PROLOG

26 2 0
                                    

Dimulai dengan seorang pria yang mencari pekerjaan kesana kemari tanpa arah. Tidak menemukan juga.

"Permisi pak, ada lowongan pekerjaan? "

"Permisi bu, ada lowongan pekerjaan? "

Dari mulai perkantoran, pembisnis, toko. Tidak ada yang menerima nya. Jawabannya hanya satu,

"kau dulu pernah gila dan sangat berbahaya"

Perkataan itu begitu menusuk hati nya.

Ya, ia membenarkan kalau ia dahulu pernah tidak waras dan menghancurkan apapun yang membuat dirinya terancam. Namun ia juga sudah mendengar sendiri dokter berkata,

"kewarasan mu sudah kembali. Dan ini permanen, tidak akan kembali lagi menjadi menggila, Pras"

Pandangan orang berbeda beda, ada yang mempercayai nya. Namun saat melamar pekerjaan ia tidak diterima karena mereka takut toko nya akan hancur dengan dirinya.

Kenyataan sekarang tidak seperti itu. Beribu kali ia berbicara seperti itu, beribu kali juga orang lain tidak mempercayai nya.

Ia duduk di trotoar jalan, tangannya memegang amplop coklat berisi surat lamaran pekerjaan, ia menunduk meratapi bagaimana ia bisa membahagiakan seorang ibu nya jika pekerjaan saja ia tidak mendapatkan.

Pras hanya memiliki satu orang tua, yaitu Ibu. Karena ayah nya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Miris nya saat ayah nya meninggal ia masih dalam kondisi yang gila. Bahkan ia tidak tahu jika ayah nya meninggal pada saat itu.

Kewarasan nya kembali pada satu tahun yang lalu, mengapa orang orang tidak mempercayai nya jika dalam satu tahun itu ia tidak sama sekali kembali menjadi gila.

Ia berdiri mengusap peluh keringat nya, matahari sudah mulai berwarna jingga, menunjukan sunset yang begitu indah. Berjalan menuju tempat yang membuat dirinya tenang, sekaligus tempat mencurahkan semua isi hati. Menangis sepuas nya.

Sampai lah ditempat tersebut, ia berjongkok memegang batu yang bernama Tion Anggara-- ayah nya, ia mulai memeluk batu tersebut, tidak peduli orang memikirkan dirinya gila atau stres.

"A-ayah, kenapa didunia ini susah banget buat nerima Pras"  ucapnya dengan terisak. Ia memang lelaki. Namun tidak bisa menutupi bahwa ia tegar saja.

"Kenapa mereka gak ada yang nerima Pras? Ayah--maafin Pras gak bisa banggain ayah sama bunda--" Ia terus menerus meluncurkan air matanya.

Setelah ia merasa cukup untuk mencurahkan semua nya, ia mencium batu nisan tersebut dan meninggal area pemakaman. Karena ada satu orang tua dan adik kecil nya yang menunggu dirumah. Ibunda nya bernama Widyawati. Adik nya bernama Oca Maharani.

Ia merogoh kantong nya dan menemukan ponsel, dan uang sebesar 100 ribu, sebenarnya 100 ribu itu untuk modal melamar pekerjaan, tapi ibu dan adik nya lebih memerlukan.

Ia menelfon ibu nya,

'Assalamu'alaikum, Aih a'a kamana? Udah sore, balik ka imah atuh, bunda geus masak yeuh'

'Walaikumsalam. Em a'a masih di jalan, bun. Oh iya tanyakeun si Oca rek naon? '

'Heeh, sakejap. Ocaa! Kadieu! -- Oca rek naon kata a'a---
engg es krim! A'a! Oca mau eskrim! '

'Hmm semangat pisan yeuh, hooh a'a beliin, dah a'a matiin, Assalamu'alaikum'

'Walaikumsalam'

Panggilan dimatikan secara sepihak, mendengar suara ibu dan adik nya membuat peluh berubah menjadi semangat.

Ia berjalan ke arah toko, untuk membeli eskrim yang diinginkan oleh adiknya--Oca. Ia membeli eskrim rasa vanilla dua dan coklat dua. Karena adiknya itu tidak cukup hanya satu eskrim saja.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum, bun" salam nya saat di depan rumah.

Cklek

"Walaikumsalam kasep na bunda, dapet teu? "

"Naon? " tanya nya tidak mengerti atas pertanyaan ibu nya barusan.

"Pagawean yeuh! " jawab ibunya sambil menepuk bahu Pras sedikit kencang. Pras mengusap bahu nya pelan.

Lalu mengangguk semangat. Maaf bun, Pras boongin bunda, Pras bakal cari kerjaan secepat mungkin kok.

"Alhamdulillahhirobbilalamin, berkat doa bunda ieu mah atuh, eh ayo atuh masuk bunda geus masak pasti kamu suka. "

"Kebetulan a'a laper, rek dahar, ayu ah masuk"

Setelah mereka berdua masuk sudah ada adik nya yang berusia sembilan tahun, ia sedang menonton televisi, "Oca! Kadieu! " panggil Pras.

"A'a! Mana eskrim Oca? "

Pras membuka plastik hitam, lalu mengeluarkan dua eskrim yang membuat Oca kegirangan.

"Heh teu gratis atuh, cium a'a dulu"  ujar nya sambil menunjukan pipi sebelah kanan nya ke wajah Oca.

Much--

Satu kecupan mendarat di pipi kanan Pras, dan ia memberikan Oca satu es krim rasa vanilla, "Oca mau dua dua nya, a! "

"Aih ntar lagi atuh, hiji hiji wae okay? Abiskeun eta, baru minta lagi"

Oca mengangguk setuju lalu ia kembali duduk dikursi sambil menonton televisi dan memakan eskrim.

Pras berjalan menuju kamar nya untuk mengganti baju. Karena seharian memakai baju kemeja begitu gerah dan panas, jadi ia ingin mengganti dengan kaos saja.

Saat di meja makan, ia langsung menyantap makanan buatan ibunda nya.

"Pagawean naon, a? " Tanya bunda nya.

Pras terdiam, nasi yang tadi ia kunyah bersemangat menjadi lesu. Tidak ada selera makan, namun ia tidak mau membuat ibunda nya sedih atau kecewa.

"Jaga toko, bun" ucapnya lalu memasukan sesendok nasi kedalam mulut nya.

Bunda nya mengangguk setuju, "Alhamdulillah ya, a."

"Heeh bun. " Lalu ia menenggak air putih, "a'a kekamar dulu"

"Iya, a"

Ia masuk ke kamar, berbaring di ranjang sambil memikirkan bagaimana ia mendapat pekerjaan. Besok ia harus mendapatkan nya. Saking lelah nya ia menutup mata, tertidur pulas.


-To Be Continued-

P R A STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang