10 [ Fin ]

259 46 10
                                    

Aku ingat dulu, Gama menjemputku dengan setelan hitam andalan miliknya. Ku kira, stok kaus deus tidak pernah habis. Celana belel nya masih sudah tidak tersimpan lagi di binatu, dan hudi miliknya yang selusin itu tidak kehabisan waktu untuk dipakai secara bergantian.

Maka, Gama datang kepadaku dengan kondisi di tengah latihan yang mana ingin aku omeli habis-habisan. Maksudku, dia selalu saja datang kapanpun aku memintanya datang tanpa mempertimbangkan hal lain.

Seperti saat jam kerjanya bersama bang aji, Gama datang begitu saja di teagoods seperti orang yang memang se luang itu. Padahal, dia masih banyak pekerjaan.

 Padahal, dia masih banyak pekerjaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-

"Udah selesai?" tanyaku begitu Gama turun dari motornya. Tanpa melepas helmnya, Gama tiba-tiba memelukku erat.

Aku terkejut karena teredam tubuh Gama yang jauh lebih besar dariku. "Gam?"

"Makasih banyak," ujarnya.

"Iya, tapi lepas dulu," kataku.

Gama akhir melepaskan rengkuhannya, kemudian melepas helm bulat yang dipakainya. Wajahnya terlihat lelah, tapi menurutku jauh lebih baik daripada melihatnya sedih dan terpukul.

"Gue baru aja ketemu temen satu band yang bakal jadi rumah gue setahun kedepan Nal," ujar Gama sambil memainkan tangannya.

Aku menatapnya dari samping. Gila, dari sisi manapun, Gama memang tampan. Aku benar-benar baru sadar dan rasanya mau marah. Ganteng banget?

"Bagus dong," balasku. "Terus gimana?"

Gama menghela napas. "Hari gue debut sebentar lagi, kurang dari satu bulan Nal." Aku mengangguk penuh mengerti. "Gue takut nggak bisa nemuin lo karena makin sibuk."

Aku tersenyum. "Gama... lo khawatir banget sih? Terus apa gunanya handphone kalau nggak dipake buat komunikasi? walaupun besok lo di luar kota, kita tetep bisa vidcall an kayak biasanya." teringat vidcall, aku jadi teringat video call terakhir kami, tiga hari lalu yang mana membuat ku blushing.

"Nal?"

"Hm?"

"Untuk yang kemarin itu... " Gama menatapku ragu. "Gue... oke, ehm-itu artinya gue jadi pacar lo kan?"

Aku tergelak karena tingkah Gama. Tolong, dikemanakan Gama yang mengintimidasi itu? kenapa yang ada dihadapanku hanyalah Gama yang lembut dan menggemaskan ini?

 Tolong, dikemanakan Gama yang mengintimidasi itu? kenapa yang ada dihadapanku hanyalah Gama yang lembut dan menggemaskan ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nal... gue malu, plis jangan ketawa."

"Gamaaaaa, clingy banget sih lo hari ini?" ujarku di sela-sela tawa.

"Astaga," Gama menutupi wajahnya dengan telapak tangan. "Iya intinya begitu kan?" tanyanya masih dengan menutupi wajahnya.

"Apanya yang begitu Gam?" goda ku sambil mencoba membuka wajahnya.

"Nal," rengek Gama. Telinganya bahkan memerah!

"Oke fine." Gama membuka wajahnya dengan percaya diri, membuatku mengulum senyum. "Dan untuk panggilan, kita ganti ya, jadi aku kamu."

Aku mengerjapkan mata. "Everything i wanted to say to you is, you're precious. Am i deserve to you like this?" tanyaku pelan sambil menatap lekat sepasang matanya.

Dahi Gama berkerut tak suka menyaratkan ketidaksukaan atas hal yang baru saja kukatakan. "And so it's you," ujarnya.

Maybe we're just a piece of dust in the galaxy. We're fighting against to the world and everything we're afraid of. And, gladly i would say-our hands collidedly tight as if we're being the strongest hero in our own alternative universe.

 And, gladly i would say-our hands collidedly tight as if we're being the strongest hero in our own alternative universe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gama Estungkara
Penyanyi
Musik 24/7
Nala Dahayu 25/8

•••

[ i ] ragana, xiaojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang