aku berjalan dibawah tangisan semesta. hatiku seakan berteriak dengan kerasnya. lengkungan indah tak luput dari wajahku. gelap yang kian datang kini tak lagi se-menyeramkan itu. bagiku, sore itu adalah hari tercerah selama hidupku kala itu.
aroma hujan yang tercampur dengan aroma vanila dari jaket laki-laki tersebut terasa begitu menenangkan. aku mempercepat langkahku, berjalan sedikit lebih cepat menuju café milik teman abangku.
–
"bang, pinjem hp dong mau chat jaemin,"
"kamu mau minum apa? apa sekalian mau makan sampe jaemin dateng?" tanya teman abangku jeno, sambil menyodorkan handphone-nya.
"gak usah bang, lagi gak laper," balasku tersenyum. "ngomong-ngomong lowongan kerja minggu kemaren udah ada yang ngisi belum bang?"
"udah dek, anaknya tadi barusan nyampe," jawabnya sambil menyodorkan segelas cokelat hangat. "tapi dia lagi mandi, tadi nyampe sini kehujanan banget dia,"
"ooh, bagus deh. tadinya aku mau rekomendasiin temen aku tapi gajadi hehehe," aku meletakkan handphone miliknya lalu bergegas duduk di pojok ruangan.
sembari menunggu jaemin -abangku-, aku melepas jaket milik laki-laki tadi, dan melipatnya dengan hati-hati. senyumanku refleks mengembang hanya dengan melihat jaketnya. lalu sekarang pikiranku mulai berpetualang membayangkan rupa laki-laki tersebut.
tak lama seseorang menepuk pundakku, terpaksa aku menjeda anganku sebentar. oh pasti itu abangku yang super lelet.
"lama banget sih ba-" sial, aku salah orang.
"eh sori, jeno nyuruh gue ngasih ini," ia meletakkan sebuah charger dan powerbank di mejaku. "abis lo daritadi gue panggil ga nyaut,"
"hm, m-makasih?" sial kenapa aku jadi gugup begini sih.
"btw gausah gugup gitu dong, gue bukan setan kali," ia tertawa kecil. "adeknya jaemin kan?" sambungnya sambil menarik kursi didepanku.
"iya kak," aku menjawab dengan sopan. sedikit terheran dengan sikapnya yang tiba-tiba.
aku sedikit melirik ke arahnya yang sedang memperhatikanku. jujur saja aku kaget dan sedikit salah tingkah. refleks aku menundukkan wajahku.
ia kembali tertawa, lalu berjalan menjauhiku "tuh jaemin dateng,". aku menghela nafas lega, tetapi sedikit kecewa saat ia menjauh.
lalu aku mengemas barangku dengan cepat. berpamitan dengan jeno juga kakak yang tadi, dan ternyata ia adalah barista baru yang jeno maksud.
tepat saat aku membuka pintu, seiring dengan bunyi lonceng yang berdentang. hatiku seakan berdebar seribu kali lebih kencang dari biasanya.
"oh iya, jaketnya lo simpen dulu aja,"
ternyata, hidup memang se-mengejutkan itu.