustakaan ini. Bahkan, di perpustakaan tidak boleh membawa makanan, dan memberikan nilai minus lainnya. Wifi cepat? Tidak perlu, Hyukjae sudah memaketkan ponsel dan modemnya dengan baik. Cukup untuk mengunduh beberapa tarian dan anime berlangganan...-sepertinya kau tau apa yang Hyukjae maksud. Jangan kau coba-coba cari di internet apa yang Hyukjae cari. Mengerikan-. Aroma coklat yang membuat mood baik? Hell, moodnya akan baik jika aroma itu menguar dari kue-kue mungil yang manis, bukan disengaja untuk membaca buku.

Hanya untuk seorang gadis. Iya, gadis. Bodoh, bukan? Gadis yang menunduk, membaca buku yang mempunyai tebal beberapa inchi dengan mata berbinar. Senyumnya menyembul berkali-kali saat tangannya membuka lembaran baru. Buku itu seharusnya Hyukjae buang, harusnya. Hyukjae hanya perlu membakar buku itu dan melambai ke arahnya, dengan senyuman tolol seperti hei-lihat-aku-si-pria-yang-populer-di-kampus-ini!

Mungkin karena sibuknya Hyukjae meneliti gadis menarik itu, ponsel yang bergetar tidak dirinya idahkan. Hyukjae baru menyadari saat ponselnya yang bergetar terus menerus itu menyentuh kulit putih pergelangan tangannya.

Hyukjae menggeram dalam-dalam. Berani-beraninya menggangguku, sialan. Hyukjae mengumpat dengan rentetan bahasa yang tidak pantas didengar oleh anak-anak dibawah umur. Dengan setengah hati, Hyukjae mengangkat ponselnya. Membacanya dengan bisikkan. Sialan, Lee Sungmin, lihat saja nanti, kau telah mengganggu waktu istirahatku.

"Ne, ada apa?" Hyukjae sedikit mendekap ponselnya.

"..."

Dirinya mengerling malas saat Sungmin terkekeh geli. "Kau tertawa karena apa?"

"...."

"Ah aku di perpustakaan. Tolong bicara pada Hong Sangjanim, aku akan ada turnamen basket sekarang"

"...."

"Berbohong sesekali tak apa." Hyukjae terkekeh. "Bantu aku sekali ini, labu manis."

"..."

"Alright, terima kasih! Ah, datanglah ke sini, aku kesepian."

Hyukjae menggeram dan memutuskan sambungan saat Sungmin mengejek bahwa dirinya memang tak kunjung-kunjung memiliki pacar. Karena tak ada yang mau? Kau salah. Hyukjae memang mengencani banyak gadis, mengecup para gadis, tetapi tidak untuk menyatakan perasaannya. Rentetan nama gadis itu jika menjadi kekasihnya, akan membuat Hyukjae malu juga. Malu karena seperti om-om pedopilia yang mengencani para anak-anak senior high school. Hahaha, tertawalah kalian. Hyukjae memang seperti itu adanya.

Kembali pada gadis itu. Gadis itu sepertinya mempunyai nama. Hell, semua gadis mempunyai nama, dasar Hyukjae bodoh. Hyukjae mendesah perlahan, menggaruk tekuknya dengan bingung. Ingin sekali Hyukjae mengintip pin nama gadis itu. Tapi apa daya? Hyukjae akan dikecam oleh para guru karena mengintip dada seorang gadis. Hyukjae memang dikenal mesum. Eung.. begitu lah. Hyukjae memang sering tertangkap basah para dosen tengah menatap sebuah bongkahan bokong. Ternyata itu adalah pembimbing tarian tradisional Korea. Dan diancam di-skors, membuat Hyukjae menangis haru. Akhirnya, aku libur juga, begitu pemikiran dongkol Hyukjae.

ObliviateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang