01

210 22 0
                                    

Awan mendung kembali terlihat sore ini. Menutupi cahaya sunset yang belum sempat menunjukkan keindahannya.

Rintik-rintik salju mulai turun. Tudung hoodie yang sedari tadi menggantung akhirnya aku naikkan untuk melindungi kepalaku. Salju ini sungguh membuat udara terasa dingin. Sama seperti tahun-tahun yang lalu.

‘Untung aku memakai pakaian tebal pikirku.

Kakiku menyusuri trotoar ini sendirian. Seingatku beberapa jam lalu jalan ini masih ramai. Tapi sekarang tiba-tiba jadi sepi.

Apakah karena hujan salju? Atau mungkin semua orang sedang sibuk menyiapkan tahun baru? Ah biarlah, toh aku lebih suka seperti ini. Keadaan sepi membuatku lebih tenang.

Aku masih terus menyusuri trotoar ini. Tujuanku adalah sebuah tokoh kue. Lebih tepatnya tempat duduk di depannya. Entah ini benar atau salah tapi firasatku mengatakan bahwa ada seseorang yang sedang menungguku disana. Sekitar sepuluh menit berlalu dan akhirnya aku tiba ditempat itu.

‘Ah... dia benar-benar ada disana,’.

Mataku menatap kearah cowok berambut coklat yang tengah duduk manis di kursi kayu depan toko kue. Dia tersenyum lembut sambil melambaikan tangan kearahku. Akupun lantas menghampirinya untuk ikut duduk di kursi kayu panjang tersebut.

“Hai kak Chan,” sapanya.

Seperti biasa, dia terlihat sangat pucat. Jika saja cahaya tak meremang, dia pasti terlihat seolah transparan.

“Hai, udah lama disini?” balasku.

“Enggak kok. Aku baru aja duduk disini,” ucapnya sambil menatap kedepan.

“Oh....” aku pun mengikutinya untuk menatap ke kejauhan.

“Hujan nih. Kamu nggak apa-apa??”
   
“Eh?!” dia sontak menatap kearahku seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan.

Memangnya kenapa? Apa aku mengatakan hal yang aneh?

“Ahahahah.... dasar. Seharusnya kak Chan tanyain itu ke diri kakak sendiri. Emang gak dingin apa abis kena salju begitu?” mungkin kalimatku tadi terlalu lucu baginya hingga dia tertawa terbahak-bahak.

“Enggak kok. Nggak dingin,” berbeda dengan dirinya yang ekspresif, aku hanya membalas dengan datar. Ku silangkan tangan kedepan sambil sedikit memeluk hoodie merah tersebut, “ini.... terasa hangat.”

“Heeh... jadi begitu,” sebagai balasan, cowok itu sedikit melompat dari kursi lantas berjalan hingga ke ujung trotoar “tapi tunggu, bukankah itu hoodie yang pernah kuberikan pada kakak??”.

Akupun lantas mengangguk “Ini hadiah ulang tahunku yang ke-17 tahun lalu. Waktu itu saat memberikannya kau masih—“

“Aku hanya terkejut saja kak Chan masih menyimpannya,” kalimatku dipotong dengan serakah. Membuatku tak tahan untuk tak menatap kearah sumber suara, “aku kira sudah dibuang.”

Udara sekitar entah kenapa berubah menjadi dingin. Menciptakan suasana melankolis yang lebih parah daripada sebelumnya. “Mana mungkin kan aku dapat membuangnya,” pandanganku reflek tertunduk. Perasaan getir dan tak terima membuncah di dalam dada, “bagiku... ini sangat berharga.”

“Ahahaha.... terima kasih loh kak. Aku sangat terharu sampai ingin menangis,” meskipun terkesan arogan tawanya terdengar begitu renyah.

Ah.... aku benar-benar merindukan cowok ini. “Emm... ngomong-ngomong kak Chan, apakah kakak ingat kejadian tahun lalu??”

‘Oh tidak, aku punya firasat buruk tentang apa yang akan dia katakan.’

Badanku mulai bangkit dari kursi untuk coba menghentikannya,

“Saat itu di tanggal yang sama, dengan hawa dingin yang serupa. Aku berdiri di ujung trotoar seperti ini. Lalu—“

ternyata firasatku lagi-lagi benar. Di tengah jalan yang semakin ramai, cowok yang berdiri diujung trotoar itu mulai melangkahkan kakinya DAN....   

“SEUNGMIN AWAS! BAHAYA!!”

Kalimat kasar dengan mulusnya meluncur dari mulutku. Menciptakan keheningan yang tiba-tiba menginvasi. Membuat kalimat itu seakan menggantung di udara.

Semua mata saat ini sedang menatap kearahku. Mempertanyakan kewarasan orang yang tiba-tiba saja teriak beberapa saat lalu. Sedangkan makhluk yang ku teriaki tadi? Tentu saja dia baik-baik saja. Sekarang tinggal aku yang harus menahan malu karena telah berteriak seperti orang gila.

“A-Anu.... permisi, kamu tak apa nak? Daritadi aku lihat, sepertinya kamu sedang berbicara sendiri,” seorang wanita baik hati dengan lembut mendekat dan mempertanyakan keadaanku.

Aku kenal dia. Sejak aku mulai duduk di kursi ini, dia sudah memandangiku. “Ah, maaf jika menganggu tapi saya tidak apa-apa Bu. Dan untuk soal itu tolong abaikan saja saya,” se-sopan mungkin aku berusaha untuk mengusirnya.

“Oh, ya sudah. Kalau begitu ibu permisi dulu,” wanita itu mengangguk dan sedikit kubungkukkan badanku untuk menghormatinya.

“Ihh... tante itu kenapa sih kak? Dia melihatmu seolah-olah kau sedang berbicara dengan hantu saja,” cowok yang dengan tidak tau dirinya telah membuatku malu beberapa saat lalu sekarang malah sedang berdiri sambil berkacak pinggang.

Dia mengatakan kalimat sarkas dan aku seakan ingin mati karena tertawa. Pada akhirnya, aku hanya meyunggingkan senyum miring,

habisnya.... bukankah kau memang benar-benar sudah tiada?”

*****

Chap 1 fin~~

Book baru uwuuu, mohon dukungannya yahh (✿^‿^)
Untuk book kali ini mungkin akan rada angst, so stay tuned :3

Dan yah, Seungmin disini berperan jadi al-syaitonnirrojim (baca:setan).

Lalu kenapa dia mati?? Tunggu chap selanjutnya ehe//kabur

THANKS FOR READING 😘 😘

PAGI TANPAMU [CHANMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang