𝙃𝙖𝙣𝙮𝙖

900 146 13
                                    

Seokjin menggeleng keras, menepis tangan Yoongi yang terulur. Menggeleng kuat dengan air mata dan tubuh yang bergetar, Seokjin menolak ajakan Yoongi.

"Aku tidak mau ke panti asuhan. Jangan bawa kesana. Mau menunggu Mama, Kak. Kasihan kalau Mama datang aku tidak ada."

Jangan tanya perasaan Yoongi bagaimana saat ini. Rasanya sakit, hatinya meronta-ronta untuk diobati. Yoongi dengan gesit meraih bahu Seokjin untuk ditekan seerat mungkin.

Berucap pelan, "Ibumu sudah mati, anggap begitu."

"Mati itu apa?"

"Mati, sudah pergi dari dunia dan tidak akan kembali. Pergi jauh sekali dan melupakanmu."

Seokjin masih bingung. Alisnya bertaut sembari tangannya memilin ujung kaus. "Mama melupakan aku? Mama tidak ingat kalau aku di sini? Kenapa? Mama tidak sayang aku lagi?"

"Iya, terserah padamu. Intinya dia tidak datang untuk menjemputmu."

Sejujurnya Yoongi tidak tega mengatakan itu. Dapat dilihatnya dari bibir Seokjin yang melengkung ke bawah lalu bergetar lirih beserta air mata yang kembali turun membasahi pipi.

"Aku nakal, ya, Kak? Aku bodoh?"

"Tidak."

"Papa bilang aku begitu."

"Aku tidak peduli. Ayo ke panti asuhan. Kau akan hidup layak di sana."

Seokjin menggeleng tegas, berteriak tidak mau, lalu tangannya berdiri memukul kepalanya berulang kali.

Yoongi panik. Dia memang idiot, Yoongi paham. Anak ini banyak terluka, Yoongi tahu.

"Tidak mau kesana. Banyak yang jahat. Nanti aku tidak melihat Kakak lagi."

Entah Seokjin memang memiliki trauma tersendiri terhadap rumah tempat memelihara tersebut atau memang telah nyaman pada Yoongi yang senantiasa datang untuk membeli alat lukis dan memberinya sampah untuk dimakan.

Dia terus menolak, bergetar takut dan menangis keras. Pasti pening sekali karena tangannya tak henti memukul kepala.

Yoongi menatap saja dengan ekspresi datar. Sungguh, saat ini ia sedang mencoba peduli setelah sepanjang usia tidak pernah menaruh simpati.

Tidak pernah mengira ini akan menjadi sebuah keputusan bulat, "Kalau ikut aku bagaimana? Hidup bersamaku, lupakan Mama. Berteman denganku saja, mau?"

Yoongi sempat menyesal sejenak mengatakannya, merutuk keras di dalam benak. Seokjin mengangguk, ia berhenti menangis dan mulai menatap Yoongi penuh dengan harap.

"Kak?"

"Kak Yoongi, namaku Min Yoongi."

"Kak Yoongi sayang aku?"

Tidak, hanya simpati saja. Hanya kasihan, tidak lebih.

"Ya, aku sayang."

Yoongi mengangkat tubuh Seokjin untuk berdiri, membantunya mengayunkan tungkai menuju sebuah rumah tempat Yoongi hidup seorang diri. Tak pernah berfikir kalau ada orang lain yang akan menyambung hidup dengannya.

symphaty | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang